Meskipun kursi penyutradaraan kini telah beralih dari Robert Schwentke ke Dean Parisot (Fun with Dick and Jane, 2005), RED 2 sama sekali tidak menawarkan perubahan yang berarti dalam kualitas presentasinya – sama sekali tidak bertambah baik dan juga, untungnya, tidak mengalami penurunan kualitas yang berarti. Mereka yang menikmati perpaduan aksi dan komedi yang ditawarkan di film pertama kemungkinan besar akan tetap dapat menikmati apa yang disajikan oleh RED 2. Hal tersebut bukan berarti film ini hadir tanpa masalah. Duo penulis naskah, Jon dan Erich Hoeber, sepertinya sama sekali tidak berusaha untuk menghadirkan sesuatu yang baru dalam jalan penceritaan yang mereka tulis. Hasilnya, walaupun jelas adalah sangat menyenangkan untuk menyaksikan banyak nama-nama besar Hollywood mencoba untuk saling membunuh satu sama lain, namun RED 2 seringkali terasa terlalu familiar untuk dapat menghasilkan daya tarik yang lebih kuat bagi penontonnya.
Masih diadaptasi dari seri komik berjudul sama karya Warren Ellis dan Cully Hamner, RED 2 melanjutkan kisahnya tepat dari titik akhir kisah yang disampaikan seri sebelumnya, Frank Moses (Bruce Willis) kini digambarkan telah pensiun dari melakukan berbagai kegiatan yang dapat membahayakan nyawanya dan memilih untuk hidup tenang bersama di pinggiran kota bersama kekasihnya, Sarah Ross (Mary-Louis Parker) – yang sebenarnya telah mulai merasa bosan dengan kehidupan kesehariannya yang berjalan terlalu “tenang.” Well… tentu saja, ketenangan hidup Frank dan Sarah segera berakhir ketika sahabat lama Frank, Marvin Boggs (John Malkovich), hadir kembali dalam kehidupan mereka dan meminta Frank untuk bergabung dengannya dalam sebuah misi rahasia.
Walau pada awalnya menolak – dan juga karena didorong atas permintaan Sarah sendiri, Frank akhirnya menyetujui untuk terlibat dalam misi yang dibawa oleh Marvin. Misi itu sendiri ternyata berhubungan dengan salah satu operasi rahasia yang pernah melibatkan Frank ketika masa Perang Dingin terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia. Marvin lebih lanjut menjelaskan bahwa Frank kini telah menjadi buruan beberapa agen rahasia karena namanya terdaftar sebagai salah satu orang yang turut berpartisipasi dalam operasi rahasia yang disebut Operation Nightshade dan bertujuan untuk menyelundupkan senjata nuklir ke negara Rusia tersebut. Kini, Frank, Marvin dan Sarah harus terus berlari dan menyelamatkan diri dari orang-orang yang mengincar nyawa mereka sekaligus berusaha untuk menemukan kembali senjata nuklir tersebut sebelum ditemukan oleh sosok-sosok yang tidak bertanggungjawab.
Mungkin adalah berlebihan untuk menyebut RED 2 sebagai sebuah presentasi yang melelahkan. Pada kebanyakan bagian, Jon dan Erich Hoeber berhasil menghadirkan deretan dialog konyol yang begitu menghibur – khususnya dari interaksi antara karakter Frank dan Sarah atau dialog-dialog milik Marvin – sekaligus mengisinya dengan adegan aksi yang benar-benar akan memuaskan penggemar film-film sejenis. Namun, harus diakui, pada kebanyakan bagian, adegan aksi yang dihadirkan dalam RED 2 lebih sering terasa sebagai pengisi adegan – yang dihadirkan dalam durasi yang panjang – akibat kurang kreatifnya Jon dan Erich Hoeber dalam menciptakan pengembangan jalan penceritaan yang lebih segar. Walau masih dapat dinikmati, deretan adegan aksi tersebut lama-kelamaan terkesan mengaburkan jalan cerita RED 2 dan kemudian mendorongnya menjadi bagian yang tidak begitu krusial dalam kehadiran presentasi RED 2 secara keseluruhan.
Kekuatan utama yang benar-benar mampu menyokong penuh RED 2 jelas berada di penampilan yang sangat meyakinkan dari jajaran pengisi departemen aktingnya. Bruce Willis, John Malkovich, Mary-Louis Parker, Helen Mirren dan Brian Cox kembali tampil dengan begitu prima dan terlihat begitu nyaman dalam memerankan karakter-karakter mereka. Para pemeran baru seperti Catherine Zeta-Jones, David Thewlis, Anthony Hopkins dan Lee Byung-hun juga berhasil menambah kekuatan amunisi departemen akting RED 2 – meskipun dengan karakter-karakter yang tidak begitu esensial kehadirannya di dalam jalan cerita. Sebuah catatan menarik dan juga menjadi kejutan tersendiri adalah bagaimana para pemeran wanita seperti Mary-Louise Parker, Helen Mirren dan Catherine Zeta-Jones seringkali mampu tampil lebih kuat dalam penampilan mereka jika dibandingkan dengan para pemeran pria di dalam film ini. Sebuah kejutan yang mampu menjadikan RED 2 menjadi tampil semakin menarik.
Pada kebanyakan bagian penceritaannya, harus diakui bahwa RED 2 sama sekali tidak menawarkan sesuatu yang baru dalam presentasinya. Bahkan, di bawah arahan Dean Parisot, naskah cerita arahan Jon dan Erich Hoeber yang semakin mengutamakan kehadiran deretan adegan aksi untuk menutupi kekurangan pengembangan narasinya, seringkali berjalan dengan alur yang terkesan bertele-tele, khususnya di bagian penghujung penceritaan film ini. Beruntung, RED 2 masih memiliki jajaran pemeran seniornya yang tampil dengan begitu prima dan sangat meyakinkan dalam mengeksplorasi serta mengeksekusi berbagai elemen komedi dan aksi yang ada di dalam film ini – Helen Mirren rocks!. Bukan sebuah presentasi yang istimewa namun jelas masih mampu untuk tampil semenghibur film pendahulunya.
Rating :