Kebanyakan penonton yang memilih untuk menyaksikan Pacific Rim jelas tahu pasti apa yang akan mereka dapatkan dari film ini. Yes. Pacific Rim is a movie about giant robots versus giant monsters. Namun, berbeda dari kebanyakan film-film blockbuster yang dirilis Hollywood di kala musim panas, Pacific Rim adalah film tentang giant robots versus giants monsters yang disutradarai oleh Guillermo del Toro: seorang sutradara yang secara legendaris dikenal mampu memberikan jiwa dan kehidupan pada setiap fantasi yang dapat terlintas dalam setiap pemikiran umat manusia serta menghasilkan film-film seperti Mimic (1997), Hellboy (2004) serta Pan’s Labyrinth (2006). Sayangnya, jiwa dan kehidupan mungkin adalah hal terakhir yang dapat ditemukan penonton dalam Pacific Rim karena sentuhan del Toro benar-benar minim dapat dirasakan di sepanjang presentasi film ini.
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh del Toro bersama Travis Beacham (Clash of the Titans, 2010), Pacific Rim memulai kisahnya dengan latar belakang waktu di tahun 2013, ketika sebuah gerbang yang berasal dari dimensi lain secara misterius muncul di kedalaman Samudera Pasifik dan menjadi sarana bagi deretan monster – yang kemudian disebut sebagai Kaiju, kata yang berasal dari bahasa Jepang, untuk menyeberang masuk serta menyerang Bumi. Serangan pertama terjadi dan berhasil menghancurkan kota San Fransisco, Amerika Serikat, dan kemudian secara terus-menerus hadir di belahan dunia lainnya. Secara perlahan, umat manusia mulai menyadari bahwa monster-monster tersebut tidak akan pernah berhenti menyerang dan akhirnya membangun sebuah perlawanan dalam bentuk robot berukuran raksasa yang dikendalikan oleh dua orang pilot manusia – yang kemudian disebut sebagai Jaeger, kata yang berasal dari bahasa Jerman – untuk melawan setiap monster yang muncul dan menyerang Bumi.
Tujuh tahun kemudian, meskipun Jaeger masih menjadi sarana yang efektif dalam mempertahankan Bumi dari serangan Kaiju, namun deretan pemunculan Kaiju semakin sering terjadi dan acapkali membuat Jaeger kewalahan. Kondisi tersebut membuat opsi untuk mempertahankan keberadaan Jaeger mulai dikesampingkan dengan banyak pemerintahan memilih untuk mencari cara perlawanan baru. Meskipun begitu, komandan pasukan Jaeger, Stacker Pentecost (Idris Elba), terus berusaha untuk membuktikan bahwa Jaeger layak untuk dipertahankan. Stacker lalu mulai menyeleksi deretan pilot terbaiknya untuk mengendalikan robot-robot Jaeger yang ada dan tetap melawan serangan-serangan Kaiju serta terus berusaha mencari jalan keluar dalam memusnahkan serangan Kaiju dari permukaan Bumi untuk selamanya.
Dalam sebuah film yang memiliki tata penceritaan yang lebih baik lagi, deretan serangan yang dilakukan oleh Kaiju kepada umat manusia di muka Bumi mungkin akan dimanfaatkan sebagai sarana untuk memunculkan berbagai kisah drama kemanusiaan – atau setidaknya menghasilkan kisah yang memiliki tatanan emosional. Sayangnya, para robot tidak memiliki sisi emosional. Dan karakter manusia mungkin hanya muncul selama 40 menit dalam durasi keseluruhan Pacific Rim yang berjumlah 132 menit. So really… Pacific Rim bukanlah sebuah film yang tepat bagi siapapun yang mengharapkan bahwa mereka akan turut merasakan bagaimana perjuangan umat manusia dalam menghadapi teror yang dapat saja memusnahkan dunia mereka… yang kemudian menjelaskan bagaimana karakter-karakter manusia di film ini digambarkan.
