Ada yang salah dalam Satu Jam Saja. Sebagai sebuah film drama romantis, dengan jajaran aktor dan aktris yang harus diakui cukup menjanjikan, film ini ternyata tidak terlalu mampu banyak berbicara dalam menuturkan kisahnya untuk dapat menyentuh setiap penontonnya. Satu Jam Saja malah berakhir sebagai sebuah drama percintaan antara tiga karakter yang cenderung membosankan dan terlalu melelahkan untuk diikuti.
Kisahnya sendiri berada di seputar persahabatan tiga karakter utamanya, Andika (Vino G. Bastiaan), Gadis (Revalina S. Temat) dan Hans (Andhika Pratama). Sebagai sahabat akrab, ketika telah berjanji untuk saling menjaga satu sama lain… hingga akhirnya Gadis dan Hans melewati garis batas wilayah persahabatan tersebut. Sesuatu hal yang jelas akhirnya akan mengubah kehidupan ketiganya.
Konflik kemudian kian rumit ketika Gadis mengetahui dirinya hamil. Hans sendiri sangat merasa depresi semenjak tahu mengenai kehamilan Gadis dan memutuskan menjauhi kehidupan Gadis untuk sementara. Jelas saja hal ini membuat Gadis dan Andika menjadi panik. Andika kemudian memutuskan bahwa ia akan melindungi Gadis dengan cara menikahinya. Rasa bersalah kemudian menghantui Hans, yang kemudian berusaha untuk mendatangi Andika dan Gadis dengan tujuan mengambil alih tanggung jawab yang telah diemban Andika selama ini. Hanya saja, tentu Hans tidak mengetahui bahwa rasa cinta sebenarnya telah tumbuh secara perlahan di dalam diri Andika terhadap Gadis.
Naskah Satu Jam Saja, yang ditulis oleh Rano Karno, berisi banyak dialog panjang antara tiap karakter-karakternya. Sialnya, Rano Karno bukanlah Richard Linklater dan Kim Krizan yang menuliskan naskah Before Sunrise (1995) – sebuah film yang juga berisi banyak dialog panjang antara setiap karakternya. Dialog-dialog yang tercipta antara setiap karakter di Satu Jam Saja jauh dari kesan menarik, cenderung terdengar kaku dan akhirnya malah membosankan para penontonnya.
Hal ini kemudian diperburuk dengan kurang tajamnya chemistry yang tercipta antara setiap karakter yang hadir di dalam jalan cerita film ini. Bukannya setiap pemeran film ini bermain buruk dalam usaha mereka untuk menghidupkan tiap karakter yang mereka perankan. Namun sangat disayangkan bahwa jajaran pemeran film ini tidak mampu memberikan suatu ikatan yang erat antara karakter yang mereka perankan satu sama lain. Kondisi ini sebenarnya sempat menunjukkan perbaikan ketika karakter Andika dan Gadis mulai memperbaiki hubungan mereka. Ditambah dengan sedikit sempalan adegan yang bernuansa komedi, sayangnya hal ini terjadi menjelang jalan cerita mendekati akhir, yang berarti kurang begitu mampu memperbaiki segala keburukan plot cerita yang telah berlangsung semenjak awal film.
Melirik ke departemen akting, kecuali Andhika Pratama, seluruh jajaran pemeran film ini bermain cukup baik dalam memainkan peran mereka. Memang, Satu Jam Saja lagi-lagi menampilkan Vino G. Bastian dalam peran yang menuntutnya untuk menangis dan berteriak-teriak dalam melafalkan dialognya. Sedikit mudah tertebak, namun Vino menampilkan dalam skala yang sama sekali tidak (baca: belum) mengganggu. Revalina juga tampil tidak mengecewakan. Ia pernah menampilkan permainan yang lebih baik sebelumnya lewat Perempuan Berkalung Sorban (2009), namun sebagai Gadis, Revalina terlihat menampilkan kemampuan akting yang alami.
Berbicara mengenai Andhika Pratama, sebenarnya kesalahan yang terjadi adalah menempatkan dirinya diantara Vino dan Revalina yang notabene telah memiliki kemampuan drama yang lebih teruji daripada dirinya. Ini bukan hal besar jika saja Andhika mampu meningkatkan permainannya untuk dapat terlihat setara dengan dua aktor pendampingnya. Sayangnya, karakter yang ia perankan justru menghalanginya untuk dapat melakukan hal tersebut. Sepanjang cerita, karakter Hans memang tidak diberikan kesempatan untuk dapat melakukan sesuatu hal yang lebih, yang membuat Andhika Pratama harus terjebak dan berakhir dengan dirinya menjadi bagian terlemah dari jajaran akting di film ini.
Selain ketiga aktor muda tersebut, Satu Jam Saja juga dipenuhi oleh pemeran pendukung yang berisi nama-nama aktor dan aktris kawakan, seperti Widyawati, Marini (bersama Revalina S. Temat, Satu Jam Saja menjadi ajang reuni mereka setelah sebelumnya saling beradu akting lewat Perempuan Berkalung Sorban), Rima Melati dan Rano Karno. Sayang bakat-bakat yang telah terjamin kualitasnya ini kurang banyak diberdayakan dalam jalan cerita Satu Jam Saja.
Lagi-lagi sebuah film drama yang menyimpan begitu banyak potensi untuk menjadi sebuah film drama Indonesia yang berkualitas tinggi namun gagal ketika melewati proses eksekusi. Dengan jajaran pemerannya yang sangat menjanjikan, sangat disayangkan naskah cerita film ini kemudian menghalangi mereka untuk memberikan penampilan yang terbaik. Berisi terlalu banyak dialog yang panjang dan terasa kaku, Satu Jam Saja berakhir menjadi sebuah drama percintaan yang hambar dan sangat membosankan.
Rating :