Review

Info
Studio : Elle Driver/Tazora Films
Genre : Drama, Horror, Thriller
Director : Chris Kentis, Laura Lau
Producer : Laura Lau, Agnès Mentre
Starring : Elizabeth Olsen, Adam Trese, Eric Sheffer Stevens, Julia Taylor Ross, Adam Barnett, Haley Murphy

Sabtu, 21 Juli 2012 - 16:13:05 WIB
Flick Review : Silent House
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 5125 kali


Sukses dengan Martha Marcy May Marlene (2011) yang melambungkan namanya ke jajaran aktris muda papan atas Hollywood, Elizabeth Olsen menambah panjang daftar filmografinya dengan membintangi film thriller arahan Chris Kentis dan Laura Lau (Open Water, 2003) yang berjudul Silent House. Naskah cerita film ini sendiri diadaptasi oleh Lau dari film thriller asal Uruguay berjudul La Casa Muda (2010) arahan sutradara Gustavo Hernández yang sukses mendunia lewat berbagai festival film dan kemudian terpilih untuk mewakili negara Amerika Latin tersebut untuk berlaga di kategori Best Foreign Language Film di ajang The 84th Annual Academy Awards – walau kemudian gagal untuk masuk nominasi akhir.

Silent House berkisah mengenai seorang gadis bernama Sarah (Olsen) yang bersama ayahnya, John (Adam Trese), dan pamannya, Peter (Eric Sheffer Stevens), pindah ke rumah lama mereka di sebuah daerah terpencil untuk memperbaiki rumah tersebut dan kemudian nanti akan menjualnya. Walau telah menghabiskan masa kecilnya di rumah tersebut, Sarah anehnya sama sekali memiliki ingatan yang sangat minimal tentang kehidupannya selama berada di rumah tersebut. Karenanya, ketika ia mendapat sebuah kunjungan dari seorang gadis bernama Sophia (Julia Taylor Ross) yang mengaku sebagai teman masa kecilnya, Sarah merasa begitu kesulitan untuk mengingat diri Sophia.

Merupakan seorang penyendiri yang seringkali menutup dirinya dari dunia luar, Sarah kemudian mulai mengalami kejadian-kejadian aneh selama menetap di rumah tersebut. Ia mendengar suara-suara seperti langkah kaki dan keributan kecil di berbagai sudut rumah. Sang ayah sendiri hanya berusaha menenangkan Sarah ketika gadis tersebut mencoba memberitahu sang ayah mengenai rasa kekhawatirannya. Namun, ketika tiba-tiba Sarah mendengar sebuah keributan dan menemukan ayahnya dalam keadaan terluka, Sarah kemudian menyadari bahwa kekhawatirannya selama ini telah terbukti dan nyawanya sedang berada dalam ancaman.

Seperti halnya La Casa Muda, Chris Kentis dan Laura Lau menerapkan cara yang sama dalam menceritakan jalan cerita Silent House: menggunakan sebuah handheld camera serta proses pengambilan gambar yang hanya berlangsung sebanyak satu kali untuk menciptakan kesan nyata dari rentetan peristiwa yang dialami oleh sang karakter utama. Dan harus diakui, Kentis dan Lau melakukannya dengan cara yang cukup mengesankan. Di sepanjang 85 menit penceritaan Silent House, penonton seperti diajak menjadi saksi mata langsung berbagai teror yang dialami oleh karakter Sarah secara lebih dekat. Hal inilah yang membuat Silent House, terlepas dari jalan cerita dan lokasi yang minimalis, mampu memberikan banyak momen-momen horor yang menyenangkan.

Berbeda dari film aslinya, Lau mencoba untuk menggali lebih dalam dan memberikan beberapa tambahan pada sudut cerita Silent House. Bagian-bagian inilah yang kemudian berkembang menjadi kelemahan sekaligus keunggulan film ini. Penonton jelas mendapatkan sebuah penceritaan yang jauh lebih menarik dari eksplorasi yang dilakukan Lau, namun kejutan yang diberikan di bagian akhir cerita terlihat seperti gagal untuk digarap lebih mendalam yang kemudian menjadikan bagian tersebut terkesan mudah ditebak dan kurang menarik. Pun begitu, jika dibandingkan dengan La Casa Muda, Silent House harus diakui mampu tempil dengan garapan yang lebih baik di berbagai sisi.

Keunggulan terbesar Silent House yang mampu menempatkan kualitas film ini diatas film aslinya adalah terletak pada bintang utamanya, Elizabeth Olsen. Sebagai pemeran sesosok karakter yang hampir selalu hadir di setiap adegan, Olsen jelas mengemban beban berat untuk menjadikan karakter yang ia perankan mampu memberikan rasa simpatik dari penonton, menguras emosi mereka sekaligus tetap mampu menjaga persediaan adegan-adegan yang menegangkan. Dan Olsen melakukannya dengan begitu fantastis! Dengan kamera yang selalu berada di hadapan wajahnya, penonton dapat merasakan berbagai emosi yang mengalir dan turut merasakan ketegangan dan ketakutan yang dihadirkan Olsen melalui karakternya.

Terlepas dari twist cerita yang terkesan gagal untuk dieksekusi dengan lebih baik dan pilihan ending yang sepertinya tidak klimaks, Silent House adalah sebuah thriller yang cukup memuaskan. Kemampuan Chris Kentis dan Laura Lau dalam mengendalikan jalan cerita secara teratur dipadukan dengan teknik pengambilan gambar yang terasa begitu personal mampu menangkap dengan kuat berbagai emosi yang dikeluarkan oleh Elizabeth Olsen sehingga menghasilkan deretan adegan yang mampu menghadirkan momen-momen menegangkan. Sebuah remake yang mampu mengungguli film aslinya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.