Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Sally Anom (Xia Aimei, 2012) berdasarkan lirik lagu Hargai Aku milik kelompok musik asal Palembang, Sumatera Selatan, Armada – yang juga membintangi film ini, Satu Hati Sejuta Cinta memulai jalan ceritanya dengan mengisahkan mengenai usaha seorang pemuda, Aris (Krisshatta Luis), untuk memulai hidupnya di Jakarta. Pertama kali menginjakkan kakinya di wilayah ibukota, Aris memiliki pengharapan yang begitu besar bahwa Jakarta akan mampu memberikannya sebuah pekerjaan sekaligus penghidupan yang layak daripada yang sebelumnya telah ia miliki di kampungnya. Sayang, dengan hanya bermodalkan ijazah pendidikan yang seadanya, secara perlahan, Aris mulai menyadari bahwa kehidupan di Jakarta sama sekali tidak semudah yang ia bayangkan selama ini.
Suatu hari, secara tidak sengaja, Aris berhasil menyelamatkan seorang gadis tuna rungu – namun merupakan penggemar berat kelompok musik Armada (!) – bernama Bulan (Iris Emiliana) dari sekelompok pencopet yang mencoba untuk mengganggu gadis malang tersebut. Dari perkenalannya dengan Bulan, Aris kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai office boy di gedung apartemen tempat ayah Bulan (Tarzan) bekerja atas rekomendasi pria tersebut. Hubungan antara Aris dan Bulan sendiri semakin lama terjalin semakin akrab. Namun, ketika Bulan menilai bahwa Aris telah menganggapnya lebih dari sekedar sahabat, Aris justru merasa jatuh cinta dengan Jingga (Meitha Thamrin), seorang gadis cantik yang menghuni salah satu apartemen tempat Aris bekerja. Kisah cinta segitiga antara Aris, Bulan dan Jingga itulah yang kemudian berusaha dipaparkan oleh sutradara Alyandra dalam 88 menit durasi perjalanan film ini.
Well… kebanyakan orang mungkin akan menilai bahwa jalan cerita Satu Hati Sejuta Cinta yang cenderung cheesy dan begitu melankolis adalah akibat pengaruh lirik lagu Hargai Aku milik Armada yang menjadi sumber inspirasi bagi naskah cerita film ini. Mungkin benar. Namun, di tangan penulis naskah yang memiliki kemampuan bercerita yang cukup kuat, lirik-lirik lagu Armada yang terdengar kacangan tersebut dapat saja diubah menjadi jalan cerita drama romansa yang mampu menyentuh setiap penontonnya. Hal itu, sayangnya, tidak terjadi pada naskah cerita yang dituliskan Sally Anom. Naskah arahan Sally terasa begitu lemah dari berbagai sisi, mulai dari pengembangan cerita, konflik hingga karakter-karakter yang dihadirkannya.
Semenjak awal, naskah arahan Sally terasa hanya terus bercerita, dengan memberikan setiap karakternya deretan konflik yang mampu membuat alur penceritaan film Satu Hati Sejuta Cinta terus berjalan namun sama sekali tidak pernah mampu menghadirkan penggalian karakter yang kuat bagi karakter-karakter tersebut. Tidak mengherankan jika hingga film ini berakhir, penonton sama sekali tidak pernah merasa bahwa mereka benar-benar terkoneksi sepenuhnya dengan jalan cerita maupun karakter yang hadir di penceritaan film ini. Hal yang sama juga dapat dirasakan dari plot cerita yang begitu berantakan. Kisah cinta segitiga antara Aris, Bulan dan Jingga terasa begitu dipaksakan kehadirannya. Ditambah dengan beberapa plot cerita tambahan yang menyinggung masalah kemiskinan, status sosial hingga masalah penyakit yang mematikan, Satu Hati Sejuta Cinta benar-benar terasa gagal dalam bercerita dengan baik.
Jika ada satu hal yang mungkin dapat membuat perjalanan menyimak jalan cerita Satu Hati Sejuta Cinta terasa sedikit tidak menyakitkan maka hal tersebut mungkin datang dari penampilan beberapa pemerannya. Trio Krishatta Luis, Iris Emiliana dan Meitha Thamrin, meskipun masih jauh dari kesan mampu menampilkan penampilan yang benar-benar kuat, dapat hadir dengan penampilan yang sama sekali tidak mengecewakan. Iris Emiliana terlihat begitu mampu dalam menghidupkan karakternya sebagai seorang gadis tuna rungu dan chemistry yang ia jalin bersama Krishatta Luis juga mampu tampak meyakinkan di banyak bagian penceritaan. Dan meskipun hadir dalam kapasitas peran yang minimalis, penampilan Tarzan sebagai ayah dari karakter Bulan juga sanggup memberikan momen-momen yang mampu mencuri perhatian.
Rasanya tidak banyak perkembangan yang dapat ditunjukkan oleh duo sutradara, Alyandra, dan penulis naskah, Sally Anom, setelah sebelumnya menghadirkan Xia Aimei yang memiliki kualitas penceritaan yang berantakan tersebut. Satu Hati Sejuta Cinta juga hadir dalam tingkatan yang senada: jalan cerita yang terasa tidak pernah mampu dikembangkan dengan baik, karakter-karakter yang begitu dangkal keberadaannya hingga alur cerita yang terlihat sama sekali tidak berniat untuk menarik minat maupun sisi emosional penontonnya. Klise dan dangkal. Satu Hati Sejuta Cinta jelas merupakan salah satu film drama Indonesia dengan kualitas terlemah yang hadir di sepanjang tahun ini.
Rating :