Karakter Raleigh Becket (Charlie Hunnam – yang sering terlihat sebagai pemeran pengganti yang sesuai bagi Channing Tatum atau Garret Hedlund) jelas adalah variasi dari sosok karakter yang sebenarnya memiliki talenta luar biasa dalam dirinya namun memilih untuk berhenti karena sebuah masa lalu yang kelam. Karakter Mako Mori (Rinko Kikuchi) juga tidak begitu berbeda: masa lalu kelam, talenta luar biasa namun membutuhkan sebuah kepercayaan untuk dapat membuktikan kemampuan dirinya. Sementara Idris Elba merupakan the new Liam Neeson dalam naskah arahan Travis Beacham dengan dialog “We are cancelling the apocalypse!” menggantikan posisi “Release the Kraken!”. Sebagai Stacker Pentecost, Elba mampu tampil mencuri perhatian dalam setiap adegan yang melibatkan kehadiran dirinya. Namun jelas, karakter-karakter seperti Newton Geiszler (Charlie Day), Hermann Gottlieb (Burn Gorman) dan Hannibal Chau (Ron Perlman) akan mampu tampil lebih menarik karena karakter-karakter tersebut disajikan dengan sentuhan komikal yang lebih berwarna daripada ketiga karakter utama yang hadir terlalu serius namun gagal mendapatkan pendalaman karakter yang kuat.
So… it’s not about the characters or the story. It’s about giant robots versus giant monsters. Di bawah arahan Guillermo del Toro, Pacific Rim mungkin dimaksudkan untuk menjadi Avatar (2009) bagi film-film sejenis daripada sebagai versi dewasa (dan jauh lebih serius) daripada errr… franchise Transformers (2007 – 2011) dengan tata visual yang mampu menghadirkan terobosan tersendiri. Sayangnya, sama sekali tidak ada yang baru dalam tata visual dan efek yang dihadirkan Pacific Rim. Tentu saja, gambar-gambar yang disajikan oleh film ini tersaji dengan tata visual yang megah berkat dukungan tata sinematografi arahan kolaborator tetap del Toro, Guillermo Navarro. Namun lebih dari itu, Pacific Rim sama sekali tidak menghadirkan konsep-konsep baru dalam tatanan visual ceritanya.
Terlepas dari karakter-karakter dan jalan cerita yang terkesan merupakan hasil adaptasi berbagai film dengan tema penceritaan yang sama lainnya – Independence Day (1996), Armageddon (1998) sampai Transformers, sentuhan emosional del Toro masih dapat dirasakan di beberapa bagian penceritaan – bagian-bagian terbaik dari Pacific Rim. Mulai dari adegan kilas balik ingatan para pilot yang tersaji secara singkat namun begitu mencuri perhatian hingga adegan masa lalu karakter Mako Mori yang begitu emosional. Tata musik arahan Ramin Djawadi juga terasa begitu istimewa dan mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam penceritaan Pacific Rim serta menjadikan setiap adegan terasa begitu menghentak.
Is Pacific Rim bad? Absolutely not. Mereka yang memilih untuk menyaksikan Pacific Rim dan mengharapkan deretan adegan spektakuler dari pertarungan antara Kaiju dengan Jaeger jelas akan cukup merasa terpuaskan. Sayangnya, hal tersebut jelas tidak akan menutupi fakta bahwa film ini tersaji dengan tatanan penceritaan yang begitu lemah. Mulai dari deretan karakter hingga plot pengisahan Pacific Rim dihadirkan dengan penggalian yang terlalu dangkal untuk dapat membuat penonton tersadar bahwa film ini juga memiliki elemen-elemen cerita tersebut. But then again… hal inilah yang jelas akan terjadi ketika karakter-karakter manusia dikesampingkan demi kehadiran para karakter robot maupun monster: megah dan spektakuler namun terasa begitu datar dan dingin.
Rating :