Film teranyar rilisan DreamWorks Animation, Turbo, yang juga menjadi debut penyutradaraan bagi David Soren, berkisah mengenai seekor siput kebun bernama Theo (Ryan Reynolds) – atau yang lebih memilih untuk dipanggil dengan sebutan Turbo, yang bermimpi untuk menjadi pembalap terbaik di dunia, seperti halnya sang idola, Guy Gagne (Bill Hader) – seorang manusia. Masalahnya… well… Turbo adalah seekor siput yang semenjak lama memiliki takdir sebagai salah satu hewan dengan pergerakan tubuh paling lambat di dunia. Obsesinya tersebut kerap membuat Turbo menjadi bahan cemoohan bagi komunitas siput yang berada di sekitarnya, termasuk dari sang kakak, Chet (Paul Giamatti). Hal itulah yang kemudian mendorong Turbo untuk meninggalkan lokasi tempat tinggalnya dan memilih untuk mencari jalan hidupnya sendiri.
Dalam perjalanannya, Turbo secara tidak sengaja kemudian terlempar ke bagian supercharger sebuah mobil balap dan membuat kulitnya bercampur dengan senyawa dinitrogen oksida yang berada di mesin tersebut. Seperti halnya Peter Parker yang terkena gigitan laba-laba yang susunan genetisnya telah direkayasa, keesokan harinya, Turbo menemukan bahwa dirinya mampu bergerak jauh, jauh lebih cepat dari biasanya. Jelas, kejadian luar biasa tersebut kemudian menginspirasi Turbo untuk mengejar mimpinya. Dan dengan bantuan Tito (Michael Peña), seorang penjual taco yang juga mengelola adu balapan para siput, Turbo secara perlahan mulai mewujudkan impiannya untuk menjadi pembalap dan turut serta dalam salah satu ajang adu balap paling terkenal di dunia, Indianapolis 500.
Daripada membandingkan Turbo dengan franchise The Fast and the Furious (2001 – 2013) seperti yang dilabelkan pada poster film ini, perbandingan paling tepat mungkin dapat dilakukan dengan film karya Pixar Animation Studios, Ratatouille (2007). Secara sederhana, keduanya sama-sama menceritakan mengenai sosok hewan yang memiliki cara pandang, kehidupan dan impian layaknya seorang manusia: karakter Turbo adalah Remy – karakter tikus yang berhasrat begitu besar pada makanan, karakter Tito adalah Alfredo Linguini – sahabat manusia bagi karakter Remy, karakter Guy Gagne adalah Auguste Gusteau yang begitu diidolakan dan menjadi panutan Remy, dan, tentu saja, dunia balapan adalah dunia masak-memasak di garis penceritaan Ratatouille. Usaha karakter Turbo untuk membuktikan kehebatan dirinya dalam arena balap mungkin juga akan memberikan ingatan sekilas pada Cars (2006). Not so original eh?
Sayangnya, terlepas dari berbagai kemiripan yang dimiliki oleh karakter maupun garis penceritaan, kualitas presentasi naskah cerita Turbo yang ditulis oleh David Soren bersama dengan Robert Siegel dan Darren Lemke sama sekali tidak pernah mampu mendekati kualitas film animasi produksi Pixar Animation Studios yang berhasil memenangkan kategori Best Animated Feature di ajang The 80th Annual Academy Awards tersebut. Tidak seperti karakter Remy yang memiliki daya tarik luar biasa untuk mampu mengubah sekaligus meyakinkan penonton bahwa seekor tikus dapat memiliki kemampuan memasak, karakter Turbo hadir tanpa kekuatan tersebut. Karakter Turbo hadir hampir tanpa pengembangan yang berarti: sosok yang lemah dengan mimpi yang besar, memperoleh sebuah kehebatan yang mampu membuatnya membuktikan diri dan akhirnya benar-benar mampu mencapai semua impiannya. Klise dan tanpa adanya kemampuan untuk memberikan karakter tersebut sebuah poin penceritaan yang lebih kuat.
Tidak hanya karakter Turbo yang hadir terlalu datar. Karakter-karakter pendukung lain juga disajikan dengan pendalaman yang setara. Keantagonisan karakter Guy Gagne terasa terlalu dipaksakan untuk hadir – ketika Turbo kehabisan tantangan untuk diberikan pada karakter utamanya, maka satu karakter kemudian diubah menjadi sosok antagonis. Karakter-karakter pendukung seperti Chet dan Tito juga tak pernah dihadirkan lebih dari sekedar karakter tambahan belaka – padahal hubungan persaudaraan antara karakter Turbo dan Chet menyimpan begitu banyak potensi untuk menghasilkan elemen emosional penceritaan yang kuat. Jalan cerita Turbo sendiri sama sekali tidak pernah menyentuh tingkatan sebagai sebuah penceritaan yang buruk. Namun, dengan ide yang sebenarnya cukup unik, Turbo sayangnya dikembangkan jauh dari kesan menarik.
Jika DreamWorks Animation berusaha untuk mendekati kelas Pixar Animation Studios, maka kualitas tersebut lagi-lagi dapat diperoleh dari kemampuan mereka untuk menghasilkan tatanan visual yang sangat menarik. Pada beberapa bagian cerita, Turbo tampil dengan warna-warni yang begitu benderang namun tetap sangat nyaman untuk disaksikan. Jajaran pengisi suara mulai dari Ryan Reynolds, Paul Giamatti, Michael Peña hingga nama-nama seperti Ken Jeong dan Snoop Dogg (!) juga cukup baik dalam usaha mereka untuk menghidupkan setiap karakter yang mereka isisuarakan – meskipun masih jauh dari kesan memorable ataupun istimewa.
Cukup mengherankan untuk melihat sebuah karya DreamWorks Animation yang sekilas terkesan tidak berusaha untuk mendobrak tingkatan kualitas yang sebelumnya telah diterapkan oleh Pixar Animation Studios – DreamWorks Animation jelas merupakan pesaing terkuat Pixar Animation Studios hingga saat ini. Turbo terkesan begitu… bukan buruk… namun (sangat) jauh dari kesan istimewa. Jalinan cerita maupun karakternya terbangun terlalu sederhana dan dikembangkan dengan minimalis sehingga gagal untuk tampil emosional maupun menghibur. Tentu saja, kualitas visualnya yang menarik serta karakter-karakter pendukung yang lucu akan cukup mampu untuk menarik minat para penonton muda yang menjadi sasaran utama film ini. Namun selebihnya… Turbo mungkin akan selamanya diingat sebagai salah satu karya terlemah DreamWorks Animation. Medioker.
Rating :