Cinta Tapi Beda mengisahkan hubungan percintaan berliku antara dua karakter yang berasal dari latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda, Cahyo (Reza Nangin) dan Diana (Agni Pratistha). Cahyo, yang berasal dari keluarga Muslim yang taat di Yogjakarta, adalah seorang juru masak berbakat yang bekerja di salah satu restoran paling populer di Jakarta. Sementara itu, Diana, yang berasal dari keluarga dengan latar belakang kepercayaan Katolik di Padang, merupakan seorang mahasiswi jurusan tari yang saat ini sedang akan menghadapi ujian akhirnya. Keduanya secara tidak sengaja bertemu di sanggar tari yang dikelola oleh bibi Cahyo, Dyah Murtiwi (Nungky Kusumastuti). Pertemuan tersebut kemudian secara perlahan berlanjut menjadi hubungan percintaan yang akhirnya tidak dapat memisahkan keduanya.
Walaupun begitu, permasalahan mulai muncul ketika Cahyo memperkenalkan Diana pada keluarganya. Keluarga Cahyo yang masih hidup dengan latar belakang agama Islam yang sangat kuat jelas merasa kaget ketika Cahyo memperkenalkan seorang gadis yang berasal dari latar agama lain sebagai calon pendampingnya. Perdebatan kata-kata sengit antara Cahyo dan ayahnya, Fadholi (Suharyoso), jelas tidak terelakkan lagi. Keluarga Cahyo sendiri bukanlah satu-satunya pihak yang tidak menyukai hubungan tersebut. Ibu Diana (Jajang C Noer), yang merasa dirinya telah kehilangan beberapa anaknya akibat memilih untuk meninggalkan kepercayaan Katolik yang mereka anut, juga tak ingin Diana menjalin hubungan dengan Cahyo. Cahyo dan Diana jelas masih sangat mencintai satu sama lain. Namun dengan semakin tingginya tekanan yang diarahkan pada mereka, hubungan kasih keduanya sedang berada dalam masa kritis dan dapat saja berujung dengan perpisahan untuk selamanya.
Dengan film secara keseluruhan diarahkan oleh dua nama, Hestu Saputra (Pengejar Angin, 2011) dan Hanung Bramantyo (Perahu Kertas, 2012), serta naskah cerita yang ditulis oleh Taty Apriliyana, Novia Faizal dan Perdana Kartawiyudha, jelas adalah sangat mengherankan untuk melihat bahwa sama sekali tidak ada yang istimewa dalam jalan penceritaan Cinta Tapi Beda. Benar bahwa film ini mengulik sebuah tema yang semakin terasa menghangat di kalangan masyarakat Indonesia serta cukup berani dalam menghadirkan sebuah ending kisah yang memilih untuk ‘memenangkan cinta.’ Tapi selain dari itu, Cinta Tapi Beda terkesan hadir dengan formula plot cerita standar khas drama romansa Indonesia yang telah berulangkali dieskplorasi.
Cinta Tapi Beda sebenarnya memulai penceritaannya dengan cukup baik. Dua karakter utamanya mampu diperkenalkan dengan karakterisasi yang akan mampu membuat penonton mudah untuk menyukai keduanya – meskipun hadir dengan chemistry yang canggung di beberapa bagian cerita. Hubungan asmara yang terbentuk antara karakter Cahyo dan Diana juga berhasil dikemas secara manis. Pengisahan Cinta Tapi Beda mulai terasa terjal ketika satu persatu konflik cerita film ini mulai dihadirkan. Deretan konflik yang dihadirkan sebenarnya mampu disusupkan dengan baik ke tengah-tengah penceritaan. Namun, dalam perjalanannya, konflik-konflik tersebut gagal untuk mendapatkan pengembangan yang kuat dan akhirnya berjalan monoton dalam menceritakan permasalahannya.
Jalan penceritaan Cinta Tapi Beda yang standar khas drama romansa Indonesia juga diimbangi dengan kehadiran karakter-karakter yang standar pula. Sebenarnya tidak ada yang salah dari mengulang kembali formula penceritaan yang sama. Namun hasilnya akan terasa begitu datar jika formula familiar tersebut tidak diolah dengan beberapa polesan yang akan mampu membuatnya tetap terlihat segar dan menarik. Hal itulah yang terjadi pada film ini. Tanpa penggalian karakter yang mendalam, setiap karakter yang dihadirkan terlihat seperti hanya menjalani fungsinya masing-masing: dua karakter pecinta, beberapa karakter yang akan menghalangi cinta tersebut, beberapa karakter yang berasal dari sisi netral serta beberapa karakter yang dihadirkan untuk mendistraksi perhatian dua karakter pecinta. Standar dan tidak menarik.
Dari departemen akting, Cinta Tapi Beda untungnya mendapatkan dukungan yang kuat dari penampilan para jajaran pemerannya. Walau film ini merupakan debut aktingnya, namun Reza Nangin mampu memberikan sebuah penampilan yang begitu meyakinkan – tidak pernah terlihat berlebihan namun jauh dari kesan lemah. Meskipun penampilan Agni Pratistha sebagai seorang penari masih kurang meyakinkan, namun dari segi dramatis, Agni mampu menampilkan akting terbaiknya. Chemistry yang ia hasilkan bersama Reza juga cukup meyakinkan meskipun terlihat goyah di beberapa bagian. Pemeran pendukung lainnya juga tampil memuaskan meskipun dengan porsi cerita yang sangat terbatas dan kurang berkembang.
Mungkin yang menyebabkan Cinta Tapi Beda gagal untuk tampil mengesankan adalah keputusan untuk mengeksplorasi sebuah tema cerita yang sangat sensitif dengan pendekatan cerita yang benar-benar (terlalu) aman dan klise. Hasilnya, daripada mampu mendapatkan sebuah penceritaan yang baru, Cinta Tapi Beda justru terlihat hanyalah sebagai sebuah variasi drama romansa Indonesia dengan pola penceritaan yang begitu-begitu saja. Standar – yang akan membuat banyak orang heran mengapa dibutuhkan dua sutradara untuk mengarahkan jalan cerita klise seperti film ini. Bukanlah sebuah film yang buruk, namun jelas seharusnya mampu mendapatkan presentasi cerita yang jauh lebih tajam lagi.
Rating :