Ketika masih berusia 12 tahun, dan jelas belum dikenal sebagai salah satu vokalis musik rock legendari di Indonesia, Ahmad Albar pernah membintangi sebuah film keluarga yang berjudul Jendral Kancil (1958). Dalam film tersebut, Albar mendapatkan peran utama sebagai seorang anak yang nakal namun penuh dengan kecerdasan dan akal yang sangat banyak. Oleh Harry Dagoe Suharyadi, Jendral Kancil kemudian diadaptasi dalam bentuk sebuah serial televisi musikal berjudul Ratu Malu dan Jendral Kancil yang sempat meraih kesuksesan – dan memperkenalkan penonton Indonesia pada seorang Nikita Willy – ketika ditayangkan pada tahun 2002 hingga 2004.
Di tahun 2012, Harry Dagoe Suharyadi kembali menghadirkan karakter Jendral Kancil dalam sebuah film yang berjudul Jendral Kancil The Movie – atau Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas jika melihat credit title yang dihadirkan di awal film ini. Filmnya sendiri bukanlah merupakan remake dari film Jendral Kancil yang dulu pernah dibintangi oleh Ahmad Albar, walaupun karakter utamanya masihlah seorang anak laki-laki dengan karakteristik sifat yang sama seperti di film tersebut. Mereka yang pernah menyaksikan atau merupakan penggemar serial televisi Ratu Malu dan Jendral Kancil mungkin akan merasa akrab dengan beberapa karakter yang kembali dihadirkan dalam film ini – meskipun diperankan oleh deretan pengisi departemen akting yang sama sekali berbeda… dan tanpa kehadiran Nikita Willy, tentunya.
Awal cerita Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas sendiri dimulai dengan kisah seorang anak laki-laki bernama Guntur namun sering dijuluki sebagai Jendral Kancil (Adam Farrel Xavier) yang memimpin teman-teman sekolahnya untuk melawan tiga orang preman yang sering mengganggu kehidupan mereka. Berkat kerjasama mereka, usaha tersebut membuahkan hasil. Tiga preman tersebut menyerah dan menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi mengganggu anak-anak sekolah. Sayangnya, oleh guru mereka (Rasyid Hakim dan Mpok Atiek) tindakan Guntur tersebut dianggap sebagai sebuah bentuk tawuran. Guntur akhirnya di-skors tidak masuk sekolah selama tiga hari.
Ketika ia kembali ke sekolahnya, Guntur ternyata menemukan bahwa kepopulerannya telah menghilang dengan cepat. Ternyata, ada seorang anak baru yang telah menjadi idola baru: Ratu Pelangi (Ersya Aurelia) yang merupakan seorang aktris sinetron cilik terkenal dan juga memiliki bakat menyanyi. Guntur sendiri tidak peduli dengan “kepopulerannya yang hilang” walau beberapa teman dekatnya menilai kedatangan Ratu Pelangi hanya menjadi seorang pengganggu bagi kejayaan Guntur. Masalah sendiri tidak hanya berhenti disitu. Sekolah tempat Guntur dan teman-temannya belajar ternyata sedang menjadi incaran seorang mafia asal Italia (Eugenio Cimolin) untuk digusur demi tujuan pribadinya. Mengetahui hal tersebut, Guntur kembali mengumpulkan teman-temannya dan memulai rencana untuk menggagalkan tindakan sang mafia.
Tidak dapat disangkal, bahkan semenjak menit-menit awalnya, Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas telah mampu jauh lebih superior daripada Melodi, sebuah film keluarga musikal arahan Harry Dagoe Suharyadi yang dirilis pada tahun 2010 namun dengan kualitas yang sangat menyedihkan. Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas mampu dihadirkan dengan kualitas produksi yang jauh lebih baik, ritme penceritaan yang lebih menyenangkan untuk diikuti serta jajaran pemeran yang sepertinya akan sangat mudah untuk menarik hati setiap penontonnya. Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas jelas adalah sebuah film yang sangat menyenangkan untuk disaksikan, khususnya bagi banyak penonton muda.
Namun, beberapa kelemahan yang muncul dalam Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas tetap saja akhirnya membuat film ini masih belum mampu untuk tampil dengan penyajian yang kuat. Yang paling mudah diperhatikan adalah mengenai banyaknya karakter yang dihadirkan di dalam jalan cerita namun gagal untuk mendapatkan penggalian yang mendalam. Kebanyakan karakter yang dihadirkan secara dangkal tersebut kebanyakan berada di jajaran karakter dewasa yang sepertinya hanya tampil untuk memperlengkap struktur cerita tanpa pernah diberikan kesempatan untuk memberikan pengaruh yang signifikan pada struktur cerita Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas.
