Review

Info
Studio : Investasi Film Indonesia/First Media Production
Genre : Drama
Director : Lasja F. Susatyo
Producer : Adiyanto Sumarjono
Starring : Vino G. Bastian, Velove Vexia, Iszur Mochtar, Donna Harun, George Timothy

Minggu, 20 Januari 2013 - 22:30:32 WIB
Flick Review : Mika
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 2503 kali


Diangkat dari novel berjudul Waktu Aku Sama Mika karya Indi, Mika mengisahkan mengenai pertemuan antara dua orang yang merasa terbuang dari dunianya untuk kemudian saling jatuh cinta dan akhirnya mendukung keberadaan satu sama lain dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Terdengar seperti ribuan kisah drama romansa lainnya yang pernah diangkat ke layar lebar sebelumnya bukan? Sayangnya, tidak ada satupun elemen penceritaan Mika yang mampu membuat film ini terasa istimewa jika dibandingkan dengan ribuan kisah drama romansa bertema sama lainnya tersebut. Walau Lasja F. Susatyo mampu menjaga ritme penceritaan dengan cukup baik, namun naskah cerita yang terasa monoton dan dua pemeran utama yang gagal hadir dengan ikatan chemistry yang meyakinkan membuat Mika tidak mampu memberikan ikatan emosional yang sebenarnya dibutuhkan film-film sejenis untuk tampil mengesankan deretan penontonnya.

Mika bercerita mengenai Indi (Velove Vexia), seorang gadis yang merupakan penderita skoliosis – kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang – dan mengharuskannya harus mengenakan bingkai penunjang tulang punggung dalam kesehariannya. Kondisi tersebut tak pelak membuat Indi kehilangan rasa percaya dirinya, khususnya ketika masa-masa transisi dirinya akan memasuki sekolah menengah atas. Akhirnya, Indi lebih memilih untuk menghabiskan waktunya untuk menyendiri guna menjauh dari dunia yang ia kira telah begitu menolak kehadirannya. Namun, kondisi ketidakpercayaan diri yang lemah tersebut mulai berubah ketika Indi berkenalan dengan Mika (Vino G. Bastian).

Walau dengan tubuh yang dipenuhi dengan tato dan penampilan yang terkesan begitu urakan serta tidak terurus, Mika ternyata mampu mengambil hati Indi ketika pemuda tersebut berhasil memberikan Indi berbagai penyemangat mengenai betapa sebenarnya sosok Indi adalah seseorang yang begitu istimewa. Hubungan antara Indi dan Mika kemudian tumbuh semakin kuat… begitu kuat hingga akhirnya Indi tidak mempedulikan status Mika sebagai seorang penderita AIDS dan menerima Mika sebagai kekasih hatinya. Indi dan Mika boleh saja saling mencintai dan tidak mempedulikan kelemahan satu sama lain. Sayangnya, hal yang sama tidak terjadi pada orang-orang di sekitar mereka. Hubungan antara Indi dan Mika mulai mendatangkan banyak reaksi negatif yang secara perlahan menghadirkan berbagai permasalahan dalam hubungan mereka.

Walau tetap mengandalkan tema penceritaan drama romansa yang terkesan telah begitu familiar, Mika sebenarnya tetap memiliki potensi untuk dapat tampil menarik dan emosional jika saja naskah cerita film ini mampu dihadirkan secara lebih personal. Naskah cerita yang ditulis oleh Indra Herlambang dan Mira Santika, sayangnya, tidak memiliki kemampuan tersebut. Naskah cerita Mika justru dipenuhi oleh berbagai hal klise yang selalu terdapat dalam sebuah kisah drama romansa, mulai dari deretan karakternya, konflik yang terjadi pada diri hingga orang-orang yang berada di sekitar mereka, permasalahan yang muncul dalam hubungan kedua karakter utama hingga akhirnya penyelesaian konflik yang diterapkan di akhir kisah. Hasilnya, jalan cerita Mika seperti terasa layaknya ribuan kisah percintaan lainnya yang telah diperdengarkan berulang kali.

Yang semakin membuat Mika tampil terpuruk adalah gagalnya kedua pemeran utama film ini untuk menghidupkan chemistry yang seharusnya begitu terasa antara dua karakter yang mereka perankan. Jangan salah. Baik Vino G. Bastian dan Velove Vexia mampu memerankan karakter mereka masing-masing dengan baik – walau harus diakui cukup sulit untuk melihat Vino tampil sebagai romantic hero dengan penampilan emosionalnya yang begitu meledak-ledak. Namun ketika ditampilkan berpasangan, keduanya tampil canggung untuk satu sama lain. Tidak meyakinkan sebagai pasangan yang mampu menentang hambatan apapun dalam hubungan mereka demi tetap mempertahankan rasa cinta mereka terhadap satu sama lain.

Sama sekali tidak ada yang istimewa dalam presentasi Mika. Dalam penceritaannya yang tersaji sepanjang 101 menit, Mika terlihat layaknya film-film drama romansa bertema sama lainnya. Tidak lebih. Poin tersebut sebenarnya bukanlah letak kegagalan film ini yang sesungguhnya. Mika kemudian benar-benar terasa gagal untuk tampil sebagai sebuah drama romansa yang emosional akibat naskah ceritanya yang begitu monoton dalam mengisahkan deretan konflik film ini serta hambarnya chemistry yang terbentuk antara Vino G. Bastian dan Velove Vexia – sebuah bagian yang jelas terasa sangat krusial untuk dihadirkan bagi film-film sejenis. Datar dan membosankan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.