Di tahun 2008, sutradara asal Amerika Serikat, Benson Lee, merilis sebuah film dokumenter berjudul Planet B-Boy yang bercerita mengenai perjuangan lima tim penari breakdance asal Perancis, Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat dalam usaha mereka untuk memenangkan kompetisi Battle of the Year – sebuah kompetisi tari breakdance berskala internasional – di tahun 2005 sekaligus menjelaskan bagaimana budaya dan sejarah breakdance yang berasal dari Amerika Serikat mampu meraih popularitasnya serta menjadi sebuah fenomena global. Meskipun film dokumenter tersebut tidak terlalu sukses secara komersial, namun Planet B-Boy mampu meraih pujian luas dari kritikus film dunia yang menilai film tersebut berhasil menggambarkan fenomena breakdance secara kuat sekaligus menarik, bahkan bagi mereka yang awalnya sama sekali tidak akrab dengan breakdance.
Kesuksesan Planet B-Boy – dan mungkin juga didorong atas kesuksesan franchise Step Up (2006 – 2012) – kemudian menginspirasi Hollywood untuk mengadaptasi film dokumenter tersebut menjadi sebuah film cerita panjang berjudul Battle of the Year. Sutradara Benson Lee sendiri masih dilibatkan untuk mengarahkan Battle of the Year dengan naskah cerita digarap oleh Brin Hill (Won’t Back Down, 2012) dan Chris Parker (Mulan II, 2004). Sayangnya, Battle of the Year sama sekali tidak mampu menghadirkan jalan penceritaan yang setara dengan Planet B-Boy dalam menggambarkan dunia tari breakdance. Daripada menghadirkan breakdance dan berbagai intrik yang terdapat di dalamnya, Battle of the Year justru terjebak dalam berbagai konflik klise bertemakan from zero to hero yang kemudian gagal untuk dikembangkan secara menarik.
Jalan cerita Battle of the Year sendiri dimulai ketika seorang pengusaha kaya yang dahulunya merupakan seorang b-boy – sebutan bagi para penari breakdance, Dante Graham (Laz Alonso), merasa prihatin melihat fakta bahwa breakdance yang terlahir di Amerika Serikat kini tidak lagi digemari oleh kaum muda di negara tersebut dan justru menjadi sebuah fenomena budaya di negara-negara asing lainnya. Kenyataan pahit tersebut semakin terbukti dengan kegagalan demi kegagalan dari tim tari breakdance Amerika Serikat di ajang kompetisi tari tahunan Battle of the Year. Tidak mau hal itu terus berlanjut, Dante memutuskan untuk membentuk sebuah tim tari breakdance unggulan yang ia harapkan akan mampu membawa supremasi tertinggi di dunia tari breakdance tersebut kembali ke tanah Amerika Serikat.
Untuk mewujudkan rencananya, Dante merekrut sahabatnya, seorang mantan pelatih bola basket – weird, huh? – bernama Jason Blake (Josh Holloway). Jason adalah sosok yang tangguh dan telah terbukti memiliki kemampuan yang tinggi dalam melatih setiap anak didiknya. Namun, sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa anak dan istrinya di masa lalu membuat kehidupan Jason kini berada dalam sebuah kekacauan. Tetap saja, Dante percaya bahwa Jason mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya dan sekaligus melatih sekelompok b-boy untuk menjadi penari breakdance dengan kemampuan profesional yang dapat dilaga pada ajang kompetisi bertaraf internasional. Jelas bukanlah hal yang mudah, khususnya ketika berhadapan dengan setiap ego dari para b-boy yang sepertinya selalu membawa masalah dalam tim breakdance yang sedang dikelola Jason. Meskipun begitu, secara perlahan, Jason mampu menyatukan para b-boy tersebut dan membentuk sebuah tim breakdance yang solid.
Sebenarnya, meskipun dengan formula penceritaan yang cenderung klise, Battle of the Year dapat saja diolah menjadi sebuah tayangan yang begitu menghibur, khususnya dengan tambahan adegan-adegan tari breakdance yang memang dimaksudkan menjadi menu pembeda film ini dengan film-film. Sayangnya, tak satupun elemen penceritaan dari Battle of the Year mampu hadir dalam kualitas yang mumpuni. Naskah cerita garapan Brin Hill dan Chris Parker jelas terasa malas untuk mengeksplorasi formula kisah standar yang mereka miliki. Tidak mengherankan jika kemudian presentasi Battle of the Year hanyalah diisi rangkaian konflik demi konflik yang datang dan menghilang tanpa pernah mampu tergali dengan baik. Ditambah dengan kehadiran dialog-dialog yang terlalu-berusaha-inspiratif-dan-kemudian-malah-berakhir-terdengar-menggelikan penonton sama sekali tidak pernah diberikan kesempatan untuk benar-benar mampu merasa tertarik dan terlibat dalam jalan penceritaan film ini.
Kedataran penceritaan juga dipengaruhi oleh dangkalnya penggambaran dari setiap karakter yang hadir dalam jalan cerita. Meskipun menempatkan premis from zero to hero sebagai landasan utama penceritaannya, tak ada satupun karakter yang ada dalam film ini yang mampu benar-benar ditempatkan sebagai sosok hero yang berhasil menangkap perhatian penonton untuk terus mendukung kisah perjuangannya. Dangkalnya karakter-karakter yang hadir dalam jalan cerita Battle of the Year juga semakin diperparah dengan penampilan akting para pemerannya yang, sejujurnya, terlihat sama sekali tidak berminat untuk memerankan setiap karakter yang mereka perankan. Sebagai sebuah film yang memanfaatkan tema tarian, Battle of the Year juga tidak terasa istimewa dalam penyajian koreografi-koreografi tarinya. Medioker malah.
Tentu saja rasanya tidak salah juga untuk membebankan kesalahan pada arahan sutradara Benson Lee terhadap jalan cerita film ini. Walau berhasil menarik minat kritikus film dengan film dokumenternya, namun sepertinya Lee masih belum memiliki kemampuan yang tepat untuk mengarahkan sebuah jalan cerita panjang. Dalam banyak bagian penceritaan, Lee terasa begitu kesulitan untuk menemukan ritme penceritaan yang tepat untuk Battle of the Year. Lee menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membangun fondasi cerita di satu jam awal cerita Battle of the Year namun kemudian terasa begitu terburu-buru dalam menyelesaikannya dalam sisi perjalanan durasi film ini. Kekacauan ritme penceritaan inilah yang kemudian membuat Battle of the Year juga begitu minim dalam menghadirkan sisi emosional ceritanya.
Jelas tidak akan ada seorangpun yang mengharapkan Battle of the Year akan menjadi sebuah sajian dengan kualitas film-film yang mampu bertarung di ajang penghargaan film dunia. Battle of the Year murni diproduksi sebagai sebuah film yang mampu memberikan hiburan sesaat bagi mereka yang menyaksikannya. Sayangnya, kualitas cerita serta pengarahan yang lemah membuat film ini sama sekali gagal untuk tampil baik maupun menghibur penontonnya – termasuk dalam menyajikan koreografi tari yang seharusnya menjadi sajian utama film. Kualitas yang jauh dari mengesankan tersebut masih ditambah lagi dengan minimnya chemistry yang terbentuk antara para pemeran film yang juga terlihat sama sekali tidak mampu untuk menghidupkan peran mereka. Secara keseluruhan, Battle of the Year adalah sebuah presentasi yang lemah dari berbagai sisi penyajiannya.
Rating :