Review

Info
Studio : Batavia Pictures/Castle Production
Genre : Animation
Director : Heri Kiswanto
Producer : Lucki Lukman Hakim, Genesis Timotius, Maria Tjhin
Starring :

Senin, 28 Oktober 2013 - 16:14:50 WIB
Flick Review : Petualangan Si Adi
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 2789 kali


Setelah merilis dua seri film animasi Paddle Pop Begins: Petualangan Singa Pemberani (2012 – 2013) yang cukup mampu menarik perhatian penonton film Indonesia, Batavia Pictures kembali hadir dengan film animasi terbaru mereka,Petualangan Si Adi. Berbeda dengan dua film sebelumnya, Petualangan Si Adi diproduksi dengan partisipasi 50 pelajar terpilih yang berasal dari 10 Sekolah Menengah Kejuruan se-Indonesia yang bertujuan untuk memajukan industri perfilman Indonesia yang kompetitif sekaligus memberi ruang kreasi yang benar-benar nyata dan luas bagi para siswa SMK. Hasilnya? Secara tampilan visual, Petualangan Si Adi harus diakui cukup mengesankan – meskipun jelas masih belum dapat disandingkan dengan film-film animasi produksi luar negeri. Sayangnya, dengan dukungan kualitas cerita yang begitu lemah, Petualangan Si Adi menjadi cukup sulit untuk benar-benar dapat dinikmati, termasuk oleh para penonton muda yang menjadi sasaran utama dari perilisan film ini.

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Ardian Elkana, Boy Wahyudi dan Melly, Petualangan Si Adi memulai perjalanan kisahnya ketika karakter utama film ini, seorang pelajar SMK bernama Adi, menerima wasiat dari kakeknya, Kakek Sumbo, yang baru saja meninggal dunia. Dalam wasiat tersebut, Kakek Sumbo mewariskan sebuah robot bernama B10 kepada Adi guna melindunginya dari berbagai bahaya yang dapat saja mengancamnya kapan saja. Tidak hanya itu, Kakek Sumbo juga memberikan tugas kepada Adi untuk mengumpulkan sembilan pusaka miliknya yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Sembilan pusaka itu sendiri masing-masing memiliki kelebihan yang dapat memberikan pemiliknya sebuah kekuatan yang tidak terkalahkan. Segera, Adi pun memulai petualangannya untuk memenuhi wasiat dari sang kakek.

Sejujurnya, setelah menyaksikan dua seri Paddle Pop Begins: Petualangan Singa Pemberani dan Petualangan Si Adi, masalah terbesar yang dimiliki oleh film animasi sama sekali tidak terletak dari kemampuan para pembuatnya untuk menghasilkan tampilan visual yang mumpuni dalam memberikan kesan hidup dan nyata pada karakter-karakter maupun jalan cerita yang mereka hadirkan. Meskipun masih jauh dari kualitas film-film animasi asing yang banyak dirilis di layar bioskop Indonesia, film-film animasi produksi anak negeri telah mampu berkembang dengan cukup pesat dan berhasil menghadirkan tampilan visual yang cukup baik. Dan meskipun penggunaan 3D dalam Petualangan Si Adi seringkali hanya terasa sebagai gimmick belaka – tanpa pernah benar-benar mampu terasa esensinya pada jalan cerita yang disajikan, beberapa adegan yang memanfaatkan teknologi visual tersebut tetap saja mampu disajikan dengan cukup baik.

Lalu apa yang menjadi masalah terbesar dari Petualangan Si Adi? Masalah serupa yang juga sering didapati pada kebanyakan film Indonesia yang pangsa pasarnya berorientasi pada para penonton muda: naskah cerita yang benar-benar terbatas pengembangannya. Naskah cerita arahan Ardian Elkana, Boy Wahyudi dan Melly sebenarnya memiliki premis yang cukup sederhana dan telah familiar. Namun, entah karena ingin menghemat bujet produksi atau menganggap bahwa kesinambungan cerita tidak begitu dibutuhkan bagi sebuah film yang hanya akan ditonton oleh mereka yang belum benar-benar dewasa, Petualangan Si Adi kemudian dihadirkan dengan kualitas penceritaan yang begitu rendah. Banyak konflik serta karakter datang dan pergi begitu saja tanpa pernah diberikan penggalian yang mendalam. Bahkan, pada paruh ketiga penceritaan, Petualangan Si Adi serasa begitu diburu-buru dalam penceritaannya yang membuat film ini terasa semakin kehilangan arah dalam bercerita. Keputusan untuk mengakhiri begitu saja penceritaan film, yang diakibatkan oleh rencana untuk melanjutkan kisah film ini dalam sebuah sekuel di masa yang akan datang, juga dilakukan dengan secara tiba-tiba dan sangat mengganggu.

Masalah juga dapat ditemukan pada kemampuan para pengisi suara untuk menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan. Para pengisi suara dari setiap karakter di dalam jalan cerita Petualangan Si Adi terasa hanya menjalankan tugas mereka untuk melafalkan setiap dialog yang diberikan kepada mereka tanpa pernah benar-benar berusaha untuk membuat dialog yang mereka hadirkan terasa nyata. Kondisi ini jelas kemudian membuat jalan cerita Petualangan Si Adikehilangan sentuhan emosionalnya, khususnya pada adegan-adegan yang sebenarnya berusaha menorehkan alur kisah mengenai persahabatan maupun kekeluargaan antar para karakternya.

Well… semangat Batavia Pictures, Castle Production serta para pelajar SMK yang turut membantu pembuatanPetualangan Si Adi dalam berusaha untuk membangkitkan film animasi di industri film Indonesia jelas layak untuk diberikan nilai tersendiri. Pun begitu, layaknya sebagai sebuah film, film animasi jelas tidak hanya membutuhkan tampilan kualitas produksi yang memikat untuk mampu tampil menarik. Petualangan Si Adi sebenarnya telah cukup berhasil dalam tampilan visual yang tidak buruk. Namun, sayangnya, kualitas penceritaan film ini benar-benar terasa kerdil dan sangat mengecewakan. Hasilnya, Petualangan Si Adi tampil begitu dangkal dalam bercerita dan jauh dari kesan menarik dalam 92 menit presentasi ceritanya.

 

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.