Nama sutradara Hanny R Saputra sempat menjadi pembicaraan masyarakat luas Indonesia ketika film yang menjadi debut penyutradaraannya, Virgin (2004), mendapat kecaman berbagai elemen masyarakat karena dinilai membawa nilai-nilai moral dan budaya yang cenderung tidak sesuai dengan budaya ketimuran yang dianut masyarakat Indonesia. Pun begitu, hal tersebut tidak mencegah terhambatnya kepopuleran Virgin di kalangan penikmat sinema Indonesia, termasuk berhasil mengantarkan para jajaran pemerannya – Laudya Chynthia Bella dan Ardina Rasti – ke tingkat kepopuleran yang lebih tinggi lagi di masa itu.
Kesuksesan Hanny tidak berhenti sampai disitu. Tiga film yang ia rilis berikutnya, Mirror (2005), Heart (2006) dan Love Is Cinta (2007), juga berhasil meraih sukses yang bahkan melebihi kadar kesuksesan Virgin. Sayangnya, kesuksesan Hanny kemudian berhenti di titik tersebut. Dua film yang ia rilis berikutnya, The Real Pocong (2009) dan Ssst… Jadikan Aku Simpanan (2010), yang notabene mengikuti tren pasar yang sedang condong ke film-film bernuansa horror dan komedi dewasa, gagal mendapatkan kesuksesan yang sama.
Menjadi rilisannya yang kedua di tahun ini, Sweetheart dapat dengan mudah dikenali sebagai sebuah usaha Hanny untuk kembali menggarap tema yang dahulu pernah ia garap sebelumnya lewat Virgin. Ditambah dengan beberapa pengaruh yang didapat dari film-film semacam Heathers (1989), Jawbreakers (1999) dan Mean Girls (2004), Sweetheart sebenarnya mampu menjadi sebuah film bertema remaja yang cukup menarik. Cukup menarik hingga akhirnya penulis naskah, Cassandra, terlihat kebingungan dalam meneruskan kisah film ini yang sangat dapat dirasakan dimulai dari bagian pertengahan film.
Kisah Sweetheart sendiri berpusat pada kehidupan Nina (Aurellie Moeremans), yang terpaksa pindah ke sekolah baru khusus putri karena ibunya, Chyntia (Ayu Azhari), baru saja menikah dengan seorang pengusaha kaya. Di sekolah barunya tersebut, Nina harus berhadapan dengan kelompok geng Sweetheart, kumpulan tiga cewek paling cantik dan populer di sekolahnya, Imel (Sabai Morscheck), Fifi (Sheila Thohir) dan Cherry (Joanna Alexandra). Tidak hanya cantik dan populer, karena posisinya orangtuanya yang pejabat, menyebabkan tidak seorangpun di sekolah tersebut berani melawan Imel dan teman-temannya.
Setelah beberapa kali adegan anggota Sweetheart diperlihatkan berlaku kasar pada beberapa siswi lainnya, adalah permasalahan waktu hingga akhirnya naskah cerita film ini akhirnya menempatkan Nina sebagai musuh tunggal anggota Sweetheart. Diperlakukan kasar, Nina sempat merasa trauma dan tak mau lagi kembali ke sekolahnya. Itu hingga akhirnya, berkat bantuan Misha (Marcel Chandrawinata), seorang siswa yang baru dikenalnya, berhasil membangkitkan kembali semangat Nina. Kini, Nina kembali ke sekolah sebagai pribadi yang berbeda. Tidak hanya itu, ia telah mempersiapkan banyak rencana untuk membalaskan dendamnya kepada Sweetheart.
Adalah sebuah hal yang wajar ketika banyak orang menjadi sedikit pesimistis mendengar nama Aurellie Moeremans – yang beberapa waktu lalu baru saja merilis filmnya, D’Love (2010) – dan Sabai Morscheck memegang dua posisi pemeran utama. Dua aktris muda ini memang sama sekali belum pernah menunjukkan kemampuan acting yang menjanjikan di film-film mereka sebelumnya. Ditambah dengan kurangnya nama besar di jajaran pemeran pendukung (Ayu Azhari? C’mon!), riwayat dua film terakhir Hanny R Saputra dan tampilan poster yang “seadanya,” adalah sangat mudah untuk memandang Sweetheart sebelah mata.
Berita bagusnya, tidak ada satupun jajaran pemeran Sweetheart yang tampil mengecewakan. Serius! Khususnya Sabai Morscheck yang mampu dengan baik membawakan perannya sebagai seorang gadis cantik yang egois sekaligus menyimpan bibit-bibit seorang psycho dalam dirinya. Akting para jajaran pemeran inilah yang menjadi kekuatan utama Sweetheart. Baiklah, tak seorangpun akan menganggap serius kemampuan akting yang diperlihatkan Marcel Chandrawinata di film ini, namun yang lainya tampil cukup memuaskan. Aurellie Moeremans memperlihatkan peningkatan kemampuan akting dari apa yang ia perlihatkan di D’Love. Dua aktris yang berperan sebagai pendamping Sabai, Sheila Thohir dan Joanna Alexandra – quite a long way from being the sweetheart of Catatan Akhir Sekolah (2005), huh? — mampu tampil mengimbangi penampilan Sabai. Ayu Azhari? Singkat dan eksotis.
Kabar buruknya? Kemampuan akting para pemeran Sweetheart tidak akan mampu menyembunyikan bagaimana buruknya penulisan naskah cerita film ini. Jangan salah. Film ini sebenarnya dimulai dengan cukup menarik. Penuh hal-hal cheesy namun diceritakan dengan cara yang sangat baik. Namun ketika karakter Imel digambarkan mengalami permasalahan cinta, dari titik ini kemudian kualitas naskah cerita Sweetheart secara perlahan mengalami penurunan. Karakterisasi yang semenjak awal telah terbentuk – Sweetheart adalah kelompok yang bengis dan Nina merupakan korban mereka yang siap untuk menuntut balas – secara perlahan berubah dan menyebabkan keanehan tersendiri pada jalan cerita. Lihat saja Imel, yang awalnya dikisahkan sebagai karakter yang egois dan tangguh, kemudian berubah menjadi seorang yang (sangat) lemah ketika berhadapan dengan kisah patah hati. Karakter Nina juga tak lepas dari perubahan ini. Beberapa kali, penonton akan dibuat bingung apa niat Nina yang sebenarnya. Benarkah ia berpura-pura baik untuk membalas dendam atau memang ia bersikap lunak setelah melihat penderitaan Imel? Perubahan ini terjadi beberapa kali, dan ditambah dengan beberapa cabang cerita yang kadang mengambil alih jatah durasi cerita utama, Sweetheart sepertinya kemudian terjebak untuk menggunakan berbagai pengaruh jalan cerita Hollywood dalam menceritakan kisahnya.
Sangat disayangkan memang, setelah awal yang menjanjikan dan pembuktian akting para jajaran pemeran film ini yang berhasil, Sweetheart kemudian jatuh hanya menjadi sebuah drama remaja yang seadanya. Naskah cerita film ini memang adalah faktor utama yang patut disalahkan atas kegagalan tersebut. Mendapatkan pengaruh dari beberapa film remaja Hollywood, Sweetheart malah kemudian terjebak sendiri dengan menggunakan terlalu banyak formula tersebut yang menghasilkan jalan cerita yang tidak berkesinambungan. Sweetheart seharusnya dapat tampil lebih baik lagi dari ini.