"Postcards from the Zoo berhasil merefleksikan korelasi manusia dan binatang secara indah dalam sebuah koridor imajinasi dan visual yang nyata."
Begitu resensi singkat saya usai menonton film panjang kedua karya Edwin yang berhasil masuk di kompetisi Berlinale Film Festival pada awal tahun ini, sebuah kompetisi yang prestisius bagi insan perfilman nasional karena sepanjang Berlinale digelar hanya ada satu film Indonesia yang berhasil menembus Berlin yaitu Badai Selatan karya Sofia W.D. di tahun 1962, walau belum ada konfirmasi dari pihak Berlinale tentang kebenaran berita itu.
Postcards from the Zoo berfokus kepada seorang Lana (Ladya Cheryl), seorang wanita yang menghabiskan hampir seumur hidupnya di Kebun Binatang Ragunan. Lana kecil yang sudah akrab diantara hewan-hewan tumbuh menjadi Lana dewasa, menjaga dan merawat mereka di area kebun binatang. Hewan-hewan itu seakan tahu bahwa Lana adalah seorang teman yang peduli untuk mereka. Lana berteman dengan jerapah, macan, kuda nil dan bermacam hewan lainnya. Bahkan Lana juga yang menjadi guide bagi para pengunjung dan menjelaskan fakta-fakta tentang hewan yang ada disana.
Kebun Binatang Ragunan adalah rumah bagi Lana. Walau Lana menyimpan satu cita-cita yang belum terlaksana sampai dewasa, yaitu menyentuh perut jerapah, tidak ada yang meragukan kesetiaan Lana disana. Kesetiaan itu mulai terusik ketika datang seorang pesulap berpakaian koboi (Nicholas Saputra) yang membuat Lana masuk ke dunia baru yang belum pernah ia temui sebelumnya. Walau tidak ada interaksi yang berarti antara Lana dan pesulap selama mereka bertemu, Lana seakan berhasil disulap untuk ikut ke dunia baru-nya itu. Singkat cerita, Lana keluar dari kebun binatang dan ikut berpetualang ke dunia baru bersama si pesulap. Berjalan dari satu tempat ke tempat lain, mempertontonkan kehebatan yang dimiliki si pesulap dibantu oleh Lana.
Keluar dari kebun binatang, Lana seakan memiliki hidup baru. Hidup diluar keseharian-nya bersama para binatang, kali ini Lana berinteraksi dengan bermacam manusia walau digambarkan disini Lana tetap menjadi sosok yang polos dan penurut. Sosok yang akhirnya harus menerima nasibnya ketika ia harus bekerja di tempat bernama Planet Spa dan harus meninggalkan dunia baru-nya bersama si pesulap dan memasuki dunia baru lainnya. Dunia baru yang walau agak muram tapi berhasil dibuat fun oleh Lana dengan pengetahuan seputar dunia binatang yang ia miliki. Adakah hubungan dunia binatang dengan pekerjaan barunya di Planet Spa? Jika dilihat dari kacamata kita mungkin tidak ada, tapi tidak bagi Lana.
Refleksi. Kalimat ini begitu mendominasi Postcards from the Zoo. Setiap scene jika bisa diartikan secara seksama mengandung makna yang mendalam tentang refleksi kehidupan manusia pada masa sekarang. Bahwa kehidupan manusia tidak jauh berbeda dengan kehidupan binatang. Terkadang manusia sering terjebak dalam rasa kesendirian, ini digambarkan oleh karakter Lana dan karakter pesulap. Mereka berjuang seorang diri menentukan nasibnya dalam rimba kehidupan ini dengan caranya masing-masing. Walau akhirnya mereka sempat bekerjasama, toh pada akhirnya mereka berpisah dan hidup dengan jalan mereka sendiri. Sama seperti gambaran Jirah, sang Jerapah. Ia dijelaskan oleh Lana sebagai satu-satunya spesies jerapah di Kebun Binatang Ragunan. Meskipun pada kenyataannya jerapah senang hidup berkelompok, toh pada akhirnya Jirah harus menerima nasib ia hanya sendiri di kebun binatang.
Korelasi antara manusia dan binatang terasa nyata dalam Postcards from the Zoo, bahkan Edwin sengaja menambahkan fakta dimana dalam kehidupan seringkali manusia bersifat seperti binatang dan begitu sebaliknya. Dalam satu scene di Planet Spa diperlihatkan bagaimana seorang manusia bisa menjadi lebih keji dari binatang buas sekalipun ketika Lana dan sang pesulap harus mempertunjukkan aksi mereka di depan seorang wanita yang sedang disiksa oleh bos dari Planet Spa. Penyiksaan yang disertai oleh tawa riuh bos dan anak buah itu memperlihatkan bahwa terhadap sesama manusia terkadang mereka tidak menggunakan otak dan pikiran mereka lagi, seakan mereka hanya sekumpulan binatang yang bertindak hanya berdasarkan nafsu. Pada scene lain diperlihatkan kasih sayang orang tua terhadap anaknya dengan seekor kuda nil bermain dan menjaga anaknya, merefleksikan kehidupan Lana yang di awal scene memanggil ayah-nya yang entah kemana menghilang dan meninggalkan Lana sendiri di Ragunan. Scene yang begitu menampar kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia-lah yang harusnya bersifat seperti itu.
Di tangan seorang Sidi Saleh, gambar yang dihasilkan dari Postcards from the Zoo terasa begitu indah mengulik setiap sudut kebun binatang Ragunan. Still shot memperlihatkan hewan-hewan sedang berjalan dan bermain di kandang juga mengungkap sisi keindahan dan bahkan perenungan sejenak, apakah sebenarnya hewan-hewan itu senang dan nyaman dipertontonkan banyak manusia dan menjadi objek hiburan di dalam sebuah tempat dimana tidak bisa bergerak terlalu banyak. Ditambah scoring dan lagu tema kebun binatang Ragunan yang ceria dan terus menghantui sepanjang film, seakan mengajak kita terus berpikir tentang keceriaan dan kebahagiaan dalam hidup itu sendiri. Apakah nyata atau memang semu karena kita memaksa diri kita untuk bahagia walau sebenarnya berperasaan sama dengan para hewan-hewan itu?
Apapun itu, Postcards from the Zoo adalah gambaran sempurna koridor imajinasi dan visual yang nyata, dimana Edwin berhasil menipiskan garis batas antar keduanya. Trik sulap yang sempurna, daya magis kebun binatang Ragunan dan hubungan yang terjalin antara manusia dan binatang seakan tampak sulit untuk bisa diterjemahkan ke dalam bentuk visual jika bukan Edwin yang menyatukan itu semua. Edwin berhasil merangkai kisah dalam Postcards from the Zoo untuk menjadikan manusia dan semua yang menontonnya merefleksikan diri dan membuat satu perenungan sejenak, apakah kita sebagai manusia sudah melaksanakan kodrat sebagai seorang manusia selayaknya ataukah kita terperangkap di dalam sebuah kebun binatang luas bernama planet bumi? Sesuatu yang harus kita pikirkan ulang di dalam kehidupan kita masing-masing.
Rating :