Dengan naskah yang ditulis oleh sang sutradara, Ody C. Harahap (Ratu Kostmopolitan, 2010), bersama dengan Akbar Maraputra, Cinta/Mati memulai penceritaannya dengan kisah Acid (Astrid Tiar) yang mengalami patah hati setelah mendapati bahwa sang calon suaminya (Dion Wiyoko) berselingkuh dengan sahabat baiknya beberapa saat menjelang hari pernikahan mereka. Rasa patah hati yang mendalam tersebut kemudian mendorong Acid untuk mengakhiri hidupnya. Sial, dalam sebuah usahanya untuk melakukan bunuh diri, Acid justru diselamatkan oleh Jaya (Vino G. Bastian). Tidak terima bahwa dirinya diselamatkan, Acid lantas memaksa Jaya untuk membantu mengakhiri hidupnya. Well… meskipun awalnya menolak, namun dengan beberapa paksaan – dan iming-iming sejumlah uang yang akan diberikan Acid pada dirinya, Jaya akhirnya mulai memutar otak untuk menemukan ide yang tepat dan efektif bagi Acid untuk bunuh diri.
Terdengar sebagai sebuah penceritaan yang absurd? Mungkin. Ide penceritaan mengenai sesosok pria dan wanita yang secara tidak sengaja saling bertemu satu sama lain untuk kemudian menjalin komunikasi dan saling bertukar dialog dalam satu jangka waktu memang akan mengingatkan banyak orang pada film Before Sunrise (1995) arahan Richard Linklater yang telah melegenda dengan kadar keromantisan dialog dalam penceritaannya tersebut. Namun teknik penceritaan mumblecore – yang ditandai dengan pemanfaatan tata produksi yang minim namun sangat bergantung pada kakuatan dialog yang terasa berjalan alami antar para karakternya di sepanjang penceritaan film, memang masih tergolong jarang dieksplorasi dalam industri film Indonesia. Hal inilah yang menjadi kekuatan sekaligus kelemahan bagi Cinta/Mati.
Film-film yang sangat bergantung pada kekuatan dialog untuk mengalirkan ritme penceritaannya jelas membutuhkan performa yang kuat dari para jajaran pemeran sekaligus penulisan naskahnya. Dari sisi departemen akting, Astrid Tiar dan Vino G. Bastian sama sekali tidak menemui masalah yang berarti. Keduanya berhasil tampil dengan chemistry yang sangat erat dalam mengeksplorasi kedua karakter yang mereka perankan dan deretan dialog yang tercipta antara kedua karakter tersebut sehingga penonton akan dapat merasakan kedekatan hubungan yang secara perlahan mulai terbentuk. Pilihan Ody C. Harahap untuk memberikan ending yang cukup mengejutkan juga menjadi pembuktian tersendiri bagi keberhasilan Astrid Tiar dan Vino G. Bastian dalam menghidupkan peran mereka. Dengan ending yang diberikan, penonton yang telah membentuk ikatan emosional sendiri pada kedua karakter jelas akan mendapatkan shock theraphy sekaligus rasa penasaran yang luas mengenai apa yang seharusnya terjadi di akhir kisah film.
Naskah cerita Cinta/Mati sendiri sebenarnya tidaklah buruk. Pendekatan black comedy yang dihadirkan oleh Ody C. Harahap bersama dengan Akbar Maraputra menjadi kunci kesuksesan tersendiri bagi naskah cerita Cinta/Mati untuk melampaui berbagai keterbatasan yang terdapat di beberapa sudut penceritaannya. Pun begitu, harus diakui, pola konflik “percobaan bunuh diri dan gagal” yang terus menerus diulang di sepanjang 95 menit durasi presentasi film ini tetap menemukan titik jenuhnya ketika Ody dan Akbar kurang mampu untuk menyelinginya dengan dialog yang lebih berwarna maupun konflik sekunder yang seharusnya dapat memberikan jeda bagi jalan penceritaan yang mulai terasa repetitif.
Di saat yang bersamaan, repetisi konflik itulah yang kemudian membawa Cinta/Mati pada jurang kematian pada bagian ketiga penceritaannya. Di bagian tersebut, Ody dan Akbar sepertinya benar-benar kehilangan imajinasi untuk bagaimana melanjutkan kisah yang telah mereka hadirkan semenjak awal. Alih-alih untuk langsung mengakhiri kisah tersebut – yang sebenarnya adalah pilihan yang lebih tepat, Ody dan Akbar justru kemudian memberikan sebuah konflik baru yang kurang relevan bagi salah satu karakter. Ody dan Abar mungkin berniat untuk memberikan keseimbangan antara karakter Jaya dengan karakter Acid sebelum akhirnya memberikan titik temu pada pertalian nasib mereka, namun pilihan konflik – yang berada di seputaran masalah seks – jelas terasa sebagai ide yang begitu acak dan kurang matang untuk dilontarkan pada jalan penceritaan Cinta/Mati. Tidak sampai merusak kualitas penceritaan film ini secara keseluruhan namun jelas terasa sebagai sebuah usaha yang begitu desperate untuk melanjutkan jalan cerita film.
Terlepas dari berbagai kelemahan dalam sisi penceritaan tersebut, Cinta/Mati jelas tidak dapat disangkal adalah sebuah presentasi keseluruhan yang sangat menghibur. Ody C. Harahap berhasil mengeksplorasi elemen black comedy dalam film ini dengan cukup baik. Penampilan Astrid Tiar dan Vino G. Bastian sendiri menjadi kunci sukses utama mengapa Cinta/Mati mampu tetap tampil memikat meskipun dihadirkan dalam durasi yang sedikit terlalu panjang dan dengan konflik yang semakin lama terasa semakin bertele-tele. Kualitas tata sinematografi arahan Padri Nadeak serta iringan musik karya Windra Benyamin juga menjadi faktor pendukung mengapa film ini begitu nyaman untuk disimak perjalanannya. Adalah hal yang sangat menyenangkan untuk mendapati hal-hal baru dalam sisi penceritaan sebuah film Indonesia. Dan Cinta/Mati mampu menghadirkan keunikan elemen penceritaan tersebut dengan cukup baik.
Rating :