Dijadwalkan untuk tayang pada 7 September 2012, “Gangster Squad” dipaksa harus mengalah dan mundur 4 bulan ke Januari 2013. Bukan karena filmnya jelek, namun imbas dari kejadian penempakan di sebuah bioskop di kota Aurora, Colorado, saat penayangan film “The Dark Knight Rises”. Sangkut pautnya apa? Karena satu adegan di trailer “Gangster Squad” yang memperlihatkan beberapa orang yang menembak secara membabi-buta ke arah penonton bioskop. Adegan itu pun kemudian “hilang” dari film—untuk menghormati para korban dan keluarganya, diganti oleh adegan lain, yang menuntut adanya syuting ulang pada bulan Agustus 2012. Jadi tidak perlu lagi ada yang ngeluh, “kok tidak ada adegan tembak-tembakan di bioskop, padahal ada di trailer!”. Adegan itu memang yang juga menarik minat saya untuk menonton film yang disutradarai oleh Ruben Fleischer (Zombieland) ini, tapi siapa sangka tak ada adegan “pembantaian bioskop” itu pun, “Gangster Squad” tidak kehilangan satu persen pun karismanya untuk menjadi sebuah film gangster yang badass!
Bicara soal cerita, memang saya akui tak ada yang baru, oplosan lama dengan aroma klise yang kuat, dituangkan dalam jalinan cerita yang ditulis oleh Will Beall, naskah yang terinspirasi dari kisah nyata yang ditulis oleh Paul Lieberman di kolom surat kabar Los Angeles Times, berjudul “Tales from the Gangster Squad”. Dengan make-up yang terkesan komikal, Sean Penn dipercaya untuk menangani karakter bernama Mickey Cohen, orang yang paling ditakuti di LA, menguasai semua yang punya label ilegal di kota para malaikat tersebut. Hukum tidak bisa menyentuhnya, karena polisi dan para hakim sudah dia “beli”. Namun tak semua penegak hukum bisa dibeli oleh Mickey, selagi ia memperluas jaringan kriminal dan kekuasaannya, ada satu orang yang selalu “menyusahkan” Mickey dan anggota geng-nya. Orang itu adalah Sersan John O'Mara (Josh Brolin). Salah-satu polisi jujur yang kemudian diperintahkan oleh Bill Parker (Nick Nolte), Kepala Kepolisian Los Angeles untuk membentuk sebuah tim rahasia, misi mereka adalah mengobrak-abrik bisnis Mickey. Terpilihlah Jerry Wooters (Ryan Gosling), Detektif Coleman Harris (Anthony Mackie), Conway Keeler (Giovanni Ribisi), Navidad Ramirez (Michael Pena) dan juga Max Kennard (Robert Patrick) yang jago tembak. Mereka dijuluki “Gangster Squad”.
Saya yang datang ke bioskop tidak berharap disuguhkan dengan cerita yang bagus, hanya ingin “ditembaki”, ternyata tidak dikecewakan oleh “Gangster Squad”. Cerita “ala kadarnya” film ini pun bagi saya sudah cukup, untuk kemudian membiarkan si sutradara untuk menodongkan banyak aksi seru ke hadapan mata penonton. Ruben Fleischer hanya ingin memuaskan mereka yang kecewa, jika film gangster banyak omong ketimbang tembak-tembakan dan baku-hantam. Jadi, saya abaikan jika film ini menomor-duakan cerita, tapi syaratnya “Gangster Squad” harus bisa memuaskan saya dengan film gangster yang beneran gangster. Semua adegan yang wajib ada di film gangster, tampaknya diangkut semua oleh “Gangster Squad”. Dari menembakan senapan mesin dengan membabi-buta dari dalam mobil, kejaran-kejaran mobil yang walaupun sudah diberondong peluru, jagoan tetap tidak kena, hanya mobilnya saja yang penuh lubang. Sampai duel satu lawan satu, yang lagi-lagi tidak perlu ditanya kenapa tidak ada satupun peluru yang kena. Buang jauh-jauh logika, maka semua itu adalah hiburan yang menyenangkan. Bang-bang-bang-crot!
Selain jago tembak, “Gangster Squad” juga lihai menutupi “cacatnya”, kekurangan yang hadir disana-sini seakan diabaikan, saat film ini sudah beraksi, kebisingan itu membuat saya melupakan ceritanya, yang memang dinomor-duakan film ini. Begitu pula dengan karakter-karakternya, sesudah diperkenalkan seadanya, ditambahkan sedikit nasasi, film ini membiarkan karakter-karakternya untuk tetap begitu-begitu saja sepanjang film. Tidak ada pengembangan karakter yang berarti, termasuk juga Emma Stone yang ditempatkan benar-benar hanya sebagai “pemanis” saja. Walau sudah diduetkan lagi dengan Ryan Gosling untuk menambah unsur romansa di film ini, tapi chemistry-nya kosong, romansa numpang lewat yang tidak berbekas. Emma tetap punya karisma, Gosling tetap keren, sayang tidak dimanfaatkan dengan baik. “Gangster Squad” memang sudah menyia-nyiakan bakat dari deretan pemainnya, ya seharusnya bisa dimanfaatkan lebih, seorang Sean Penn yang bermain “sinting” di film ini pun jadi terlihat sia-sia, apalagi dengan make-up yang diakui agak konyol itu. Namun sekali lagi, “Gangster Squad” tetap bisa memanipulasi pikiran saya untuk tak langsung men-cap film ini jelek, terlepas dari banyaknya “lubang”, saya menyukai apa yang sudah disodorkan Ruben Fleischer. Dengan setting tahun 40-50an, film ini mampu membangun Los Angeles pada masa itu dengan berkelas, mewah, glamor dan sekaligus kelam, ditambah tone filmnya yang dipoles stylish. “Gangster Squad” tidak punya waktu untuk basa-basi, film ini bicara melalui moncong senapan mesin yang “cerewet”. Menodongkan aksi-aksi seru dalam misinya untuk memuaskan saya yang memang datang untuk menonton orang-orang tembak-tembakan. Saya keluar bioskop pun tersenyum puas, “Gangster Squad” asyik.
Rating :