Review

Info
Studio : MILES Films
Genre : Drama
Director : Riri Riza
Producer : Mira Lesmana
Starring : Gudino Soares, Petrus Beyleto, Putri Moruk

Selasa, 06 November 2012 - 09:00:08 WIB
Flick Review : Atambua 39° Celcius
Review oleh : Shinta Setiawan (@ssetiawan) - Dibaca: 7144 kali


Sudah 13 tahun berlalu sejak berlangsungnya referendum di Timor Timur. Mereka yang memilih untuk menempati negara yang baru pun pindah ke Timor Leste. Sementara, sisanya bertahan untuk tetap tinggal di Indonesia dan hidup di kota-kota perbatasan. Mereka yang berada di daerah pusat kekuasaan mungkin tak merasakan bagaimana eksodus yang terjadi bertahun-tahun lalu itu telah mengoyak hidup banyak orang yang berada di tengah-tengah peristiwa tersebut. Tapi, di sini, di tanah Atambua yang begitu keras namun sangat indah ini, Riri Riza membawa kita untuk menyaksikan kehidupan mereka yang tercerabut dari akarnya karena sebuah pilihan politik.

Joao (Gudino Soares) adalah seorang pemuda yang tinggal di Atambua. Sang ayah, Ronaldo (Petrus Beyleto), membawa Joao yang baru berusia 7 tahun saat eksodus yang berlangsung 13 tahun yang lalu, meninggalkan istri dan dua anak perempuannya yang lebih memilih untuk tinggal di kampung halaman mereka di Timor Leste.

Meski kini hanya tinggal berdua, Joao dan Ronaldo memiliki hubungan yang dingin. Joao yang hanya bekerja serabutan sering menghabiskan waktu dengan luntang-lantung atau duduk sendiri di rumah, mendengarkan surat dalam bentuk kaset-kaset yang berisikan suara ibunya, berharap untuk bisa dipertemukan kembali dengan keluarga yang sudah lama dirindukannya. Lain lagi dengan Ronaldo. Pria yang bekerja sebagai supir ini sering kali pulang dalam keadaan mabuk dan terlihat tak peduli dengan anaknya sendiri.

Suatu hari, Joao melihat Nikia (Putri Moruk), dan perhatiannya pun langsung tersedot pada sosok wanita misterius ini. Nikia ternyata datang kembali dari Kupang ke Atambua untuk menyelesaikan ritual duka kematian kakeknya. Joao sendiri mulai banyak menghabiskan waktu untuk mengikuti Nikia. Meski awalnya terganggu, Nikia lama kelamaan membuka diri. Sayangnya, ketika Joao berusaha menunjukkan perasaannya dengan cara yang memaksa, Nikia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Atambua.

Atambua 39° Celcius (2012) merupakan film yang terasa sangat otentik. Selain menggunakan pemeran yang memang merupakan orang-orang asli Timor, film ini juga menggali kisahnya dari para aktor dan aktrisnya, serta mereka yang mengalami sendiri bagaimana referendum 13 tahun yang lalu itu kemudian mengubah kehidupan mereka secara drastis.

Riri Riza yang menulis dan menyutradarai sendiri Atambua 39° Celcius memutuskan untuk menggunakan pendekatan yang sangat natural dalam film ini. Penyutradaannya yang begitu sabar dan apa adanya memberikan ruang yang luas bagi Atambua dan para penduduknya untuk menjelaskan sendiri kisah mereka melalui gambar-gambar yang terasa sangat realistis sekaligus puitis.

Meski pusat dari cerita Atambua 39° Celcius sendiri adalah kisah cinta, film ini juga dengan sangat halus membawa penontonnya untuk menyaksikan dokumentasi tentang kota perbatasan ini. Mulai dari keadaan alamnya yang indah, kondisi sosial, politik, keagamaan, sampai kultur penduduknya juga disampaikan tanpa memaksa dan menggiring opini.

Tanpa banyak dialog, Riri memberi keleluasaan bagi ketiga pemerannya, Gudino Soares, Petrus Beyleto, dan Putri Moruk, untuk bercerita dengan mimik dan gestur yang wajar namun terasa sangat kuat. Saat mereka bercerita dan bercakap-cakap dengan bahasa Tetum Porto – sebuah bahasa yang terdengar indah namun sudah tak banyak penuturnya – kita pun makin tertarik masuk dalam kisahnya yang berlapis-lapis.

Diwakili oleh sosok Joao, Ronaldo, dan Nikia, kita diajak untuk melihat beragam aspek dari kehidupan di Atambua yang terasa ambivalen. Di satu sisi, kehidupan masyarakatnya terlihat normal dan aktivitas warganya pun tetap berjalan seperti biasa meski mereka berada di atas tanah yang memiliki sejarah kompleks. Di sisi lain, kesedihan, kemarahan, dan trauma juga masih begitu lekat dengan keseharian para penduduk Atambua. Seperti ketiga pemerannya, sebagian memilih untuk pergi dan mengubur masa lalunya seperti Nikia; menyimpan sendiri kemarahan dan pahitnya perpisahan jauh di dalam hatinya seperti Ronaldo; atau berusaha untuk membuka jembatan rekonsiliasi seperti Joao.

Dengan jumlah kru yang sangat minim – hanya 13 orang – Riri Riza dan Mira Lesmana tetap sanggup untuk menghasilkan sebuah film yang sederhana namun sangat bermakna. Penata sinematografi film ini, Gunnar Nimpuno, berhasil menangkap keindahan cahaya dan kecantikan tanah Timor meski dengan peralatan seadanya. Tapi, yang mungkin terasa cukup menonjol dari film ini adalah paduan adegannya yang puitis dengan score dari Basri B. Sila yang sangat menyentuh.

Sayangnya, Atambua 39° Celcius bukanlah sebuah film yang mungkin dapat dinikmati semua orang. Atambua 39° Celcius merupakan potret sebuah realita, dan terkadang penonton memilih untuk menutup mata dan memilih film yang lebih dapat menjadi sarana eskapisme. Namun, secara garis besar, Atambua 39° Celcius juga menawarkan dirinya untuk menjadi sarana bagi mereka yang menyaksikannya untuk berlari, masuk menghambur ke dalam sebuah cerita – tentang kita, tentang Indonesia, dan tentang mereka yang terpinggirkan.

Bila kita bisa selalu sabar melangkah ke bioskop untuk menyaksikan kisah manusia-manusia ibukota yang sering kali dangkal dan terlalu familiar, kenapa tidak memberi kesempatan bagi Atambua untuk menceritakan kisahnya? Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk lebih lebar membuka mata dan hati bagi mereka yang kisahnya sudah lama kita lupakan.

Durasi: 90 menit
Tanggal Rilis: 8 November 2012

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.