Anda mungkin masih belum familiar dengan nama Brad Furman. Namun, film kedua yang ia arahkan pada tahun 2008, The Lincoln Lawyer, berhasil mencuri perhatian para penikmat film ketika film tersebut mampu meraih kesuksesan komersial yang cukup mengesankan, mendapatkan pujian luas dari kalangan kritikus film dunia sekaligus memberikan nafas baru bagi karir Matthew McConaughey yang pada saat itu telah terlanjur terjebak dengan imej aktor yang memiliki spesialisasi film-film drama komedi romantis. Singkatnya, keberhasilan Furman dalam menggarap The Lincoln Lawyer jelas menjanjikan sebuah masa depan yang cukup cerah bagi sutradara asal Amerika Serikat tersebut. But then… Runner Runner comes along…
Jika diperhatikan dengan seksama, Runner Runner sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa kuat untuk tampil kuat. Selain dari jajaran pemerannya yang diisi dengan nama-nama aktor yang sedang berada di puncak popularitasnya saat ini – Ben Affleck yang baru meraih Academy Awards untuk film yang ia arahkan, Argo (2012), Justin Timberlake yang karir aktingnya terlihat semakin meyakinkan setelah The Social Network (2010), Bad Teacher (2011) dan Friends with Benefits (2011) serta Gemma Arterton yang terus menampilkan penampilan akting yang impresif, Runner Runner juga hadir dengan naskah cerita yang ditulis oleh duo Brian Koppelman dan David Levien – duo penulis naskah yang sebelumnya pernah menghasilkan film-film yang juga bertema tentang dunia perjudian seperti Rounders (1998) dan Ocean’s Thirteen (2007). Sayangnya, kecuali pengarahan Furman dan kemampuan Affleck untuk menghidupkan karakternya, sama sekali tidak ada formula yang benar-benar bekerja untuk dapat membuat Runner Runner menjadi sebuah crime thriler yang efektif.
Runner Runner sendiri berkisah tentang seorang mahasiswa Princeton bernama Richie Furst (Timberlake). Richie adalah seorang mahasiswa cerdas yang dahulu pernah memiliki karir cemerlang dan penghasilan yang besar ketika dirinya bekerja di Wall Street. Namun… kesuksesan itu telah lama menghilang. Karena hal tersebut, Richie kini membiayai biaya kuliahnya dengan mempromosikan situs-situs judi online kepada teman-temannya dimana Richie kemudian menerima bayaran dari situs-situs perjudian tersebut. Setelah dekan kampusnya mengancam akan mengeluarkan Richie akibat aktivitas perjudian yang dilakukannya, Richie kemudian memilih jalan cepat untuk mendapatkan uang: dengan berjudi di salah satu situs perjudian online yang direkomendasikannya. Hasilnya? Richie kalah besar dan harus kehilangan seluruh uang yang selama ini ia tabung untuk biaya kuliahnya.
Tidak mau menerima kekalahannya begitu saja, Richie lalu menganalisa permainan judi yang baru saja ia ikuti. Dari hasil analisa tersebut, Richie mengetahui bahwa situs judi tersebut telah mencurangi seluruh pemainnya. Berniat untuk merebut kembali uang tabungannya yang telah hilang, Richie kemudian memutuskan untuk berangkat ke Costa Rica dan menemui Ivan Block (Affleck) yang merupakan pemilik situs judi online terbesar di dunia, termasuk situs judi tempat Richie menghabiskan uangnya. Walau pada awalnya Ivan bersikeras untuk tidak menemui Richie, namun kecerdasan Richie dalam menganalisa situs judi yang ia miliki akhirnya menarik perhatian Ivan. Tidak hanya Ivan bersedia untuk mengembalikan seluruh uang Richie, Ivan juga menawarkan pekerjaan di perusahaan judinya kepada Richie. Dengan bayaran yang sangat besar, Richie jelas tidak menolak pekerjaan tersebut. Awalnya, pekerjaan yang diberikan Ivan terkesan begitu mudah untuk dijalani Richie. Namun, seperti yang dapat ditebak, Richie mulai mencium ada ketidakberesan dalam perusahaan Ivan yang akhirnya, secara perlahan, turut menjerat Richie dan dapat saja menghancurkan kehidupannya.
Dengan seluruh potensi yang dimiliki oleh Runner Runner, jelas adalah sangat mengherankan untuk menyaksikan bahwa film ini hadir dengan kualitas yang terasa begitu membosankan. Sebagai penulis naskah yang sebelumnya telah pernah bergelut di tema penceritaan yang sama, Brian Koppelman dan David Levien justru seperti terlihat kebingungan untuk menyusun jalan cerita yang ingin mereka hadirkan pada penonton. Untuk sebuah film yang menawarkan kisah tentang dunia perjudian, Runner Runner sama sekali tidak pernah membiarkan penontonnya untuk benar-benar masuk ke dunia tersebut. Hasilnya, dunia judi terkesan hanyalah menjadi sebuah latar belakang cerita tanpa pernah mampu dikembangkan dengan baik. Hal yang sama juga terjadi pada karakter-karakter yang dihadirkan dalam film ini. Koppelman dan Levien menghadirkan banyak karakter pendukung yang gagal untuk mendapatkan porsi penceritaan yang layak sehingga kemunculan mereka seringkali justru menambah kebingungan penonton dalam mengikuti jalan cerita film ini.
Dengan lemahnya penggalian setiap karakter adalah sama sekali tidak mengejutkan untuk menyaksikan para pengisi departemen akting film ini terlihat tampil dalam kapasitas akting kelas dua. Justin Timberlake dan Gemma Arterton tampil begitu datar dengan tanpa adanya kehadiran jalinan chemistry antara keduanya. Begitu juga Anthony Mackie yang begitu tersia-siakan dengan karakter yang sangat dangkal kehadirannya di dalam jalan cerita. Hanya Ben Affleck yang mampu tampil lugas dalam menghidupkan karakternya. Didukung dengan karakterisasi peran yang cukup berwarna, Affleck dengan mudah mengeksekusi karakternya dan membuat setiap adegan menjadi terasa lebih hidup setiap karakternya hadir dalam penceritaan. Pemilihan alur penceritaan yang cepat dari Brad Furman juga harus diakui mendukung Runner Runner untuk terhindar menjadi sebuah karya yang benar-benar berantakan. Namun, tetap saja, keberhasilan Affleck dalam menghidupkan karakternya dan Furman dalam menjaga alur cerita film ini tidak begitu saja dapat membuat perjalanan menyimak 91 menit durasi Runner Runner menjadi lebih baik.
Sekilas, Runner Runner akan mengingatkan banyak penonton pada The Tourist (2010): deretan pemeran dengan penampilan fisik menarik tampil dalam sebuah jalan cerita yang memiliki premis untuk tampil menegangkan serta dengan latar belakang lokasi penceritaan di sebuah wilayah yang begitu eksotis. Sayangnya, kualitas Runner Runner juga tidak lebih baik dari The Tourist. Naskah cerita arahan Brian Koppelman dan David Levien tampil begitu berantakan di berbagai sudut penceritaannya, mulai dari pembangunan konflik hingga penggalian setiap karakter. Arahan Furman yang mendorong jalan cerita Runner Runner untuk hadir dalam tempo penceritaan yang relatif cepat lumayan cukup membantu. Walaupun begitu, kegagalannya dalam mengeluarkan kemampuan akting terbaik dari para jajaran pemeran filmnya serta eksekusi penceritaan yang terasa begitu medioker membuat Runner Runner hadir begitu monoton dan sangat, sangat membosankan.
Rating :