Jika saja kualitas sebuah film hanya dinilai dari penampilan fisik para jajaran pengisi departemen aktingnya, maka Honeymoon mungkin akan menjadi salah satu film terbaik yang pernah diproduksi… sepanjang masa. Layaknya film produksi Starvision Plus lainnya, Operation Wedding, yang dirilis beberapa bulan lalu, Honeymoon jelas terlihat merupakan sebuah film yang berusaha untuk menarik perhatian para penonton muda dengan mengedepankan jajaran pemeran berwajah atraktif yang memang cukup dikenal bagi demografi sasaran film ini. Well… here comes the bad news: atraktifnya wajah para pemeran sebuah film sama sekali tidak akan membantu meringankan beban penderitaan (beberapa) penonton dalam mengikuti eksekusi dari sebuah naskah cerita yang benar-benar dangkal… khususnya bila, seperti yang terjadi pada kasus film arahan Findo Purnomo HW (Fallin’ in Love, 2012) ini, jajaran pemeran berwajah atraktif tersebut juga sama sekali tidak mau berusaha untuk berakting dalam menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan.
So… where should we start with this mess? Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Diana Ali Baraqbah, Honeymoon berkisah tentang persahabatan yang terjalin antara tiga pria: David (Fathir Muchtar), Brian (Wakid Khalid) dan Joe (Nino Fernandez). Meskipun berwajah tampan dan memiliki karir yang sukses, ketiga pria tersebut sama sekali tidak memiliki peruntungan yang begitu baik di bidang asmara. David baru saja ditipu mentah-mentah oleh mantan kekasihnya yang terlibat dalam sebuah kasus kriminal. Brian telah memiliki istri, Rachel (Ardina Rasti), yang kemudian diperlakukannya dengan buruk setelah mengetahui bahwa Rachel bukanlah seorang perawan ketika ia nikahi. Sementara Joe… hanya tertarik pada wanita untuk urusan bersenang-senang. Meskipun begitu, ketiganya terus berusaha untuk mencari wanita yang benar-benar tepat untuk mendampingi mereka.
Dan kemudian David bertemu secara tidak sengaja dengan Farah (Shireen Sungkar), gadis cantik nan baik hati serta masih perawan yang dengan segera mampu mencuri hatinya. Tidak membutuhkan waktu lama, usai berkenalan dengan Farah, David lantas membawa kedua orangtuanya (Jaja Mihardja dan Meriam Bellina) untuk menemui ibunda Farah (Lydia Kandou) dan melamar gadis tersebut. Dan pernikahan pun dilangsungkan. Sebuah keanehan muncul pada malam pertama David dan Farah resmi menjadi sepasang suami istri. Farah terlihat begitu ketakutan untuk bercinta dengan David. Masalah tersebut bahkan terus berlanjut dalam kehidupan pernikahan keduanya – yang secara perlahan membuat perhatian David terpaling pada sekretaris barunya, Marsha (Sylvia Fully R). Tanpa sepengetahuan David, Brian ternyata turut menaruh hati pada Farah dan mulai melakukan pendekatan terhadap gadis tersebut – sebuah tindakan yang lantas membuat dua pernikahan berada dalam ancaman di waktu yang bersamaan.
Sejujurnya, entah apa yang ingin disampaikan oleh Honeymoon dalam durasi penceritaannya yang hampir mencapai dua jam tersebut. Menggunakan kata honeymoon sebagai judulnya, film ini bahkan sama sekali tidak pernah bercerita menggunakan bulan madu sebagai elemen yang krusial dalam jalan penceritaannya – bagian bulan madu tersebut justru dihadirkan secara sekilas dan hanya berguna sebagai pemicu adegan komedi bodoh singkat yang terjadi antara karakter David dan Farah. Pada kebanyakan bagian ceritanya, Honeymoon terlihat lebih banyak berbicara (atau berdakwah?) tentang arti pentingnya keperawanan bagi seorang wanita (yang dihadirkan tanpa esensi yang jelas), penyisipan pesan layanan masyarakat mengenai kekerasan terhadap wanita (yang secara mengejutkan dilakonkan oleh aktris yang namanya sedang menanjak akibat kasus terkait), perselingkuhan dan pengkhianatan (yang tentu saja telah menjadi menu wajib dalam film-film sejenis) serta secara perlahan berbicara mengenai penyakit fisik dan mental yang membuat seorang wanita mengalami kesulitan untuk berhubungan intim dengan suaminya. Phew.
