Apa yang akan Anda lakukan jika Anda didiagnosa menderita sebuah penyakit yang dapat kapan saja mengakhiri perjalanan hidup Anda di dunia? Atau… apa yang akan Anda lakukan jika orang yang Anda sayangi ternyata harus menghadapi tantangan kehidupan tersebut? Tidak seperti film-film lain yang bertema sama dan biasanya ditulis dengan nada penceritaan dramatis yang mendayu-dayu, 50/50, yang ditulis oleh penulis naskah Will Reiser serta menjadi film ketiga yang diarahkan oleh Jonathan Levine setelah All the Boys Love Mandy Lane (2006) dan The Wackness (2008), justru berusaha menghadirkan jalan cerita yang cenderung kelam tersebut dengan nada drama komedi yang kental. Secara mengagumkan, Levine mampu mengolah naskah cerita tulisan Reiser menjadi sebuah presentasi dengan nilai komedi cerdas yang sangat menghibur, namun tetap sangat menyentuh ketika menghadirkan momen-momen dramatisnya.
Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Reiser, 50/50 berkisah mengenai kehidupan seorang pemuda berusia 27 tahun, Adam Lerner (Joseph Gordon-Levitt), yang sepertinya memiliki semua hal yang dapat diimpikan oleh setiap pemuda yang seusianya: wajah yang atraktif, karir yang memuaskan, sahabat yang dengan setia mengganggunya setiap saat serta sesosok gadis cantik yang dapat disebutnya sebagai seorang kekasih. Namun, semua hal berubah ketika Adam kemudian di-vonis menderita kanker tulang belakang yang sebenarnya sangat jarang terjadi. Melalui riset kecil yang dilakukannya melalui internet, Adam lalu menyadari bahwa kesempatan setiap penderita kanker tulang belakang untuk dapat bertahan hidup hanyalah sebesar 50%.
Walau awalnya merasa bahwa kanker tersebut adalah sebuah tamparan hebat yang membuat hidupnya sama sekali tidak memiliki arti lagi, Adam secara perlahan mulai mencoba untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan ketegaran – dan bersenang-senang bersama sahabatnya, Kyle Hirons (Seth Rogen). Tentu saja, hal tersebut tidak berjalan mudah. Kehadiran kanker dalam hidup Adam telah membuat hubungan antara dirinya dengan kekasihnya, Rachael (Bryce Dallas Howard), dan ibunya, Diane (Anjelica Huston), menjadi begitu terguncang. Pun begitu, di sisi lain, penyakit kanker tersebut kemudian membawa Adam untuk mengenal beberapa karakter baru dalam kehidupannya yang mampu membuatnya lebih merasa bahagia atas kehidupan yang telah dijalaninya selama ini.
Kisah mengenai sesosok karakter yang kehidupannya harus berubah secara drastis – entah karena sebuah penyakit atau karena sebuah konflik kehidupan lainnya, jelas sama sekali bukanlah sebuah tema penceritaan yang baru. Will Reiser sendiri sepertinya tidak merancang 50/50 untuk menjadi sebuah cerita mengenai perjuangan melawan kanker yang dipenuhi dengan intrik-intrik dramatis a la Hollywood yang tidak familiar. Keunggulan 50/50 justru terletak pada kemampuan Reiser untuk membalut kisah tradisional tersebut dengan elemen penceritaan drama komedi yang kental. Secara mengagumkan, Reiser mampu menggali lebih dalam ke setiap sisi cerita yang sebenarnya bernada kelam untuk kemudian menghasilkan elemen-elemen komedi yang begitu menghibur – sekaligus dengan sama sekali tidak pernah melupakan kekuatan dramatis dari tema cerita awal yang ia olah.
