Review

Info
Studio : Maxima Pictures
Genre : Drama, Romance
Director : Fajar Nugros
Producer : Ody Mulya Hidayat
Starring : Maudy Ayunda, Afgansyah Reza, Maxime Bouttier, Chelsea Elizabeth Islan

Kamis, 27 Juni 2013 - 07:45:04 WIB
Flick Review : Refrain
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3413 kali


Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Winna Effendi, Refrain berkisah tentang hubungan persahabatan antara Nata (Afgansyah Reza) dan Niki (Maudy Ayunda) yang telah terjalin semenjak mereka kecil. Begitu dekatnya hubungan antara keduanya, baik Nata maupun Niki telah sama-sama saling mengetahui berbagai sisi kepribadian sahabatnya masing-masing. Dalam perjalanan persahabatan tersebut, Nata tumbuh menjadi sosok remaja yang cerdas namun sering menutupi diri dari lingkungannya. Sementara itu, Niki berubah menjadi sosok gadis cantik yang dikagumi oleh hampir seluruh teman-teman di sekolahnya… termasuk Nata, yang secara perlahan mulai menyadari bahwa rasa sayang yang ia miliki kepada Niki adalah lebih dari sekedar rasa sayang kepada seorang sahabat.

Karena tidak ingin merusak persahabatan yang telah ia jalin bersama Niki, Nata kemudian memilih untuk memendam saja perasaan cintanya tersebut. Sayang, keputusannya untuk bermain aman tersebut justru berbalik arah ketika Niki kemudian memilih untuk berpacaran dengan seorang kapten basket dari sekolah lain, Oliver (Maxime Bouttier), yang, tentu saja, semakin membuat Nata merasa kalut dalam memendam perasaan cintanya. Di saat yang bersamaan, sahabat Nata dan Niki, Annalise (Chelsea Elizabeth Islan), ternyata semenjak lama mengagumi sosok Nata namun, seperti halnya yang dilakukan Nata terhadap Niki, juga memilih untuk menyimpan perasaan tersebut karena ia menyadari bahwa Nata telah memiliki gadis lain di dalam hatinya. Geez. Kids these days.

Apakah sebuah film yang ditujukan untuk pangsa pasar remaja hanya benar-benar dapat dinikmati oleh para remaja? WellRefrain sepertinya diarahkan untuk berada di jalur tersebut. Dengan naskah yang ditulis oleh Haqi Achmad – yang sebelumnya juga telah menulis naskah dengan tema penceritaan yang hampir seragam melalui Kata Hati (2013), Radio Galau FM (2012) dan Poconggg Juga Pocong (2011), Refrain tersusun atas kumpulan dialog serta konflik yang mungkin telah menjadi fantasi jutaan remaja. Sayangnya, komposisi manis tersebut gagal untuk dikemas dengan istimewa. Selain menghadirkan kumpulan dialog serta konflik khas film-film remaja Indonesia modern, keempat karakter utama yang berada dalam jalan cerita film ini juga dihadirkan dengan begitu dangkal. Refrain terkesan hanya melibatkan karakter-karakter tersebut dalam deretan perjalanan kisah cinta tanpa pernah mau untuk menghadirkannya sebagai karakter-karakter yang dapat terasa nyata dan hidup – khususnya karakter Annalise dan Oliver yang murni digunakan sebagai distraksi dari kisah perjalanan-dari-sahabat-menjadi-kekasih antara karakter Nata dan Niki.

Refrain sendiri terasa benar-benar tampil dalam kualitas terendahnya dalam babak ketiga dari penceritaannya – dimana karakter Nata dan Niki dikisahkan sedang berada di Austria. Di bagian ini, Refrain terasa benar-benar datar dengan konflik antara karakter yang begitu klise serta pemanfaatan lokasi yang sama sekali tidak memiliki arti apapun di dalam jalan cerita – kisah film ini dapat saja dengan mudah dipindahkan ke daerah Tegal, Jawa Tengah dan Refrain masih akan dapat berjalan seperti biasa. Hal ini diperburuk lagi dengan kualitas tata visual akhir yang dihadirkan Refrain. Sepanjang penceritaan menggunakan Austria sebagai latar belakang lokasi ceritanya, Refrain dihadirkan dengan kualitas gambar yang begitu buram dan jauh dari kesan nyaman untuk disaksikan. Sebuah perjalanan pengambilan gambar ke Austria yang begitu sia-sia.

Sayangnya, juga sama sekali tidak ada yang terasa istimewa dalam kualitas departemen akting film ini. Chelsea Elizabeth Islan dan Maxime Bouttier hadir dalam kapasitas akting yang seadanya. Afgansyah Reza bahkan terlihat begitu kaku dalam usahanya untuk menghidupkan karakternya atau bahkan hanya untuk sekedar melafalkan setiap dialognya. Untungnya, film ini masih memiliki Maudy Ayunda yang tidak hanya sangat menyenangkan untuk disaksikan namun juga mampu memberikan energi yang begitu kuat dalam peran yang ia tampilkan. Keempat pemeran ini juga hadir dengan chemistry yang seringkali terasa dipaksakan keberadaannya. Hubungan persahabatan antara karakter Nata dan Niki, rasa suka Annalise kepada Nata dan (yang paling buruk!) hubungan kisah cinta singkat antara Niki dan Oliver tidak pernah mampu untuk benar-benar hadir meyakinkan.

Jika diibaratkan sebagai sebuah lagu, formula cerita yang dihadirkan Refrain jelas adalah sebuah sebuah formula lagu-lagu balada cinta yang telah (terlalu) sering dibawakan – formula yang menghadirkan lirik lagu yang berusaha untuk terdengar puitis dengan iringan komposisi musik yang tampil sederhana. Sama sekali tidak ada yang salah dengan usaha untuk mengeksplorasi formula yang sama berulang kali. Bagaimanapun… di tangan sosok yang berbeda, formula tersebut jelas akan menghasilkan kualitas yang berbeda pula: beberapa akan mampu merangkainya menjadi sebuah sajian cerita cinta familiar namun tetap terasa hangat untuk diikuti sementara beberapa lainnya hanya mampu mengeksekusinya menjadi sebuah kisah cinta lain yang berjalan datar atau bahkan gagal untuk menghadirkan esensi romansa dari kisah cinta tersebut. Refrain, sayangnya, hadir dengan pengolahan yang sama sekali jauh dari kesan istimewa – sebuah pengolahan cerita yang membuat kisah cinta yang dihadirkannya menjadi terasa usang dan cukup membosankan untuk diikuti. Mungkin Refrain memang hanya ditujukan bagi para penonton remaja. Tapi… bukankah setiap penonton dewasa juga pernah mengalami masa remaja dan harusnya mampu terhubung dengan jalan cerita yang ditawarkan oleh Refrain?

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.