Isyarat adalah sebuah film omnibus yang terdiri atas empat film pendek yang sama-sama mencoba berkisah mengenai kekuatan istimewa yang dimiliki oleh empat karakter utamanya. Disutradarai oleh Asmirandah, Monty Tiwa, Reza Rahadian dan Adhyatmika serta didukung dengan nama-nama seperti Ifa Isfansyah sebagai produser serta Garin Nugroho yang bertindak sebagai produser eksekutif, Isyarat jelas hadir begitu menjanjikan untuk tampil lebih baik dari kebanyakan film omnibus yang dirilis oleh industri film Indonesia. Sayangnya… Isyarat justru tampil begitu mengecewakan. Naskah cerita yang ditulis oleh Jujur Prananto dan Titien Wattimena benar-benar terlalu dangkal untuk dapat tampil menarik. Lebih buruk lagi, setiap film tampil dengan eksekusi cerita yang begitu lemah sehingga hampir terlihat tidak begitu layak untuk dirilis sebagai sebuah film layar lebar.
Isyarat sendiri dibuka dengan film pendek arahan Asmirandah, Teman Bayangan. Film ini berkisah mengenai seorang mahasiswi, Dewi (Asmirandah), yang baru saja menyadari bahwa ia memiliki seorang teman bayangan yang ia panggil dengan sebutan Fly (Jonas Rivano). Di waktu yang sama, Dewi juga bertemu dengan Titan (Mischa Chandrawinata) dan mulai merasakan jatuh cinta pada pria tersebut. Sayang, Titan justru hanya menganggap Dewi sebagai seorang teman baik. Kecewa, Dewi lantas menggunakan kekuatan Fly untuk mengganggu kehidupan Titan. Dalam film pendek kedua yang berjudul Lost and Found arahan Monty Tiwa, seorang mahasiswi bernama Oki (Poppy Sovia) berkenalan dengan Sisi (Prisia Nasution), seorang wanita yang bertugas sebagai seorang pesuruh di kampusnya. Walau awalnya diperlakukan dengan tidak begitu baik oleh Oki, Sisi justru kemudian membantu permasalahan hidup Oki dengan kekuatan istimewanya yang dapat melihat berbagai kejadian di masa lampau.
Reza Rahadian duduk di kursi penyutradaraan untuk film pendek ketiga, Gadis Indigo. Film pendek ini berkisah mengenai Maya (Revalina S. Temat) yang memiliki kemampuan untuk melihat ke masa depan dan kemudian menterjemahkannya sebagai sebuah lukisan di atas kanvas. Lewat kemampuannya tersebut, Maya seringkali membantu kesulitan orang-orang terdekatnya. Namun, kemampuan tersebut sama sekali tidak dapat ia gunakan untuk dirinya sendiri, khususnya ketika seorang pria tampan (Dimas Argoebie) mendekati dirinya dan mencoba untuk merebut hatinya. Film terakhir berjudul Flora yang diarahkan oleh Adhyatmika. Film ini berkisah mengenai Flora (Taskya Namya) yang memiliki kemampuan untuk dapat melihat makhluk astral. Sayang, kemampuan istimewanya tersebut yang kemudian membuat hubungannya dengan kekasihnya, Daniel (Abimana Aryasatya), justru menjauh. Daniel lantas memilih untuk meninggalkan Flora. Meskipun begitu, Flora tetap setia menunggu kembalinya Daniel. Dan ketika Flora mendapatkan firasat bahwa Daniel sedang berada dalam bahaya, Flora dengan segera memperingatkan Daniel untuk tetap waspada kepada lingkungan sekitarnya.
Kelemahan terbesar pada empat film pendek yang hadir dalam Isyarat jelas terletak pada penulisan naskahnya. Pada kebanyakan bagian, naskah cerita yang ditulis oleh Jujur Prananto dan Titien Wattimena terasa tidak mampu bercerita secara efektif. Akibatnya, seringkali film-film pendek yang ditampilkan dalam Isyarat terasa dangkal dengan plot penceritaan yang terlalu bertele-tele dalam penyampaiannya, khususnya pada Teman Bayangan dan Lost and Found yang memiliki penceritaan dan konflik yang minim namun dieksekusi dengan durasi yang terlalu panjang. Masalah durasi yang terlalu panjang sebenarnya mampu dihindarkan dari Gadis Indigo dan Flora – yang jalan ceritanya saling berhubungan satu sama lain. Namun, konflik dan karakter yang gagal untuk berkembang dengan baik tetap saja membuat keduanya terasa datar dalam bercerita. Gagal untuk menghasilkan efek menegangkan yang seharusnya didapatkan penonton dari kedua jalan cerita film pendek tersebut. Berbeda dengan dua film pendek sebelumnya, penataan gambar pada Gadis Indigo dan Flora membuat keduanya terkesan sebagai sebuah satu bagian penceritaan yang sama namun dengan dua fokus karakter yang berbeda. Sedikit membingungkan. Ditambah dengan pilihan ending yang bermaksud mengejutkan namun dikemas dengan terlalu cheesy, membuat Gadis Indigo dan Flora tampil tidak lebih baik dari dua film pendek sebelumnya.
Dengan materi naskah yang harus diakui berkualitas seadanya, Asmirandah, Monty Tiwa, Reza Rahadian dan Adhyatmika rasanya telah melakukan usaha terbaik mereka dalam mengarahkan para pemeran dan jalan cerita yang mereka bawakan. Tidak sepenuhnya berhasil memang, khususnya dengan beberapa eksekusi yang tergolong lemah pada penyampaian ceritanya. Pada departemen akting, kebanyakan pemeran pada empat film pendek yang hadir dalam Isyarat mampu menterjemahkan peran mereka dengan baik, meskipun tidak akan ada yang menyangkal bahwa Mischa Chandrawinata hadir dengan chemistry yang sangat minim dengan Asmirandah, Dimas Argoebie terlihat kaku pada keseluruhan penampilannya dan Abimana Aryasatya terlihat… well… seperti tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan dalam film tersebut.
Sayangnya, bahkan dengan dukungan nama-nama yang kerap menjadi jaminan mutu dalam industri film Indonesia, empat film pendek yang hadir dalam Isyarat hadir dalam kualitas presentasi cerita yang mengecewakan. Dengan deretan jalan cerita yang terbangun lemah dan cukup dangkal, Teman Bayangan, Lost and Found, Gadis Indigo dan Flora gagal untuk tampil kuat mengembangkan premis cerita mengenai empat karakter berkemampuan khusus yang sebenarnya cukup menarik. Eksekusi cerita dari empat sutradara juga tidak mampu untuk memberikan nyawa tambahan bagi keempat film pendek yang hadir dalam Isyarat untuk mampu tampil menarik. Akhirnya, Isyarat gagal untuk hadir dengan kualitas penceritaan yang layak tonton dan bergabung dengan deretan omnibus berkualitas lemah yang telah banyak dirilis oleh industri film Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Rating :