Review

Info
Studio : RK 23 Pictures
Genre : Drama
Director : Asep Kusdinar
Producer : Erna Pelita
Starring : Gilbert Marciano, Ghea D’Syawal, Sam Moses, Aditya Darmawan

Minggu, 28 Juli 2013 - 13:06:31 WIB
Flick Review : Bismillah Aku Mencintaimu
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3013 kali


Dengan naskah cerita yang ditulis serta diarahkan oleh Asep Kusdinar (Sajadah Ka’bah, 2011), Bismillah Aku Mencintaimu memulai kisahnya dengan perjalanan hidup karakter utamanya, Egi (Gilbert Marciano), yang merupakan seorang pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang. Suatu hari, rumah yang biasa digunakan oleh Egi dan teman-temannya untuk menggunakan barang-barang haram tersebut mendapatkan penggerebekan dari pihak kepolisian. Berbeda dari teman-temannya yang berhasil diringkus dalam penggerebekan tersebut, Egi berhasil melarikan diri dan bersembunyi dari kejaran para polisi. Dalam pelariannya tersebut, Egi lalu memasuki sebuah kawasan pesantren dan menggunakan sebuah identitas palsu agar dapat diterima oleh pimpinan pesantren tersebut.

Meski awalnya membenci keberadaannya di pesantren tersebut – namun tidak dapat pergi kemana-mana akibat masih banyaknya polisi yang mencari dirinya, Egi secara perlahan mulai merasa jatuh hati dengan Fatimah (Ghea D’Syawal), puteri sang pemilik pesantren tersebut. Secara perlahan, rasa kekaguman Egi terhadap Fatimah mulai membuatnya berubah dari seseorang yang sering terlihat urakan dan bertindak kasar menjadi seseorang yang berusaha untuk mempelajari ilmu agama demi untuk dapat menarik perhatian Fatimah. Di saat yang bersamaan, kecurigaan seisi pesantren mengenai identitas Egi yang sebenarnya serta bayang-bayang pihak kepolisian yang mulai mencium keberadaan dirinya secara perlahan mulai kembali menghantui Egi.

Bismillah Aku Mencintaimu sebenarnya memiliki potensi yang cukup kuat untuk menjadi sebuah drama romansa bernuansa reliji yang kuat… jika saja Asep Kusdinar mampu menghadirkannya dengan struktur penceritaan yang lebih meyakinkan. Keberadaan plotholes serta ketiadaan logika di dalam jalan cerita – seisi pesantren begitu saja percaya bahwa seorang pemuda yang tidak pernah melakukan berbagai kegiatan Islami adalah seorang ustadz? – seringkali membuat film ini terasa gagal untuk bercerita dengan sewajarnya. Konflik-konflik yang dihadirkannya juga cenderung terasa dangkal – dapat saja diakhiri dengan mudah namun kemudian serasa diulur sedemikian rupa untuk memenuhi kuota durasi penceritaan film.

Penonton juga diberikan ruang yang minimalis untuk dapat mengenal setiap karakter. Mulai dari karakter utama hingga karakter pendukung dihadirkan dengan plot penceritaan yang cenderung datar. Hasilnya, karakter-karakter tersebut sama sekali tidak pernah mampu membuat penonton merasa peduli dengan keberadaan mereka dan gagal membentuk ikatan emosional yang sebenarnya dibutuhkan oleh cerita-cerita sejenis untuk dapat tampil lebih menarik sekaligus mengikat. Beruntung, karakter-karakter yang datar tersebut berhasil diperankan dengan cukup baik oleh para pemerannya meskipun tetap saja tidak dapat dikatakan sebagai sebuah penampilan yang istimewa.

Sebagai sosok pengguna narkotika dan obat-obatan terlarang yang sedang menyembunyikan identitas aslinya, Gilbert Marciano cukup mampu tampil meyakinkan. Sama halnya dengan Ghea D’Syawal yang tampil begitu menarik dengan perannya sebagai sosok seorang puteri pemilik pesantren yang rendah hati. Chemistry yang tercipta antara Gilbert Marciano dan Ghea D’Syawal mungkin menjadi kekuatan utama mengapa jalan cerita film ini masih mampu tampil menarik. Meskipun terasa goyah di bagian awal, secara perlahan, chemistry tersebut kemudian mampu tampil berkembang dan akhirnya terasa kokoh di sepanjang penceritaan film. Dukungan penampilan para pemeran pendukung juga mampu menjadikan departemen akting Bismillah Aku Mencintaimu terasa cukup menonjol jika dibandingkan dengan kualitas film ini secara keseluruhan.

Meskipun harus diakui memiliki penataan cerita dan eksekusi yang lebih baik daripada Sajadah Ka’bah, namun hal tersebut tetap tidak dapat menutupi fakta bahwa Bismillah Aku Mencintaimu terasa lemah di banyak bagiannya. Asep Kusdinar lagi-lagi menghadirkan penceritaannya dengan terlalu banyak kedangkalan dari sisi pengembangan cerita maupun karakter-karakter yang dihadirkan sehingga gagal membuat jalan cerita film ini tampil maksimal untuk tampil menarik bagi penontonnya. Penampilan akting yang tidak mengecewakan dari jajaran pengisi departemen akting film ini mungkin merupakan satu-satunya keunggulan yang tetap dapat membuat Bismillah Aku Mencintaimu cukup layak untuk disaksikan. Bukan sebuah presentasi yang benar-bebar buruk namun jelas bukan sebuah hasil akhir yang mengesankan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.