Meskipun menggunakan nama salah satu wahana permainan popular sebagai judul filmnya, namun sama sekali tidak ada hal yang menyenangkan dari jalan cerita film yang diarahkan oleh Nanang Istiabudi (Bidadari Jakarta, 2010) ini. Sebagaimana Detik Terakhir (2005) yang juga pernah diarahkan oleh Nanang, Merry Go Round: Berputar Atau Keluarmencoba untuk mengeksplorasi kisah hidup mereka yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Bedanya, jika Detik Terakhir – dan kebanyakan film Indonesia bertema sama lainnya, lebih banyak menghabiskan durasi penceritaannya untuk menuturkan bagaimana pengaruh buruk NAPZA pada kehidupan sang pengguna, maka Merry Go Round: Berputar Atau Keluar mencoba untuk memaparkan mengenai bagaimana pengguna NAPZA juga secara perlahan mulai mempengaruhi kehidupan orang-orang yang berada di dekatnya dan bahkan turut menjebak mereka untuk turut larut dalam lingkaran penderitaan yang ia alami.
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Faldin Martha, Merry Go Round: Berputar Atau Keluar berkisah mengenai tiga karakter yang sama-sama terjebak pada kelamnya dunia penyalahgunaan NAPZA: Arman (Reza ‘The Groove), Dewo (Guiliano Marthino Lio), Tasya (Tya Arifin) dan Rama (Dwi AP). Arman dan Dewo adalah dua sahabat yang sama-sama berasal dari keluarga yang cukup berada. Pun begitu, akibat ketergantungan mereka pada NAPZA, Arman dan Dewo seringkali mengambil uang atau mencuri harta orangtua mereka demi mendapatkan barang haram tersebut. Ibu Arman (Dewi Irawan) sendiri telah menyerah dan sama sekali tidak lagi mau memusingkan kondisi puteranya. Namun, tetap saja, ketika Arman ditemukan tewas akibat overdosis, ibunda Arman tetap menjadi sosok yang paling terluka hatinya.
Meninggalnya sang sahabat ternyata tidak memberikan pengaruh apapun pada Dewo. Ia terus menggunakan barang haram tersebut dan berusaha melalui berbagai cara untuk dapat mendapatkannya, termasuk, pada suatu ketika, dengan menjaminkan adiknya Tasya kepada sang bandar NAPZA, Nyonyo (Je Sebastian) dan Nayla (Poppy Sovia). Perbuatan tersebut kemudian lantas mengawali perkenalan Tasya kepada NAPZA dan sempat membuat Tasya turut ketergantungan. Untungnya, Tasya sadar bahwa mengkonsumsi NAPZA hanya akan membunuh dirinya dan dengan segera mungkin memilih untuk memasuki pusat rehabilitasi. Di pusat rehabilitasi tersebut, Tasya bertemu dengan Rama, seorang eksekutif muda yang juga mengenal Arman dan Dewo. Meskipun telah memasuki pusat rehabilitasi, Rama tidak lantas menghentikan kebiasaannya untuk mengkonsumsi NAPZA. Kondisi kedua orangtuanya yang seringkali saling berseteru lantas memberikan celah bagi Rama untuk kembali ke dunia hitam tersebut.
Berbeda dengan kebanyakan film sejenis yang menghadirkan penceritaannya dalam bentuk narasi langsung, Nanang Istiabudi justru menitikberatkan jalan cerita Merry Go Round: Berputar Atau Keluar pada simbolisme dari wahana permainan merry go round sebagai penggambaran mengenai bagaimana para pengguna NAPZA secara perlahan mulai menyeret orang-orang terdekat dalam kehidupan mereka untuk kemudian turut masuk dalam lingkaran maut yang telah mereka bentuk. Di satu sisi, penggunaan simbolisme pada jalan penceritaan Merry Go Round: Berputar Atau Keluar jelas memberikan sebuah sentuhan baru bagi tema cerita yang sebenarnya telah terasa cukup familiar bagi para penonton film Indonesia tersebut. Di sisi lainnya, ketika simbolisme tersebut gagal untuk tereksplorasi dengan baik, penonton tentu saja akan merasakan kebingungan yang mendalam mengenai jalan cerita yang dihadirkan. Sayangnya… poin terakhirlah yang justru terjadi pada Merry Go Round: Berputar Atau Keluar.
Permasalahan terbesar yang terdapat dalam naskah cerita arahan Faldin Martha adalah jalan cerita Merry Go Round: Berputar Atau Keluar terkesan menghadirkan begitu banyak karakter tanpa pernah benar-benar mampu untuk memberikan porsi penceritaan yang kuat bagi masing-masing karakter. Akibatnya, banyak konflik cerita yang dihadirkan terkesan saling berbenturan satu sama lain sekaligus menyebabkan kaburnya linimasa penceritaan di banyak bagian cerita. Tumpukan konflik yang hadir dalam Merry Go Round: Berputar Atau Keluar juga seringkali membuat film ini terkesan begitu bertele-tele dalam bercerita, khususnya ketika Nanang Istiabudi menghadirkannya dalam ritme penceritaan yang terlalu lamban. Cukup melelahkan untuk diikuti.
Meskipun hadir dengan penulisan dan eksekusi cerita yang cukup berantakan – jika tidak ingin disebut sebagai lemah,Merry Go Round: Berputar Atau Keluar hadir dengan penampilan akting yang cukup kuat dari jajaran pengisi departemen aktingnya. Para pemeran film, khususnya Tya Arifin, Dewi Irawan, Ray Sahetapy, Keke Soeryo dan Reza ‘The Groove’ – yang hadir dalam porsi singkat namun cukup memberikan kesan mendalam, berhasil menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan dengan baik. Kualitas tata produksi film juga tampil tidak mengecewakan meskipun sama sekali masih belum dapat dianggap sebagai sebuah kualitas yang istimewa.
Penggunaan wahana permainan merry go round sebagai simbol untuk menggambarkan kehidupan para pengguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif jelas memberikan warna tersendiri bagi tema penceritaan Merry Go Round: Berputar Atau Keluar yang jelas telah terasa cukup familiar bagi para penonton film Indonesia. Sayangnya, eksplorasi yang terasa dangkal terhadap jalan cerita serta karakter-karakter yang ada di dalamnya seringkali membuat film ini terasa cukup melelahkan untuk diikuti. Bukan sebuah karya yang buruk. Namun dengan eksekusi yang lebih tegas dan padat, Merry Go Round: Berputar Atau Keluar jelas akan mampu tampil bercerita dengan lebih baik lagi.
Rating :