Review

Info
Studio : Constantin Film Produktion/Ambient Entertainment GmbH
Genre : Animation, Action, Adventure
Director : Reinhard Klooss
Producer : Reinhard Klooss, Robert Kulzer
Starring : Kellan Lutz, Spencer Locke, Trevor St. John, Les Bubb, Jaime Ray Newman

Jumat, 31 Januari 2014 - 22:12:34 WIB
Flick Review : Tarzan
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3432 kali


Setelah terakhir kali dihidupkan oleh Walt Disney Animation Studios pada tahun 1999 dan berhasil meraih kesuksesan kritikal serta komersial – termasuk sebuah Academy Awards di kategori Best Original Song untuk lagu You’ll Be in My Heart yang ditulis dan dinyanyikan Phil Collins, novel Tarzan of the Apes yang ditulis oleh Edgar Rice Burroughs kembali diangkat ke layar lebar oleh sutradara asal Jerman, Reinhard Klooss, dalam bentuk film animasi berjudul Tarzan. Untuk versinya, Klooss bersama dengan dua penulis naskah, Jessica Postigo dan Yoni Brenner, memberikan beberapa sentuhan kisah bernuansa science fiction dalam jalan cerita Tarzan meskipun masih berpegang teguh terhadap garis cerita asli Burroughs yang telah melegenda tersebut. Sebuah pilihan yang beresiko… dan sayangnya kemudian gagal dikembangkan dengan baik oleh Klooss dan membuat Tarzan versinya tampil begitu datar. Dan membosankan.

WellTarzan versi Klooss sendiri dimulai dengan kisah tewasnya pasangan John (Mark Deklin) dan Alice Greystoke (Jaime Ray Newman) di tengah hutan belantara akibat serangan sebuah meteor raksasa. Kejadian tersebut membuat putra tunggal mereka, JJ (Craig Garner) – yang meskipun selamat – terdampar di tengah hutan tanpa ada bantuan seorangpun untuk dapat menolongnya. Beruntung, anak lelaki tersebut bertemu dengan Kala, seekor gorila betina yang kemudian mau merawatnya dengan penuh kasih seperti anaknya sendiri. Bersama dengan Kala dan kawanan gorila lainnya, JJ tumbuh menjadi seorang pria dewasa (Kellan Lutz) yang kini menyebut dirinya sendiri dengan nama Tarzan dan mengadaptasi berbagai tingkah laku dari kawanan gorila tersebut dalam kehidupan kesehariannya.

Kembali ke peradaban modern, perusahaan Greystoke Energies yang dahulu dipimpin oleh John Greystoke kini telah beralih kepemilikannya kepada William Clayton (Trevor St. John). William sendiri kini sedang berada dalam misi untuk menemukan pecahan meteor yang dahulu menewaskan pasangan John dan Alice Greystoke guna dimanfaatkan sebagai sumber energi baru bagi manusia. Sayangnya, niat William sendiri muncul murni karena keserakahannya dan bukan karena rasa kepeduliannya terhadap kehidupan manusia lain. Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, William memperdaya ahli lingkungan hidup, Jane Porter (Spencer Locke), dan ayahnya yang merupakan seorang ilmuwan, Jim Porter (Les Bubb), untuk membantunya dalam menemukan lokasi keberadaan meteor tersebut. Seperti yang dapat diduga, Jane kemudian bertemu dengan Tarzan dan segera menjalin hubungan yang erat dengannya. Keberadaan William guna mengambil meteor di hutan belantara itu sendiri kemudian ditentang oleh Tarzan karena dianggap mengganggu kesinambungan kehidupan di daerah tersebut. Dengan dibantu oleh Jane, Tarzan dan kawanan gorila lainnya berusaha menggagalkan niat jahat William terhadap ekosistem hutan tempat mereka tinggal.

Percayalah. Meskipun plot ceritanya melibatkan kilasan-kilasan kisah yang akan mengingatkan banyak orang pada Avatar (2009) yang ditulis dan diarahkan oleh James Cameron, Tarzan justru terasa memiliki durasi penceritaan yang terlalu panjang dalam 94 menit presentasi ceritanya. Hal ini disebabkan karena naskah cerita yang dibesut oleh Reinhard Klooss bersama dengan Jessica Postigo dan Yoni Brenner gagal untuk mengeksplorasi berbagai konflik yang mereka hadirkan di film ini. Sentuhan science fiction yang sebenarnya terasa cukup menarik tampil begitu datar akibat eksekusi yang terkesan hanya menjadikannya sebagai penambah warna cerita saja tanpa pernah benar-benar mampu membaurkannya dengan kisah Tarzan secara keseluruhan.

Tidak hanya di bagian tersebut, naskah cerita Tarzan juga sama sekali tidak pernah berhasil memberikan penggalian yang mendalam pada berbagai sisi kehidupan setiap karakternya. Ditambah dengan minimnya chemistry yang terjalin antara setiap pengisi suara, karakter-karakter yang hadir dalam film ini tampil begitu membosankan untuk mampu membuat penonton merasa peduli dengan kisah yang sedang mereka hadirkan. Satu-satunya bagian dimana Tarzan terasa cukup mampu berkembang dengan baik adalah pada kualitas departemen produksinya. Dengan lemahnya penulisan, pengarahan cerita serta pengembangan karakter film ini, Klooss mungkin menghabiskan (terlalu) banyak waktunya untuk menghadirkan tampilan visual animasi yang memikat bagi penonton. Dan harus diakui, tampilan visual Tarzan tidak mengecewakan – meskipun masih cukup lemah untuk dikatakan sebagai sebuah pencapaian yang istimewa jika dibandingkan dengan film-film animasi karya rumah produksi lainnya.

So… mungkin seharusnya siapapun tidak berharap banyak dengan versi terbaru dari Tarzan ini. Keputusan Reinhard Klooss untuk memberikan sentuhan science fiction pada kisah klasik karangan Edgar Rice Burroughs memang patut diberikan kredit lebih. Sayangnya, ketika Klooss gagal untuk mengembangkan potensi tersebut dalam jalan cerita filmnya secara keseluruhan, Tarzan arahannya berubah menjadi sebuah presentasi cerita yang cenderung jauh dari kesan menarik. Eksekusi yang sama lemahnya terhadap ritme penceritaan – dimana Klooss seringkali terasa membuang-buang waktu dengan memberikan porsi penceritaan yang lebih pada plot yang sebenarnya kurang berguna – serta kemampuan para pengisi suara dalam menghidupkan karakter yang mereka perankan semakin membuat Tarzan begitu membosankan. Produksi animasi yang begitu lemah dalam berbagai sisinya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.