Kekuatan itu sendiri berhasil dimunculkan oleh Reiser melalui karakter-karakter kuat yang mengisi jalan cerita 50/50. Jika pada kebanyakan film yang bertema sama, jalan ceritanya memfokuskan pada kehidupan sang karakter utama, maka 50/50, seperti layaknya judul film ini, membagi dua perspektif utama jalan ceritanya: dari sisi karakter Adam yang merasakan pahitnya kehidupan sebagai penderita penyakit kanker serta dari sisi karakter-karakter lain yang berada di sekitar kehidupan Adam. Bukan berarti bahwa Reiser mengurangi porsi penceritaan Adam sebagai karakter utama film. Reiser secara cerdas membentuk banyak momen kisah pendukung di dalam jalan cerita yang kemudian menuntun penonton untuk menyadari bahwa Adam tidak sendirian dalam menghadapi penyakitnya – dan bahwa karakter-karakter lain yang berada di sekitarnya juga terpengaruh atas kondisi yang dirasakan Adam.
Kredit keberhasilan penceritaan 50/50 jelas juga harus diberikan kepada Jonathan Levine yang mampu merangkai alur penceritaan naskah cerita Reiser dengan begitu rapi – baik ketika mengekplorasi elemen emosional dari sisi drama film ini maupun ketika berusaha menonjolkan sisi komedi film lewat deretan dialog 50/50 yang begitu menghibur. Keberhasilan Levine lainnya jelas muncul lewat kemampuannya untuk mengarahkan para jajaran pengisi departemen akting film ini dalam menghidupkan deretan karakter yang mereka perankan sehingga mampu menjadi karakter-karakter yang akan dengan mudah disukai dan terhubung secara emosional dengan para penonton film.
Seth Rogen, seperti biasa, mampu menjadi sandaran utama jalan cerita 50/50 untuk menghadirkan momen-momen komedi di sepanjang penceritaan film – walaupun karakter yang ia perankan cenderung seringkali terlihat mengesalkan. Begitu pula dengan Bryce Dallas Howard dan Anna Kendrick yang berhasil tampil sebagai karakter love interest bagi karakter Adam dengan kepribadian yang saling bertolak belakang. Walaupun hadir dengan porsi karakter yang minim, Anjelica Huston, Phillip Baker Hall dan Matt Frewer justru mampu seringkali menghadirkan momen-momen menarik dalam penampilan mereka. Peran Huston – aktris yang seharusnya mendapatkan perhatian sebesar yang diperoleh Meryl Streep saat ini – sebagai karakter ibu kandung dari Adam serta Baker Hall dan Frewer sebagai dua karakter penderita kanker lain mampu menghadirkan tambahan jalinan hubungan yang lebih emosional dalam kehidupan Adam.
Sementara itu, Joseph Gordon-Levitt semakin mampu membuktikan bahwa dirinya adalah seorang aktor dengan jangkauan akting yang sangat luas. Sebagai Adam, Gordon-Levitt mampu tampil kuat ketika dibutuhkan untuk menampilkan sisi dramatis dari karakternya sekaligus memberikan banyak momen-momen menghibur ketika karakternya berada dalam situasi yang bernuansa komedi – khususnya ketika karakternya berada dalam satu adegan bersama Anna Kendrick. Penampilan Gordon-Levitt yang sederhana namun dengan kharisma yang kuat juga mampu membuat karakter Adam menjadi begitu mudah untuk disukai sekaligus membuat kisah yang ingin disampaikan oleh jalan cerita 50/50 terasa berjalan lebih nyata.
Sejujurnya, 50/50 bukanlah berjalan tanpa masalah. Di bagian pertengahan cerita, sutradara Jonathan Levine terasa sedikit bingung untuk membawa alur pengisahan film ini dan membuat ritme penceritaan sedikit terganggu – walau hal tersebut tidak berlangsung lama. Namun, secara keseluruhan, akan sangat sulit untuk menolak pesona kecerdasan Levine dan Will Reiser dalam menyajikan sebuah cerita yang sebenarnya bernada begitu kelam dengan balutan nuansa drama komedi yang benar-benar bekerja dengan baik dalam setiap elemen ceritanya. Sederhana, namun lewat bantuan penampilan jajaran departemen akting serta penulisan dan pengarahan cerita yang kuat, 50/50 mampu menghadirkan sebuah kisah yang begitu menghibur dan di saat yang sama mampu bergerak aktif untuk menyentuh hati setiap penontonnya.
Rating :