Diadaptasi dari buku berjudul The Iceman: The True Story of a Cold-Blooded Killer karya Anthony Bruno dan film dokumenter karya James Thebaut yang berjudul The Iceman Tapes: Conversations with a Killer, film arahan sutradara Ariel Vromen ini menceritakan kisah nyata mengenai seorang pembunuh bayaran asal Amerika Serikat, Richard Kuklinski. Meskipun ia hanya didakwa untuk lima kasus pembunuhan pada tahun 1988, Kuklinski sendiri mengaku bahwa ia telah membunuh sebanyak 100 hingga 250 orang sepanjang karirnya sebagai seorang pembunuh bayaran dari tahun 1948 hingga 1986. Yang lebih mengesankan, di saat yang bersamaan, Kuklinski juga mampu membangun sebuah keluarga yang bahagia dengan seorang istri dan dua orang puteri. Dua kehidupan yang saling bertolak belakang namun mampu berjalan beriringan. Hingga Kuklinski berhasil diringkus oleh pihak kepolisian, tentu saja. Sebuah kisah kriminal yang cukup mengagumkan, bukan?
Untuk versi filmnya sendiri, karakter Richard Kuklinski diperankan oleh Michael Shannon. Kuklinski sendiri awalnya dikisahkan bekerja di industri film pornografi. Perjumpaannya dengan seorang pemimpin kelompok mafia, Roy DeMeo (Ray Liotta), kemudian secara perlahan mulai mengubah kehidupannya. Melihat karakteristik Kuklinski yang selalu tenang dan hampir tidak memiliki emosi apapun, Roy DeMeo lantas memintanya untuk menjadi salah satu kaki tangannya dan bekerja sebagai seorang pembunuh bayaran. Walau awalnya dipenuhi dengan rasa keraguan, Kuklinski akhirnya menerima pekerjaan tersebut. Tidak lama berselang, berkat segala tugas yang selalu mampu ditanganinya dengan baik, Kuklinski segera menjadi salah satu orang kepercayaan dari Roy DeMeo.
Dalam kehidupan pribadinya sendiri, Kuklinski sedang mencoba untuk menjalin rumah tangga dengan seorang wanita cantik bernama Deborah (Winona Ryder). Bersama dengan Deborah, Kuklinski kemudian memiliki dua puteri, Anabel (McKaley Miller) dan Betsy (Megan Sherrill). Terlepas dari berbagai tindakan kriminalnya, Kuklinski begitu menyayangi istri dan kedua puterinya serta menganggap keluarganya sebagai satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki. Namun, sekuat apapun usaha Kuklinski untuk memisahkan urusan pribadi dan profesionalnya, kedua sisi kehidupan tersebut kemudian mulai bertabrakan satu sama lain yang akhirnya membuat nyawa Kuklinski dan keluarganya sering berada di bawah ancaman kematian.
Sayangnya, meskipun kisah nyata dari karakter Richard Kuklinski memiliki banyak sisi penceritaan yang begitu menarik, naskah cerita arahan Ariel Vromen dan Morgan Land sama sekali tidak pernah benar-benar mampu menggali berbagai potensi cerita tersebut dengan baik. Vromen dan Land terasa terlalu tenggelam dalam usaha merunutkan berbagai insiden yang terjadi dalam kehidupan sang karakter utama dan orang-orang yang berada di sekitarnya sehingga lupa untuk memberikan jiwa bagi karakter-karakter tersebut. Pemaksaan untuk menyajikan berbagai sisi kehidupan karakter Richard Kuklinsi tanpa pernah benar-benar mampu menanganinya dengan baik juga terasa pada beberapa plot cerita dan konflik yang hadir dan menghilang begitu saja. Lihat bagaimana The Iceman menghadirkan karakter adik dari Richard Kuklinski, Joseph (Stephen Dorff), pada satu adegan tanpa pernah kemudian memberikan penggalian mendalam pada hubungan karakter Richard dan Joseph maupun latar belakang keluarga mereka. Atau di satu adegan ketika karakter Deborah tiba-tiba mengetahui kalau pekerjaan karakter suaminya tidaklah seperti yang ia ceritakan selama ini. Atau konflik suami istri yang terjadi antara kedua karakter tersebut. Timbul dan tenggelam begitu saja.
Untungnya, Vromen mendapatkan jajaran pengisi departemen akting yang benar-benar mampu menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan dengan sempurna. Di garda terdepan departemen akting, aktor watak Michael Shannon berhasil memberikan gambaran yang kuat atas sosok seorang pria yang memiliki dua kehidupan yang saling bertolak belakang. Atas akting Shannon yang meyakinkan, penonton akan dapat merasakan betapa dingin dan mengerikannya karakter Richard Kuklinski ketika ia sedang hidup dalam profesinya sebagai seorang pembunuh bayaran namun juga dapat merasakan hangatnya karakter tersebut ketika ia sedang berada di lingkungan keluarga yang mencintainya. Shannon is killing the role in the most spectacular way!
Para pemeran pendukung yang hadir di sekitar Shannon juga mampu memperkokoh kualitas departemen akting film ini – meskipun pemilihan beberapa pemeran terasa begitu acak. Lihat bagaimana Chris Evans yang berperan sebagai seorang pembunuh bayaran dengan penampilan yang urakan. Atau David Schwimmer yang tampil hampir tidak dikenali sebagai sosok Josh Rosenthal. Yang paling mengejutkan, tentu saja, kehadiran singkat James Franco yang benar-benar… well… singkat dan mengejutkan. Winona Ryder, Ray Liotta serta Robert Davi juga memberikan penampilan pendukung yang begitu mengesankan. The Iceman juga terlihat begitu meyakinkan dari kualitas produksinya. Tata sinematografi serta tata busana dan kostum mampu memberikan atmosfer masa lalu yang begitu kental di sepanjang presentasi film ini.
Terlepas dari naskah cerita yang kurang begitu mampu menangkap berbagai esensi penceritaan yang lebih kuat dari rangkaian kisah hidup yang begitu menarik dari sosok Richard Kuklinski, The Iceman harus diakui tetap berhasil bercerita dengan cukup lancar berkat penampilan fantastis dari Michael Shannon serta jajaran pengisi departemen akting film ini. Seandainya Ariel Vromen dan Morgan Land mampu memberikan penggalian yang lebih dalam terhadap kisah karakter Richard Kuklinski dalam film ini, mungkin The Iceman akan dapat menceritakan pertarungan emosional sang karakter utamanya dengan lebih meyakinkan sekaligus mampu membuat penonton terkoneksi dengan sisi emosional tersebut. Tidak buruk namun jelas seharusnya dapat tampil lebih kuat lagi.
Rating :