Review

Info
Studio : E-Motion Entertainment/Oneuser Group
Genre : Drama
Director : Monty Tiwa
Producer : Didi Mukti, Sumarsono, Nurmi Pandit
Starring : Ashanty Hermansyah, Aurel Hermansyah, Dwi Sasono, Mario Irwinsyah, Ridwan Abdul Ghany

Sabtu, 19 Oktober 2013 - 20:24:05 WIB
Flick Review : Romantini
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3407 kali


Dengan naskah yang ditulis oleh sang sutradara, Monty Tiwa, bersama dengan Ivander Tedjasukmana dan Sumarsono, Romantini menawarkan sebuah jalinan kisah yang jelas telah begitu terasa familiar akibat berulangkali dituturkan dalam berbagai film Indonesia: kisah sesosok karakter yang harus mengubur impian besarnya di masa lampau dan berusaha untuk tetap kuat dalam menghadapi berbagai tantangan hidup dalam kesehariannya demi kehidupan yang lebih baik lagi bagi orang yang disayanginya. Klise. Walaupun begitu, Monty Tiwa jelas bukanlah nama yang dapat dianggap sebelah mata. Deretan filmografinya seperti Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2007), Barbi3 (2008), Wakil Rakyat (2009) maupun Kalau Cinta Jangan Cengeng (2009) mampu membuktikan bahwa Monty memiliki kemampuan kuat untuk mengolah sebuah cerita yang mungkin dianggap banyak orang sebagai sebuah cerita berkualitas kacangan. Romantini sekali lagi membuktikan kemampuan Monty tersebut. Dengan dukungan penampilan akting yang cukup kuat dari para pengisi departemen aktingnya, Monty mampu mengolah Romantini menjadi sebuah drama yang cukup kuat dalam bercerita.

Jalan cerita Romantini sendiri berkisah mengenai Kartini (Ashanty Hermansyah), seorang mantan penyanyi organ tunggal keliling yang cukup terkenal di desanya yang bermimpi untuk menjadi seorang penyanyi terkenal. Mimpi tersebut kemudian ia bawa ke Jakarta bersama suaminya, seorang supir bus antar kota bernama Rahman (Dwi Sasono). Sayang, empat belas tahun kemudian, mimpi Kartini sama sekali tidak pernah menyentuh kenyataan. Hidupnya bersama Rahman bahkan semakin memburuk ketika Rahman kehilangan pekerjaannya dan lebih memilih untuk mabuk-mabukan daripada berusaha untuk mencari pekerjaan baru. Namun, Kartini tidak menyerah begitu saja. Demi puteri tunggalnya, Pelangi (Aurel Hermansyah), Kartini rela banting tulang agar sang puteri memiliki kehidupan yang lebih baik darinya.

Usaha tersebut dilakukan Kartini dengan menjadi seorang buruh cuci untuk para penghuni rumah susun tempat dirinya tinggal pada siang hari sekaligus menjadi seorang pemandu lagu di sebuah klub karaoke di malam harinya. Jelas sebuah rutinitas yang sangat menyiksa fisik. Secara perlahan, Kartini mulai mampu mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya sehari-hari. Walaupun telah bekerja dengan demikian keras, Rahman ternyata masih tega untuk mengambil seluruh penghasilan Kartini demi kepentingan dirinya sendiri. Hasilnya, kini Kartini dan keluarganya tidak memiliki sepeser uangpun untuk membayar kontrakan rumah. Kartini kembali dituntut untuk bekerja lebih keras lagi untuk melindungi Pelangi.

Sama sekali tidak ada yang baru yang ditawarkan oleh jalan penceritaan Romantini. Deretan konflik yang harus dihadapi oleh sang karakter utama dalam film ini jelas merupakan konflik-konflik umum  yang biasa terdapat dalam film-film Indonesia sejenis. Meskipun begitu, adalah kemampuan Monty Tiwa untuk merangkum jalinan kisah yang terkesan klise tersebut dalam sebuah nada dan alur penceritaan yang tepat yang kemudian mampu membuat Romantini jauh dari kesan sebagai sebuah penceritaan yang buruk. Penonton dapat dengan mudah menebak kemana arah penceritaan akan bergerak dan tetap merasa tertarik untuk mengikuti bagaimana akhir kisah dari setiap karakter yang ada di dalam jalan cerita. Sederhana namun tetap mengikat.

Ashanty Hermansyah, secara mengejutkan, juga mampu melumpuhkan keraguan setiap orang atas penampilan akting layar lebar perdananya. Memerankan Kartini, Ashanty mampu dengan mudah menyelami karakternya sekaligus memberikan sebuah penampilan yang dapat dengan mudah terhubung secara emosional. Meskipun masih kaku dalam beberapa adegan, termasuk kurangnya chemistry dengan beberapa lawan main, penampilan Aurel Hermansyah juga sama sekali tidak buruk. Penampilan lain dari Dwi Sasono dan Mario Irwinsyah – yang karakternya, sayangnya, disajikan dengan penggalian yang begitu terbatas, juga semakin memperkuat kualitas departemen akting Romantini. Kualitas teknikal film juga mampu dihadirkan secara memuaskan. Kecuali pada beberapa bagian dimana lagu pengiring adegan terkesan dipaksakan untuk hadir, departemen suara dan musik mampu tampil mengiringi setiap adegan film dengan baik.

Terlepas dari struktur cerita yang terasa klise serta beberapa karakter dan konflik yang kurang begitu dapat tergali dengan baik, Monty Tiwa mampu mengeksplorasi setiap sudut cerita Romantini dengan cukup baik. Penggunaan alur sederhana dalam menuturkan kisah film juga membuat Romantini terasa nyaman untuk diikuti. Selain itu, kualitas apik penampilan jajaran pengisi departemen akting film ini, khususnya penampilan dari Ashanty Hermansyah dan Dwi Sasono, semakin melengkapi keunggulan Romantini dari film-film sejenis lainnya. Bukan sebuah suguhan yang istimewa, namun Romantini jelas bukanlah sebuah sajian drama sederhana yang mengecewakan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.