Review

Info
Studio : Working Title Films, Imagine Entertainment
Genre : Drama, Sport
Director : Ron Howard
Producer : Ron Howard, Brian Grazer, Andrew Eaton, Eric Fellner, Brian Oliver
Starring : Chris Hemsworth, Daniel Brühl, Olivia Wilde, Alexandra Maria Lara

Selasa, 01 Oktober 2013 - 17:07:35 WIB
Flick Review : Rush
Review oleh : Haris Fadli Pasaribu (@oldeuboi) - Dibaca: 2897 kali


Sepak bola mungkin merupakan olah raga paling populer di bumi, akan tetapi selain tinju, sepertinya balapan mungkin olah raga yang memiliki aspek sinematis yang kuat. Film dokumenter saja seperti "Senna" (2010), karya Asif Kapadia, bisa tampil dengan begitu mendebarkan. Niki Lauda, salah satu legenda Formula One dunia bahkan memuji filem tersebut.

Kini hadir "Rush", sebuah filem fitur yang justru berkisah tentang Lauda, yang telah tiga kali menjuarai balapan F1 dunia. Well, Lauda bukan satu-satunya fokus utama di filem terbaru Ron Howard (Apollo 13, The Da Vinci Code) ini, karena sentra utama kisah adalah persaingannya dengan pembalap urakan asal Inggris, James Hunt.

Lauda (diperankan oleh Daniel Brühl, Goodbye, Lenin!) merupakan sosok cerdas yang sangat kalkulatif dan determinatif. Hunt (Chris Hemsworth, Thor) juga tak kalah determinatif, akan tetapi ia memiliki strategi dan cara yang berbeda dari Lauda. Hunt cenderung mengikuti naluri dan semangatnya dalam melakukan balapan serta sangat menikmati hidup.

Berseting di tahun 70-an, filem berjalan cukup panjang dalam menangkap perjuangan Hunt dan Lauda semasa masih memulai karir hingga persaingan tanpa henti antara keduanya. Disisipkan kisah asmara mereka, dimana Hunt menjalin hubungan dengan seorang model bernama Suzy Miller (Olivia Wilde, Drinking Buddies) dan Lauda  bersama Marlene Knaus (Alexandra Maria Lara, The Downfall).

Sesuai dengan judulnya, maka "Rush" juga akan diisi oleh serangkaian adrenaline rush yang menegangkan. Howard patut dipuji karena mampu menghadirkan sebuah balapan yang mendebarkan dan seru namun tanpa harus terlihat berlebihan atau over-the-top. Realisme yang melandasi adegan balapannya ternyata cukup ampuh dalam mengantarkan keseruan. Ini tentunya berhasil karena Howard mengeri materi yang dikerjakannya dan menghormatinya untuk tetap setia sesuai pakem.

Akan tetapi, "Rush" bukan melulu berbicara tentang balapan atau adrenalin. Ia juga berbicara tentang persahabatan dan juga self-redemption. Melalui persaingan bertahun-tahun dan juga saling mencibir yang kerap mereka lemparkan, ternyata mereka saling mendukung dengan caranya sendiri. Mereka akhirnya sadar jika mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk meraih gelar nomor satu.

Kisah persahabatan yang "aneh" inilah yang menjadi sentra utama "Rush". Baiknya, Hemsworth maupun Brühl memainkan tugas mereka dengan baik dalam memberi kedalaman yang diperlukan agar karakternya tidak terjatuh ke wilayah sketsa belaka. Meski begitu, Hemsworth tampaknya harus menyerah dilindas oleh akting Brühl yang luar biasa. Ia bukan seorang impersonator Lauda. Ia adalah Niki Lauda! Akting cantik dari Brühl benar-benar menjadi salah satu penentu keberhasilan film untuk mengikat penonton secara emosional.

Secara teknis, ini juga filem yang cantik. Mulai desain produksi yang meyakinkan, tata kamera cantik dari Anthony Dod Mantle (127 Hours) sampai musik latar yang menggugah dari Hans Zimmer (Inception). Detil dunia balapan yang cukup menyeluruh pun memungkinkan penonton yang awam dengan Formula One pun akan bisa mencerna dengan mudah.

Masalahnya mungkin terletak pada penggalian karakter yang tampil hanya di permukaan. Baik Lauda dan Hunt digambarkan dengan bermain aman, termasuk dengan konflik bersama pasangan masing-masing. Tidak ada kompleksitas yang subtil tentang Lauda dan Hunt.

Ini sebenarnya cukup disayangkan karena kita tidak bisa mengenal sosok Lauda dan Hunt secara lebih jauh ketimbang pembalap yang determinatif dengan ciri khas masing-masing. Mungkin ini dipilih untuk menghindarkan filem kehilangan fokus dan berada di koridor periode waktu yang ada di filem.

Meski begitu, saat satu demi satu mobil balap melaju melewati sirkuit licin akibat guyuran hujan lebat di Japanese Grand Prix tahun 1976  yang menjadi klimaks kisah, kita pun seperti diseret untuk memasuki sebuah vorteks antusiasme. Siapa yang memang di antara mereka menjadi tidak penting. Yang penting kita merayakan semangat manusia yang terdorong oleh sebuah niat. Niat untuk menjadi yang terbaik dengan cara-cara yang sportif. 

Dan saat filem berakhir, bersama kita bersorak untuk merayakan sebuah kemenangan yang gemilang.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.