Berlatar belakang waktu penceritaan pada tahun 1858, Django Unchained dibuka dengan perkenalan antara dua karakter utamanya, Dr. King Schultz (Christoph Waltz) dan Django (Jamie Foxx). Dr. Schultz adalah seorang dokter gigi yang semenjak beberapa tahun terakhir telah tidak beroperasi dan memilih untuk menjadi seorang pemburu bayaran. Sementara Django… well… Django adalah pria kulit hitam yang kini sedang menjadi seorang budak. Perkenalan keduanya terjadi setelah Dr. Schultz meminta bantuan Django untuk mengenali beberapa penjahat yang telah menjadi target perburuannya. Hubungan keduanya kemudian berjalan dengan baik. Dr. Schultz bahkan kini menjadikan Django sebagai rekannya dalam memburu setiap targetnya.
Selama perkenalan tersebut, Dr. Schultz memberikan banyak pengetahuan baru pada Django, khususnya mengenai kemampuan untuk menembak para buruan mereka. Pun begitu, Django masih memiliki satu obsesi yang ingin ia wujudkan: menemui kembali istrinya, Broomhilda von Shaft (Kerry Washington), yang sekarang telah menjadi budak di sebuah perkebunan milik Calvin J. Candie (Leonardo DiCaprio) yang dikenal sebagai sosok yang sadis. Merasa telah terbantu dengan kehadiran Django, Dr. Schultz akhirnya setuju untuk kembali membantu Django dalam merebut kembali istrinya. Berdua, mereka kemudian menyusun rencana untuk dapat menyusup ke dalam perkebunan milik Calvin dan merebut kembali Broomhilda.
Quentin Tarantino dalam beberapa kesempatan telah menyatakan bahwa Django Unchained adalah film yang terinpirasi dan merupakan bukti cintanya pada film-film dengan gaya penceritaan spaghetti western, khususnya film Django (1966) arahan Segio Corbucci. Walau pengaruh film-film spaghetti western klasik tersebut jelas terasa dalam Django Unchained, namun tidak dapat disangkal bahwa Tarantino juga mampu dengan mulus memasukkan berbagai unsur penceritaan modern-nya yang sangat khas ketika menyajikan film ini. Tata komedi Tarantino yang bernuansa kelam secara cerdas mampu membuat topik penceritaan yang terkesan berat dan cenderung sensitif menjadi begitu mudah untuk mengalir walau sama sekali tidak pernah mengubah sudut pandangnya menjadi terkesan murahan. Jelas akan sangat sulit untuk membayangkan kesan mengenai sebuah kisah masa perbudakan yang digambarkan secara nyata dan kelam namun tetap mampu untuk menghibur jika bukan datang dari tangan seorang Tarantino.
Kekerasan dan darah bagi film-film karya Tarantino jelas tidak dapat dipisahkan lagi – dan hal yang sama akan Anda dapatkan dalam Django Unchained, meski harus diakui kali ini Tarantino mampu menggarapnya dengan begitu rapi. Tetap brutal namun tidak pernah terkesan berlebihan. Hal yang mungkin paling banyak dikeluhkan dari Django Unchained jelas berada pada durasi film ini yang mencapai masa penceritaan sepanjang 165 menit. Meskipun masih mampu memberikan sebuah sajian hiburan yang kuat, namun tidak dapat disangkal bahwa banyak adegan-adegan dalam film ini disajikan dalam ritme penceritaan yang terlalu lamban dan cenderung bertele-tele. Beberapa diantaranya bahkan tidak terasa terlalu esensial untuk dihadirkan sama sekali.
Dengan karakter-karakter kuat yang dituliskannya dalam naskah cerita, maka adalah sangat wajar jika seluruh pengisi departemen akting film ini mampu memberikan permainan akting mereka yang sangat mendalam dan meyakinkan. Yang paling mencolok jelas adalah Leonardo DiCaprio, Christoph Waltz dan Samuel L. Jackson. DiCaprio dan Jackson berperan dalam dua peran antagonis dengan karakterisasi yang begitu kuat sehingga akan mampu membuat penonton begitu membenci mereka. Dan baik DiCaprio serta Jackson mampu dengan sempurna melakukannya. Sementara Waltz, memerankan satu sosok yang sepertinya akan mengingatkan banyak orang pada perannya sebagai Colonel Hans Landa di film Quentin Tarantino sebelumnya, Inglourious Basterds (2009), namun kali ini hadir dalam peran yang protagonis. Waltz sepertinya adalah seorang aktor yang tepat untuk hadir dalam setiap film Tarantino. Dalam setiap dialognya, Waltz mampu menterjemahkan dialog teraneh yang dihasilkan Tarantino sekalipun dan membuatnya menjadi sebuah penampilan yang begitu memikat. Jamie Foxx juga tidak mengecewakan dalam perannya sebagai Django – walau seringkali terlihat tenggelam ketika bersanding dengan ketiga aktor lainnya.
Tata teknis Django Unchained juga hadir dalam komposisi prima. Tata sinematografi arahan Robert Richardon mampu memberikan nuansa klasik Amerika Serikat yang begitu kelam, keras, brutal dan indah di saat yang bersamaan. Begitu pula dengan tata kostum dan tata rias yang tampil meyakinkan di sepanjang presentasi film. Seperti biasa, Tarantino juga menghiasi Django Unchained dengan deretan lagu yang begitu mampu menyuarakan jalan cerita film yang sedang ia hantarkan. Kali ini, Tarantino melakukannya dengan deretan lagu yang dinyanyikan nama-nama seperti John legend dan Rick Ross atau suara-suara yang terinspirasi dari tata musik arahan Ennio Moriccone yang memang berpengalaman mengisi tata musik dalam film-film sejenis.
Senjata. Kekerasan. Darah. Dan lebih banyak darah. Hal-hal yang biasa Anda temukan dalam setiap film yang dihasilkan oleh Quentin Tarantino kembali dapat Anda jumpai pada Django Unchained – film terbarunya yang membahas mengenai masa-masa kelam Amerika Serikat dimana masyarakat kulit hitam menjadi masyarakat kelas dua dan mengalami perbudakan. Oh, tentu saja, komedi. Meskipun membawakan tema penceritaan yang cenderung sensitif – dan disajikan dalam gaya penceritaan western yang khas – Tarantino tetap berhasil menghadirkan gaya humornya yang unik tersebut dalam setiap adegan maupun dialog film ini. Hasilnya, meskipun sebagian orang akan mengeluhkan ritme penceritaan yang cenderung bertele-tele, namun Django Unchained kembali membuktikan bahwa Quentin Tarantino adalah salah satu dari sedikit pembuat film Hollywood yang sepertinya selalu memiliki ide segar (baca: gila) dalam merancang setiap karyanya.
Rating :