Review

Info
Studio : Buffalo Gal Pictures/Gold Circle Films/The Safran Company
Genre : Horror, Thriller
Director : David Brooks
Producer : Paul Brooks, Peter Safran
Starring : Brian Geraghty, Alice Eve, Josh Peck, Mike O’Brien, Robert Huculak

Rabu, 02 Oktober 2013 - 23:00:28 WIB
Flick Review : ATM
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3504 kali


Di tahun 2009, nama Chris Sparling mulai dikenal Hollywood setelah naskah cerita yang ia tulis, Buried, berhasil masuk dalam daftar The Black List – sebuah daftar naskah cerita film terbaik yang belum diproduksi hasil pilihan para produser film Hollywood. Seperti halnya naskah cerita The Social Network (2010), Take this Waltz (2011) dan Cedar Rapids (2011) yang juga berada di daftar tersebut, Buried lantas menarik minat banyak pihak sebelum akhirnya diproduksi dengan Rodrigo Cortés berada di kursi penyutradaraan dan Ryan Reynolds sebagai bintang utamanya. Film yang berkisah mengenai usaha seorang warga sipil Amerika Serikat yang bekerja di Irak untuk bertahan hidup setelah menemukan dirinya terkubur hidup-hidup di sebuah lokasi yang tidak diketahui keberadaannya tersebut lantas berhasil meraih sukses besar, baik secara kritikal maupun secara komersil, termasuk memberikan Sparling sebuah penghargaan Best Original Screenplay dari National Board of Review Awards di tahun 2010.

Seperti halnya Psy yang melanjutkan sukses Gangnam Style dengan merilis lagu berjudul Gentleman yang bernada hampir serupa, Sparling lantas melanjutkan kiprah penulisan naskahnya dengan ATM yang seperti halnya Buried berkisah mengenai sekelompok karakter yang terjebak di satu lokasi di sepanjang penceritaan film dan berusaha bertahan hidup dari sosok karakter lain yang mengancam nyawa mereka. Sayangnya, ATM tampil sama sekali tanpa segala daya tarik yang dimiliki oleh Buried. Begitu dangkal sehingga naskah cerita ATM terasa bagai memiliki struktur penceritaan sebuah film pendek yang kemudian dieksekusi sebagai sebuah film berdurasi 90 menit.

Diarahkan oleh David Brooks, ATM memulai kisahnya dengan sebuah pesta Natal yang dihadiri oleh dua sahabat, David Hargrove (Brian Geraghty) dan Corey Thompson (Josh Peck). Di pesta tersebut, Corey memberitahu David bahwa gadis yang ia sukai selama ini, Emily Brandt (Alice Eve), akan keluar dari pekerjaannya dan pesta Natal tersebut mungkin akan menjadi kali terakhir David dapat melihat Emily. Karena hal itu pula, Corey lantas memaksa David untuk dapat mengajak Emily pergi berkencan – sebuah hal yang selama ini terasa sulit dilakukan David karena takut mendapatkan penolakan. Setelah berbagai pertimbangan yang ia lakukan, David akhirnya memberanikan diri untuk berbicara pada Emily.

And it works! Emily akhirnya setuju untuk berkencan dengan David. Emily bahkan menerima tawaran David untuk menghantarkannya pulang pada malam itu. Sial, David telah terlebih dahulu berjanji pada Corey untuk juga menghantarkan sahabatnya tersebut pulang. Jadilah malam itu David harus menghantarkan Emily sekaligus Corey. Di tengah perjalanan, Corey meminta David untuk berhenti di anjungan tunai mandiri untuk mengambil uang. Semua berjalan lancar dan biasa hingga tiba-tiba, ketika David, Emily dan Corey berniat kembali ke mobil mereka, sesosok pria berdiri di depan mesin ATM, mengamati pergerakan mereka… sekaligus mencegah ketiganya untuk meninggalkan lokasi tersebut.

Harus diakui, seperti halnya Buried, ATM memiliki liku penceritaan yang cukup sederhana namun begitu menarik jika saja mampu dikelola dengan penggalian karakter yang mendalam serta pengisian deretan konflik yang kuat. Chris Sparling – plus dengan bantuan pengarahan mengagumkan dari sutradara Rodrigo Cortés – mampu melakukan hal tersebut dalam Buried. Sayangnya… Sparling sama sekali gagal untuk mengulang momen-momen keemasan tersebut dalam ATM. Semenjak film ini dimulai, ATM telah terasa begitu menjemukan dengan datarnya penggambaran para karakter, konyolnya dialog-dialog yang dihadirkan hingga konflik utama yang kemudian benar-benar gagal untuk diolah dengan baik. Tidak mengherankan jika di sepanjang 90 menit durasi penceritaannya, ATM sama sekali tidak pernah beranjak dari nada penceritaan yang monoton meskipun telah menghadirkan adegan-adegan yang berusaha memancing hadirnya ketegangan dari penonton.

Walau tidak buruk, namun penampilan akting dari ketiga pemeran utama, Brian Geraghty, Alice Eve dan Josh Peck, jelas jauh dari kesan mampu menghidupkan dan membawa karakter-karakter yang mereka perankan untuk tampil menghipnotis perhatian penonton. Lemahnya penampilan ketiga aktor tersebut memang harus diakui sangat dipengaruhi oleh dangkalnya penggalian karakter yang dilakukan terhadap ketiga karakter yang mereka perankan. Dari teknis produksi, ATM juga tidak menawarkan sesuatu yang istimewa. Pun begitu, tata musik arahan David Buckley dan arahan sinematografi dari Bengt Jonsson cukup mampu memberikan atmosfer thriller pada eksekusi cerita yang terasa berjalan begitu lamban.

Mungkin ATM bukanlah film terburuk yang pernah diproduksi. Walaupun begitu, jelas tidak mungkin dapat menyangkal bahwa film thriller ini jauh dari kesan berhasil untuk memberikan rasa ketegangan pada penontonnya – kecuali rasa ketegangan dari urat leher yang terus berusaha untuk menahan rasa kantuk akibat merasa kebosanan karena menonton film ini. Usaha Chris Sparling untuk mengulang kesuksesan Buried benar-benar gagal akibat ketidakmampuannya untuk mengolah konflik dan karakter yang kuat dari penceritaan serta, tentu saja, pengarahan dari David Brooks yang sama sekali tidak memberikan kontribusi dalam usaha untuk memberikan nyawa lebih pada jalan cerita ATM yang terlanjur hadir begitu datar. Membosankan. Maksimal.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.