Beberapa karakter yang seharusnya menjadi karakter utama – atau setidaknya mendapatkan porsi penceritaan lebih banyak – juga gagal ditampilkan secara menarik. Lihat saja bagaimana karakter Guntur/Jendral Kancil yang dihadirkan ‘terlalu lurus.’ Sebagai seorang pemimpin, karakter Guntur/Jendral Kancil digambarkan sebagai sesosok anak laki-laki yang cerdik, cerdas dan banyak akal walaupun dengan tingkah laku nakal dalam kesehariannya. Namun, Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas sama sekali tidak mampu menggambarkan karakterisasi tersebut. Karakter Guntur/Jendral Kancil yang diperankan oleh Adam Farrel Xavier justru sama sekali tidak pernah diperlihatkan sisi kenakalannya. Dari sisi kepemimpinan, karakter Guntur/Jendral Kancil juga hanya terlihat duduk dan mengatur strategi ketika teman-temannya sibuk dan menghadapi kesulitan ketika ‘berperang.’ Ini yang membuat kehadiran karakter Guntur/Jendral Kancil seringkali tampak tidak menarik dan adegan yang melibatkan dirinya seringkali dicuri oleh karakter-karakter minor seperti Badil (Audric Adrian Pratama) – bintang sesungguhnya dari film ini – atau Tia Kribo (Zsazsa Utari).
Yang juga patut dipertanyakan adalah pemberian subjudul Ratu Pelangi dan Cermin Emas. Subjudul biasanya mencerminkan bahwa jalan cerita sebuah film akan memberikan fokus lebih banyak pada karakter atau kejadian yang melibatkan nama yang tertera di subjudul tersebut. Namun film ini sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi karakter Ratu Pelangi untuk hadir dengan penceritaan yang luas selain hanya menjadi karakter yang menimbulkan konflik antara karakter Guntur/Jendral Kancil dan karakter Rogus (Qaidi Rozan) dalam memperebutkan perhatian karakter Ratu Pelangi. Hal yang sama juga terjadi pada bagian cermin emas. Penceritaan cermin emas sendiri tidak pernah dijadikan fokus penceritaan bahkan cenderung tidak dilibatkan di sepanjang 85 menit durasi film ini berjalan, kecuali pada satu adegan saja. Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas mungkin akan tampil lebih baik jika film ini hanya berkisah mengenai kenakalan dan kecerdikan karakter Guntur/Jendral Kancil dan teman-temannya daripada melebarkan sayap cerita ke bagian-bagian yang sebenarnya tidak mampu untuk disajikan dengan baik.
Selain dari aksen Batak Mpok Atiek dan M Alif Amalfie yang timbul tenggelam di sepanjang penceritaan film, departemen akting Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas harus diakui berhasil tampil tanpa permasalahan berarti. Tidak ada yang istimewa, namun jelas jauh dari kesan mengecewakan. Audric Adrian Pratama yang berperan sebagai Badil jelas menjadi bintang utama dari film ini. Audric berhasil menghantarkan momen-momen komikal yang dialami karakternya dengan baik. Begitu juga dengan deretan pemeran dewasa – termasuk Indra Bekti, jika ia adalah nama yang Anda khawatirkan – yang berhasil memperkuat kualitas keseluruhan dari departemen akting film ini.
Sebagai sebuah sajian yang ditujukan untuk penonton muda, Jendral Kancil The Movie: Ratu Pelangi dan Cermin Emas jelas akan mampu memberikan banyak unsur kesenangan tersendiri. Mulai dari jalan cerita yang menghibur, karakter-karakter yang cukup unik dan bervariasi hingga tampilan visual yang sangat nyaman untuk disaksikan. Beberapa kelemahan harus diakui memang mengurangi kualitas penyajian keseluruhan dari film ini – khususnya dari beberapa bagian cerita yang kurang mampu dieksekusi dengan baik serta deretan karakter yang terkesan hadir tanpa penggalian karakter yang sesuai dengan kebutuhan cerita. Sebuah usaha yang menghibur, tidak mengecewakan namun jelas seharusnya mampu hadir lebih kuat lagi.
Rating :