Seperti yang dilakukan oleh beberapa praktisi film Indonesia pada FISFiC Vol. 1 yang dirilis pada akhir tahun lalu, produser Chand Parwez Servia bersama dengan sutradara Upi Avianto juga mengumpulkan beberapa talenta muda untuk mengarahkan film-film pendek bertemakan horor dan thriller untuk kemudian ditampilkan dalam satu presentasi. Walau sama sekali belum pernah mengarahkan film layar lebar, nama-nama sutradara yang karyanya turut disertakan dalam Hi5teria sendiri bukanlah nama-nama yang baru pertama kali berkenalan dengan industri film. Tercatat, Adriyanto Dewo, Chairun Nisa, Billy Christian, Nicho Yudifar dan Harvan Agustriansyah lebih dahulu dikenal sebagai penghasil film pendek dengan beberapa diantaranya bahkan mampu membawa karya mereka melangkah lebih jauh di tingkat persaingan dunia.
Lima film pendek yang hadir dalam Hi5teria dibuka oleh Pasar Setan karya Adriyanto Dewo. Mengeksplorasi kembali mengenai kisah mistis yang sering dialami oleh para pendaki gunung, Pasar Setan mengisahkan mengenai Sari (Tara Basro) yang terpisah dari kekasihnya, Jaka (Egy Fedly), ketika sedang melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu. Keanehan terjadi ketika malam tiba dan kawasan hutan di gunung tersebut berubah menjadi ramai dengan suara-suara dan penampakan aneh. Sayangnya, judul Pasar Setan yang disematkan Adriyanto pada film ini justru menjadi bagian yang gagal untuk mendapatkan perhatian utama. Adriyanto sepertinya berusaha meminimalisir kesan klise dalam menerjemahkan Pasar Setan. Namun, dengan cara yang ditampilkan oleh Adriyanto, Pasar Setan justru hadir kurang menggigit dan menjadi bagian terlemah dalam Hi5teria.
Untungnya, ritme penceritaan Hi5teria kemudian dapat meningkat dengan kehadiran Wajang Koelit karya Chairun Nisa. Mengeksplorasi sisi mistis dari kebudayaan tradisional Indonesia, Wajang Koelit berkisah mengenai seorang wartawan asing bernama Nicole (Maya Otos) yang sedang melakukan riset terhadap pertunjukan wayang kulit di daerah Jawa Tengah. Chairun Nisa sendiri berhasil menampilkan sisi mistis dari penceritaan wayang kulit dengan cukup baik, walaupun penampilan Maya Otos pada beberapa bagian terasa kaku dan dan jomplang ketika dibandingkan dengan penampilan akting dari Sigi Wimala yang sayangnya hadir dalam durasi yang (terlalu) singkat.
Billy Christian kemudian hadir dengan Kotak Musik yang menjadi presentasi ketiga dalam Hi5teria. Berkisah mengenai seorang dosen muda bernama Farah (Luna Maya) yang selalu mengutamakan logika dalam setiap perbuatan dan pemikirannya, Farah harus dihadapkan pada sebuah fenomena supranatural – yang sama sekali tidak pernah ia percayai keberadaannya – ketika ia mengambil sebuah kotak musik yang ternyata masih dimiliki oleh orang lain. Billy Christian mampu mendapatkan penampilan akting terbaik dari Luna Maya, menempatkannya dalam sebuah jalan cerita dengan intensitas serta kejutan yang terjaga dengan baik dan mengakhiri kisahnya dengan sebuah tampilan cerita yang apik. Kotak Musik, harus diakui, adalah presentasi terbaik dalam Hi5teria.
Seperti yang dapat diinterpretasikan dari judulnya, Palasik karya Nicho Yudifar mencoba untuk memaparkan mengenai mitos makhluk supranatural yang berasal dari ranah Minangkabau tersebut. Bercerita mengenai seorang pria (Adrian Aliman) yang membawa istri barunya yang tengah hamil (Imelda Therinne) dan anaknya dari perkawinan sebelumnya (Poppy Sovia) untuk berliburan di sebuah vila terpencil. Teror mulai datang ketika sang istri mengeluhkan mengenai banyaknya gangguan supranatural yang datang kepadanya dan dipercaya merupakan gangguan palasik yang mencoba untuk mencuri bayi yang sedang ia kandung. Palasik merupakan penyedia twist ending terbaik dalam Hi5teria, walaupun bukannya sama sekali tidak dapat ditebak kemunculannya. Sayangnya, Nicho sepertinya tidak terlalu mampu menyelami tema palasik yang hendak ia presentasikan. Mulai dari sentuhan budaya Minangkabau yang terkesan hanya menjadi selipan belaka hingga jalan cerita dan karakter yang tidak pernah terasa sepenuhnya mau mengeksplorasi apa sisi mistis dari sosok palasik itu sendiri.
Hi5teria ditutup dengan Loket karya Harvan Agustriansyah yang bercerita mengenai teror supranatural yang dialami oleh seorang penjaga loket parkir (Ichi Nuraini) ketika masa tugasnya di malam hari. Premis yang menarik, dan sebenarnya sangat sesuai untuk ditempatkan sebagai sebuah film pendek. Namun Harvan terkesan terlalu mengulur pengeksekusian jalan ceritanya yang membuat Loket seringkali terasa banyak membuang waktu dengan sebuah eksekusi yang justru dihadirkan terlalu singkat dan terburu-buru. Penampilan Ichi Nuraini dan Bella Esperance setidaknya tetap mampu membuat Loket tampil cukup menarik.
Hal pertama yang dapat ditangkap dari lima cerita yang disajikan dalam Hi5teria adalah kekurangmampuan setiap sutradara untuk mengeksplorasi berbagai sisi dari cerita yang mereka hadirkan. Banyak detil yang tertinggal begitu saja serta banyak jalan cerita yang kurang mampu dijabarkan dengan baik. Kelima kisah Hi5teria juga terlihat terlalu berusaha untuk menjadi jalan cerita yang ‘cerdas’ dengan menghadirkan twist di dalam jalan ceritanya, yang sayangnya banyak diantaranya gagal untuk dieksekusi dengan mulus. Ibaratnya, Hi5teria mampu memberikan kesenangan pengalaman menyaksikan sebuah presentasi horor dalam perjalanannya, namun sama sekali tidak pernah berhasil untuk menghadirkan klimaks cerita yang mampu membuat film ini dapat terasa lebih istimewa. Tapi setidaknya, jika dibandingkan dengan FISFiC Vol. 1, setiap film pendek dalam Hi5teria mampu hadir dengan kualitas yang lebih baik dan merata antara satu film dengan yang lain.
Rating :