Di tangan sutradara serta penulis naskah yang memiliki teknik penceritaan yang rasional, konflik-konflik tersebut mungkin dapat diefektifkan kehadirannya dan dihadirkan menjadi sebuah drama percintaan yang setidaknya sama sekali tidak terlihat berantakan. Unfortunately… you’re in Findo Purnomo HW’s movie. Semua konflik tersebut terasa diaduk-aduk sedemikian rupa untuk kemudian dihadirkan secara bergiliran di dalam presentasi cerita Honeymoon. Hasilnya, Honeymoon hadir bebas dari sentuhan emosi yang seharusnya menjadi sajian utama bagi film-film sejenis, jalan cerita yang begitu berantakan serta bertele-tele dalam penyampaiannya dan terasa sangat mengganggu.
Pembangunan serta eksekusi cerita bukanlah satu-satunya hal yang menganggu dalam Honeymoon. Deretan karakter yang disajikan dalam jalan cerita film ini juga terlihat begitu dangkal. Layaknya trio Destiny’s Child, karakter David, Brian dan Joe ditampilkan dengan porsi yang seadanya – David mendapatkan banyak bagian cerita, Brian hadir untuk mengisi kekosongan selagi David berada di alur cerita yang lain dan Joe… well… he’s the Michelle Williams on this story. Karakter-karakter wanita dalam film ini juga tidak mendapatkan porsi penceritaan yang lebih baik. Karakter Farah dan Rachel terlihat begitu lugu (baca: dungu) luar biasa sehingga seringkali terasa sangat mengesalkan. Begitu juga dengan karakter Marsha yang hanya hadir sebagai karakter gadis penggoda. Tidak lebih. Tambahkan dengan kemampuan akting para jajaran pemeran film ini yang seadanya dalam menghidupkan karakter mereka… maka Honeymoon lengkap menjadi sebuah sajian yang benar-benar berkualitas hampa.
On a brighter side… Findo Purnomo HW entah bagaimana mampu menjerat Jaja Mihardja, Meriam Bellina dan Lydia Kandou untuk bermain dalam filmnya yang lemah ini. Dan, secara tidak mengejutkan, ketiga aktor senior tersebut mampu menjadi titik terang dalam kelemahan kualitas departemen akting film ini. Meskipun dengan porsi penceritaan yang terbatas, Lydia Kandou mampu tampil kuat dalam setiap adegan yang melibatkan kehadiran dirinya. Pasangan Jaja Miharja dan Meriam Bellina – yang harus diakui telah dieksploitasi terlalu sering oleh Starvision Plus untuk menyajikan unsur humor dalam setiap film mereka, tampil dalam chemistry yang tetap luar biasa erat dan menghibur. Kehadiran keduanyalah yang cukup mampu menghadirkan hiburan dalam jalan cerita Honeymoon.
Kecuali penampilan duo Jaja Miharja dan Meriam Bellina yang selalu berhasil tampil komikal dan mencuri perhatian, sayangnya sama sekali tidak ada unsur penceritaan lain yang dapat dinikmati dari Honeymoon. Permasalahan film ini memang telah tertera semenjak awal: naskah cerita yang gagal mengembangkan ceritanya dengan baik sekaligus karakter-karakter yang mampu tampil menarik. Findo Purnomo HW juga sekali lagi hadir dengan kapasitas pengarahan yang lemah. Jalan cerita Honeymoon yang telah kekurangan unsur penceritaan yang kuat mendapatkan eksekusi yang terlalu bertele-tele dalam penyampaiannya. Arahan Findo terhadap jajaran pemeran film ini juga sama sekali tidak mampu membuat Honeymoon setidaknya tetap cukup dapat dinikmati kualitas departemen aktingnya. Singkatnya, Honeymoon adalah sebuah presentasi yang dieksekusi dengan selera yang sangat buruk.
Rating :