Mengikuti jejak Clint Eastwood, Mel Gibson, Ben Affleck, James Franco dan puluhan aktor yang kemudian melanjutkan karir mereka dengan menjadi seorang sutradara, Joseph Gordon-Levitt mencoba kemampuannya dalam mengarahkan sebuah film layar lebar lewat Don Jon. Don Jon sendiri bukanlah kali pertama Gordon-Levitt duduk di kursi penyutradaraan mengingat ia sebelumnya pernah mengarahkan dua film pendek, Morgan M. Morgansen’s Date with Destiny dan Morgan and Destiny’s Eleventeenth Date: The Zeppelin Zoo, yang keduanya sempat dirilis pada tahun 2010. Dengan naskah cerita yang juga ia tulis sendiri, Gordon-Levitt menghadirkan Don Jon sebagai sebuah film drama komedi ringan namun tetap sarat dengan beberapa sindiran terhadap kondisi sosial manusia di era modern. Sebuah debut pengarahan yang cukup menarik, khususnya berkat kemampuan Gordon-Levitt untuk mengarahkan para aktor yang memerankan para karakter di dalam jalan ceritanya.
Don Jon sendiri berkisah mengenai seorang pemuda bernama Jon Mortello, Jr. (Joseph Gordon-Levitt). Baginya, hanya ada beberapa hal yang benar-benar berarti dalam kehidupannya: tubuhnya, apartemennya, mobilnya, keluarganya, gerejanya, para sahabatnya, para kekasihnya dan… film-film pornografi favoritnya. Yep. Meskipun memiliki wajah tampan dan tubuh atletis yang dapat dengan mudah meluluhkan hati setiap gadis yang diincarnya – sebuah keistimewaan yang membuat dirinya digelari dengan sebutan Don Jon oleh teman-temannya – kegemaran Jon untuk “menghabiskan waktu” dalam menyaksikan film-film dewasa telah membuat kehidupan seksnya menjadi sedikit… well… aneh. Bagi Jon, tidak ada gadis manapun yang berhasil membuatnya merasa puas selain dari gadis-gadis yang membintangi film-film dewasa yang disaksikannya. Namun, hal tersebut segera berubah ketika Jon bertemu dengan Barbara Sugarman (Scarlett Johansson).
Bagi Jon, Barbara adalah sosok gadis paling sempurna yang pernah ia temui dalam hidupnya. Dan tidak seperti gadis-gadis lainnya, Barbara bukanlah seorang gadis yang menyerah begitu saja pada pesona Jon. Barbara menyukai Jon. Namun, Barbara memiliki cara tersendiri agar Jon dapat bertekuk lutut padanya. Secara perlahan, Jon menyadari bahwa ia tidak hanya sekedar menyukai Barbara. Ia telah jatuh cinta pada gadis pirang tersebut! Berkat perjuangannya… Jon akhirnya mampu mendapatkan hati Barbara sekaligus berhasil membawa gadis tersebut ke atas ranjang. Dan masalah Jon pun datang. Sekali lagi, meskipun Jon benar-benar mencintai Barbara, Jon merasa hasrat seksualnya tidak terlalu terpuaskan oleh kehadiran Barbara. Kini, Jon harus menghadapi dilema antara terus berusaha mencintai Barbara dengan sepenuh hati atau terus melayani hasrat seksualnya melalui film-film dewasa kegemarannya.
Don Jon memiliki potensi yang cukup untuk menjadi sebuah presentasi cerita yang kuat sekaligus menghibur. Sayangnya, penekanan yang terlalu berlebihan akan ritual keseharian dari karakter Jon sehubungan dengan kegemarannya dalam menyaksikan film-film dewasa lewat pengulangan adegan secara terus-menerus lambat laun membuat Don Jon mulai terasa berjalan monoton dan gagal untuk berkembang dengan baik. Masih mampu menghibur namun sama sekali kehilangan esensi kekuatannya seperti pertama kali dihadirkan di dalam jalan cerita. Repetisi adegan, gambar dan cerita dalam Don Jon juga memberikan hambatan bagi banyak karakter dalam jalan cerita film ini untuk dapat hadir dengan sisi penceritaan yang kuat, termasuk sang karakter utama sendiri. Hasilnya, meskipun disajikan dengan kemampuan akting yang baik oleh setiap pemerannya, karakter-karakter dalam jalan cerita Don Jon lebih sering terlihat sebagai karakter karikatural daripada sebagai sosok yang dapat ditemui penonton dalam kehidupan keseharian mereka.
Berbicara mengenai departemen akting, Joseph Gordon-Levitt jelas memiliki kemampuan yang cukup handal dalam menangani penampilan akting dari para jajaran pemerannya. Berperan sebagai karakter utama, Gordon-Levitt tampil kuat dalam memerankan karakternya yang terlihat begitu mencintai dirinya sendiri. Gordon-Levitt hadir dengan daya tarik yang sempurna sebagai sosok womanizer seperti yang digambarkan dalam karakter yang ia perankan. Scarlett Johansson sendiri terlihat begitu lepas dan meyakinkan sebagai sosok Barbara Sugarman yang menggoda – sekaligus sebagai karakter yang dominan dalam sebuah hubungan. Di sisi lain, kehadiran Julianne Moore memberikan atmosfer penampilan yang begitu berbeda. Jika para pemeran lain hadir dalam nada penampilan komedi yang kuat, penampilan Moore justru lebih kental dengan nuansa drama. Bukan suatu hal yang salah. Penampilan Moore malah menjadi highlight tersendiri dalam Don Jon ketika dirinya mampu mencuri perhatian dalam setiap kehadiran karakternya melalui penampilan yang begitu rapuh. Don Jon juga diperkuat dengan penampilan dari Tony Danza, Brie Larson dan Glenne Headly yang berperan sebagai anggota keluarga karakter Jon Mortello, Jr. dan mampu memberikan lebih banyak sentuhan komedi pada jalan cerita film.
Sebagai sebuah debut penyutradaraan layar lebar, Don Jon jelas menunjukkan bahwa Joseph Gordon-Levitt memiliki potensi yang cukup kuat – baik sebagai seorang sutradara dalam mengarahkan jalan cerita dan aktornya maupun sebagai seorang penulis naskah yang mampu mengembangkan cerita dari ide-ide yang cukup unik. Don Jon sendiri kurang begitu mampu tampil maksimal dikarenakan repetisi penceritaan yang diletakkan Gordon-Levitt untuk penekanan konflik utama yang dialami sang karakter utama kemudian justru memberikan hambatan tersendiri bagi jalan cerita pendukung lain untuk berkembang dengan baik. Pun begitu, penampilan apik yang diberikan Gordon-Levitt, Scarlett Johansson, Julianne Moore dan jajaran pemeran lainnya mampu menjadikan Don Jon menjadi sebuah sajian yang begitu menghibur. Awal karir penyutradaraan yang cukup menjanjikan bagi Gordon-Levitt.
Rating :