Eye in the Sky (2007), debut penyutradaraan Yau Nai-Hoi yang biasa menulis skrip untuk Johnny To, mendapat pujian sebagai thriller cerdas yang menegangkan. Namun, film juga dikritik karena dianggap kurang memiliki kreatifitas untuk menggali ceritanya lebih dalam dan juga terlalu singkat (film memiliki durasi sepanjang 90 menit).
Apakah karena untuk menjawab tantangan tersebut, maka sineas Korea Selatan berinisiatif me-remake film yang dibintangi oleh Simon Yam dan Tony Leung Kafai tersebut? Maka hadirlah Cold Eyes yang longer and deeper yet still retain intensity and sheer edginess as smart thriller.
Cold Eyes yang diarahkan oleh duo Jo Ui-seok dan Kim Byung-seo ini mempertegas kesan jika perfilman Korea Selatan semakin bergerak menuju kemajuan, baik dari segi teknis maupun inovasi cerita. Menggabungkan antara thriller yang menegangkan dengan drama yang mengikat, Cold Eyes dihadirkan dalam plot yang berliku namun artikulatif, sehingga tidak terkesan dibuat-buat untuk terlihat njelimet dan pastinya sangat mudah untuk diikuti.
Film dibuka dengan Yoon-ju (Han Hyo-joo, Masquerade), seorang polisi muda yang tengah mendapatkan sebuah “ujian” dari polisi yang lebih senior, Detektif Hwang (Sol Kyung-gu, The Tower, The Spy: Undercover Operation). Yoon-ju memiliki ingatan fotografis 3D yang tentunya akan sangat menguntungkan bagi kesatuan polisi khusus pengawasan dimana Hwang bertugas.
Sementara itu, seorang pria misterius bernama James (Jung Woo-sung, Musa, A Moment to Remember, Reign of Assassins) memimpin sebuah perampokan bank yang berlangsung selama tiga menit saja. Tidak hanya digambarkan memiliki otak yang cemerlang, James juga merupakan seorang pembunuh yang efisien dan terlatih.
Tim polisi dibawah asuhan Detektif Hwang memanfaatkan banyak kamera pengintai yang bertebaran di sudut-sudut Seoul dan berhasil mengintai salah seorang bawahan James. Dari sinilah dimulai permainan kucing-dan-tikus antara Hwang dan James.
Memadukan unsur-unsur caper film dan juga police procedural mungkin sudah biasa. Tapi, bagaimana agar kedua unsur tersebut tidak saling bertabrakan merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Tabik untuk Cold Eyes yang ternyata mampu memadukan keduanya dengan mulus, sehingga tidak ada satu subgenre yang harus terlihat lebih menonjol, melainkan saling mendukung. Lebih istimewanya lagi, Cold Eyes juga berjalan di atas landasan suspense-thriller ala Hitchcock, yang juga dieksekusi dengan mulus.
Meski tanpa latar belakang karakter yang memadai, ternyata film juga mampu menghadirkan drama yang cukup humanis dan menyentuh. Cold Eyes memberi ruang yang besar kepada perkembangan karakter maupun untuk bangunan interaksi yang memadai antar-karakternya. Ini menjadi jeda yang cukup efektif dari ketegangan demi ketegangan yang dihantarkan oleh filmnya. Disamping juga membuat karakter-karaternya terasa lebih manusiawi dan bisa direlasikan secara psikologis, termasuk juga kepada sosok antagonis film, James.
Jung Woo-sung masih menampilkan sosok simpatik seperti yang biasa ditampilkannya, walau ternyata ia cukup mampu untuk menghadirkan karakter misterius yang dingin dan kejam seperti James, tanpa harus terjatuh kepada villain dua dimensi yang karikatural.
Sedang Sol Kyung-gu sebagai seorang aktor senior yang mumpuni, jelas tidak perlu diragukan lagi kapasitasnya dalam memerankan polisi senior simpatik seperti Detektif Hwang. Versatilitas aktingnya dibuktikan saat ia harus menunjukkan sosoknya yang abu-abu, ketimbang menjadi pimpinan yang bijaksana belaka.
Dan Han Hyo-joo juga tampil dengan cukup meyakinkan sebagai polisi rookie yang memiliki kelebihan khusus dan sedikit neurotis. Sebagai seorang perempuan, ia tidak lantas menjadi sosok damsel-in-distress, meski skrip tetap mengizinkan ia untuk menampilkan sisi rapuh. Yoon-ju merupakan sosok dengan determinasi tinggi, mandiri, namun tidak kehilangan sisi emosionilnya.
Tentu saja, sebagai sebuah film Korea Selatan, film juga tak luput dari sisi-sisi emosionil yang mungkin dapat mengundang rasa haru, Patut dipuji niat duo sutradara, Jo Ui-seok dan Kim Byung-seo untuk menghindarkan filmnya dari klise melodrama tear-jeaker, karena momen-momen menyentuh perasaan dihadirkan dengan porsi terbatas namun efektif.
Latar belakang Kim Byung-seo sebagai D.o.P, jelas member kontribusi yang besar dalam sinematografi Cold Eyes. Bersama Yeo Kyung-bo, mereka memberikan lanskap Seoul yang spektakuler dan tidak hanya bertugas sebagai latar, akan tetapi sebuah kanvas yang turut bergerak bersama kisahnya.
Sebagai sebuah film, tentu saja pada beberapa bagian Cold Eyes masih terasa too good to be true, akan tetapi setidaknya ia tidak terjatuh ke lembah larger-than-life yang memarginalkan realisme dalam cara tutur kisahnya.
Yang paling penting, sebagai sebuah thriller, ia jelas memiliki kualitas di atas rata-rata.
Rating :