Review

Info
Studio : Ganesa Perkasa Films
Genre : Drama, Thriller
Director : Awi Suryadi
Producer : Dheeraj Khisore, Zara Zettira ZR
Starring : Nadine Alexandra, Dion Wiyoko, Dimas Beck, Manohara Odelia, Claudia Hidayat

Minggu, 04 November 2012 - 20:09:54 WIB
Flick Review : Loe Gue End
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 2640 kali


Diangkat dari novel berjudul sama karya Zara Zettira ZR, Loe Gue End mengawali penceritaannya dengan kisah mengenai seorang novelis terkenal bernama Zara Zettira (Amanda Soekasah) yang telah kehilangan gairah dan hasratnya untuk melanjutkan karirnya sebagai penulis. Suatu ketika, Zara menerima serentetan surat elektronik dari seorang gadis bernama Alana (Nadine Alexandra) yang menceritakan mengenai kehidupan pribadi dirinya serta teman-temannya sebagai kaum muda kalangan atas di Jakarta – kehidupan yang diisi dengan seks, alkohol serta narkotika dan obat-obatan terlarang yang akhirnya justru menjebak Alana dan teman-temannya dalam kegelapan.

Alana sendiri adalah seorang model papan atas di Jakarta. Terlahir dari ayah (Ray Sahetapy) yang merupakan seorang dokter bedah plastik paling terkenal di kota metropolitan tersebut, Alana hidup dengan bergelimang uang dan harta. Semenjak lama tidak pernah mengenal sosok ibu dalam kehidupannya, serta sang ayah yang lebih memilih untuk fokus bekerja daripada menghabiskan waktu bersama puterinya, Alana telah terbiasa untuk mengisi kesehariannya dengan bersenang-senang dan berpesta bersama teman-temannya, Radit (Dion Wiyoko), Timo (Dimas Beck), Vira (Manohara Odelia), Lina (Kelly Tan) dan Fifi (Moudyzania). Namun, kehidupan bebas tanpa keberadaan aturan jelas ada bayarannya. Dan Alana beserta teman-temannya kini tengah dihadapkan pada resiko tersebut.

Awalnya, Loe Gue End dibangun berdasarkan kisah dari karakter sang penulis novel yang telah kehilangan gairahnya dalam menulis dan menghasilkan sebuah karya baru. Secara perlahan, melalui perantaraan surat elektronik yang dikirimkan oleh karakter utama lainnya, kisah film ini kemudian berubah menjadi kisah hidup (nan tragis) dari sang karakter utama lainnya tersebut. Sebuah teknik penceritaan yang sebenarnya sama sekali bukanlah hal baru dan wajar… jika film ini kemudian mampu memberikan sebuah jalinan hubungan yang terbentuk antara karakter satu dengan yang lain.

Pada Loe Gue End, hubungan tersebut sama sekali tidak terbentuk. Karakter Zara Zettira digambarkan hanya membaca kisah mengenai karakter Alana melalui rentetan surat elektronik yang ia kirimkan, tanpa pernah sekalipun digambarkan karakter tersebut kemudian membentuk sebuah jalinan hubungan – baik secara fisik maupun emosional. Lalu… apa sebenarnya kegunaan dari kehadiran karakter Zara Zettira dalam jalan cerita film ini? Yang lebih mengherankan, Zara Zettira yang juga duduk di bangku produser film ini juga membiarkan saja karakternya digambarkan sebagai sesosok penulis yang seenaknya mengambil kisah hidup tragis orang lain untuk keuntungan pribadinya tanpa pernah berusaha untuk menghubungi orang tersebut.

Penceritaan mengenai kisah hidup karakter Alana sendiri bukannya berjalan tanpa masalah. Naskah cerita arahan Archie Hekagery terlihat seperti seenaknya untuk menghadirkan sebuah masalah lalu menyelesaikannya dengan sebuah kematian – yang lalu kembali diselesaikan ‘dengan begitu mudah’ melalui kehadiran secara tiba-tiba dua karakter baru dengan plot cerita berbau supranatural yang jelas sama sekali tidak masuk akal. Deretan-deretan karakter dalam jalan cerita Loe Gue End juga tampil sama dangkalnya. Selain karakter Alana, karakter-karakter lain sepertinya dihadirkan hanya untuk menjadi pelengkap saja dalam menghadirkan sebuah konflik maupun tragedi baru di dalam jalan cerita. Tidak mengherankan jika kemudian Loe Gue End terlihat begitu membosankan walaupun berusaha menghadirkan deretan kejutan di banyak bagian penceritaannya.

Satu-satunya hal yang dapat dipandang memuaskan dari Loe Gue End adalah kecerdasan Awi Suryadi dalam memilihkan tampilan visual yang pas untuk jalan cerita film yang cenderung kelam. Pemilihan warna-warna terang serta efek slow motion yang ia terapkan pada beberapa bagian cerita film harus diakui cukup mampu membuat film ini setidaknya tampil menarik dalam sisi visualnya. Awi juga mampu mendapatkan penampilan terbaik dari jajaran pengisi departemen aktingnya – terlepas dari dangkalnya penceritaan dari karakter-karakter tersebut. Sangat disayangkan memang naskah cerita Loe Gue End tampil begitu terbatas sehingga sama sekali tidak dapat dikembangkan dengan lebih baik lagi.

Untuk sebuah film yang hanya berdurasi sepanjang 75 menit, Loe Gue End menyimpan begitu banyak tema penceritaan yang ingin disampaikan kepada penontonnya – mulai dari kisah mengenai kehidupan bebas para kaum kelas atas Jakarta, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, kecanduan alkohol, drama keluarga, intrik romansa dan persahabatan hingga sekelumit kisah mengenai aktivitas paranormal. Sayangnya, naskah cerita arahan Archie Hekagery tidak memiliki kedalaman yang mencukupi untuk menampung seluruh konflik cerita yang ingin disampaikan tersebut. Hasilnya, walaupun sutradara Awi Suryadi berusaha menutupi berbagai kelemahan cerita dengan tampilan visual yang cukup mempesona, Loe Gue End tetap saja tampil begitu dangkal dalam bercerita dan menghadirkan deretan karakternya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.