Kesuksesan mengejutkan yang dialami oleh Walt Disney Pictures ketika merilis Alice in Wonderland tahun 2010 lalu sepertinya telah menyadarkan banyak produser Hollywood bahwa dunia tidak akan pernah merasa lelah untuk mendengarkan kisah-kisah dongeng klasik. Menyusul Alice in Wonderland, banyak rumah produksi di Hollywood yang kini sedang memproduksi versi modern dari berbagai kisah dongeng klasik popular, termasuk kisah klasik Snow White and the Seven Dwarves atau yang lebih dikenal sebagai Puteri Salju bagi masyarakat Indonesia. Tercatat, terdapat tiga proyek pembuatan film berbeda yang kini memanfaatkan inspirasi kisah Snow White and the Seven Dwarves dalam alur kisah film mereka. Mirror Mirror, yang disutradarai oleh Tarsem Singh (Immortals, 2011) dan diproduksi oleh Relativity Media, adalah film pertama tentang sang Puteri Salju yang dirilis ke pasaran.
Dengan naskah yang ditulis oleh Jason Kelleck dan Melissa Wallack, walaupun mengalami beberapa perubahan, Mirror Mirror masihlah merupakan kisah Snow White and the Seven Dwarves yang ditujukan bagi para penggemar film-film keluarga yang bernuansa komedi. Dikisahkan, Snow White (Lily Collins) adalah puteri dari seorang raja (Sean Bean) yang menghilang di tengah kegelapan hutan selepas ia menikahi Queen Clementianna (Julia Roberts). Queen Clementianna sendiri mengungkapkan pada Snow White bahwa sang ayah tewas di kedalaman hutan akibat diserang oleh sebuah makhluk buas. Snow White kemudian tumbuh di bawah asuhan Queen Clementianna yang seringkali mengisolir Snow White dari dunia luar agar dirinya tetap dianggap sebagai wanita tercantik di kerajaan tersebut.
Perseteruan langsung antara Snow White dan Queen Clementianna terjadi ketika pada ulang tahunnya yang ke-18, ketika Queen Clementianna melarang Snow White untuk keluar dari kamarnya. Namun, ketika Prince Alcott (Armie Hammer) yang ditaksir oleh Queen Clementianna kemudian memilih Snow White untuk menjadi pendamping hidupnya, kemarahan Queen Clementianna tidak dapat terbendung lagi. Sang ratu kemudian menugaskan pengawal kepercayaannya, Brighton (Nathan Lane), untuk membawa Snow White ke tengah hutan dan membunuhnya. Karena tidak tega, Brighton kemudian hanya meninggalkan Snow White di tengah hutan. Beruntung, Snow White bertemu dengan tujuh kurcaci perampok yang kemudian melindungi dan membantu Snow White untuk merebut kembali Prince Alcott dari tangan sang ratu.
Mirror Mirror sepertinya benar-benar diproduksi untuk dipasarkan kepada para penggemar film-film komedi keluarga. Jalan ceritanya diwarnai dengan kisah-kisah yang penuh kelembutan dan keceriaan. Contohnya, karakter Snow White sendiri tidak pernah digambarkan benar-benar mendapatkan perlakuan kejam dari Queen Clementianna. Sang Ratu dalam Mirror Mirror cenderung digambarkan sebagai sesosok wanita yang culas, penuh dengan niat jahat namun sebenarnya tidak pernah benar-benar mampu melaksanakan perbuatan jahat tersebut. Begitupun, ketika dikisahkan Snow White mendapatkan ilmu beladiri dari para kurcaci, adegan-adegan pertarungan dalam Mirror Mirror dihadirkan hanya dalam skala ringan dan tidak pernah terasa tampil dengan nuansa kekerasan.
Ringannya irama penceritaan Mirror Mirror memang akan menjadi hiburan tersendiri bagi mereka yang menjadi pangsa pasar penonton utama film ini. Namun, mereka yang mengharapkan adanya jalinan kisah yang sedikit lebih padat, sepertinya akan merasa kecewa dengan film ini. Dan memang, di sepanjang 106 menit perjalanan durasi ceritanya, Mirror Mirror tidak pernah hadir dengan kedalaman cerita yang mampu mengikat. Sentuhan komedinya hanya mampu memancing tawa beberapa kali. Kisah perseteruan antara karakter Snow White dan Queen Clementianna juga tidak pernah berhasil terasa kuat dan meruncing. Puncaknya, kisah asmara antara karakter Prince Alcott dan Snow White yang terasa terlalu hambar untuk mampu tampil menarik hati para penontonnya.
Pengisi departemen akting Mirror Mirror sendiri mampu menghadirkan penampilan terbaik mereka. Lily Collins tampil begitu lembut dan anggun sebagai Snow White. Julia Roberts, walau pada awalnya terlihat kurang pas untuk memerankan sesosok karakter selicik dan segelap Queen Clementianna, juga lama-kelamaan mampu menancapkan geliat perannya yang meyakinkan kepada sosok sang Ratu. Begitu juga dengan Armie Hammer – yang secara fisik telah tampil sangat meyakinkan untuk memerankan karakter Prince Alcott – Nathan Lane dan para pemeran pendukung lainnya. Kekurangan dari departemen akting film ini terletak pada minimnya chemistry yang dapat dirasakan antara para pemerannya. Hubungan yang rumit antara karakter Snow White dengan Queen Clementianna maupun kisah romansa antara Snow White dengan Prince Alcott terasa kurang meyakinkan akibat minimnya chemistry yang tercipta antara para pemerannya.
Seperti yang ditampilkannya dalam The Cell (2000), The Fall (2006) dan Immortals (2011), Tarsem Singh adalah seorang yang handal dalam merangkai kemegahan warna. Begitu pula dengan Mirror Mirror yang dipenuhi dengan warna-warna cerah yang begitu indah dalam setiap gambarnya. Secara keseluruhan, kualitas tata produksi Mirror Mirror berada pada tingkatan yang memuaskan. Oh, sebuah kejutan diberikan Singh bagi para penontonnya di akhir film. Sebuah tampilan musikal berjudul I Believe in Love yang dinyanyikan sendiri oleh Lily Collins dan disajikan a la film-film Bollywood. Adegan berdurasi kurang dari lima menit tersebut tampil begitu menghibur, menyenangkan dan harus diakui menjadi bagian terbaik dari Mirror Mirror sendiri.
Mirror Mirror sepenuhnya adalah sebuah film yang memang ditujukan bagi para penonton muda dan penggemar film-film komedi keluarga. Dan harus diakui, dengan tambahan polesan visualnya yang memikat, Tarsem Singh mampu menghadirkan sebuah penceritaan ringan yang cukup menghibur. Namun, jalan ceritanya yang bebas dari tantangan sebuah penceritaan yang baru serta kurangnya chemistry yang tercipta antara para pemeran film ini, seringkali membuat Mirror Mirror tampil tanpa daya tarik yang kuat. Hasilnya, Mirror Mirror tampil dengan kisah cerita yang terkesan dangkal dan kurang begitu mengesankan.
Rating :