Berbeda dengan Raging Bull (1980), Goodfellas (1990) atau The Departed (2006) yang berhasil menghantarkannya untuk memenangkan Academy Awards, Hugo sama sekali tidak menghadirkan tema kejahatan dan kekerasan yang biasa dihadirkan Martin Scorsese dalam film-film yang berhasil membawa namanya ke jajaran sutradara legendaris dan paling dihormati di dunia. Diangkat dari novel The Invention of Hugo Cabret karya Brian Selznick, Hugo merupakan sebuah bentuk dedikasi Scorsese pada dunia film yang ia geluti dan begitu ia cintai selama ini. Dengan penggarapan cerita yang begitu hangat dan dirangkum dengan tampilan visual berteknologi 3D yang mempesona, penonton juga akan dapat dengan mudah merasakan bagaimana kecintaan dan hasrat Scorsese yang besar kepada dunia perfilman.
Dengan naskah yang diadaptasi oleh John Logan – yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan Scorsese lewat The Aviator (2004) – Hugo mengisahkan mengenai seorang anak yatim piatu bernama Hugo Cabret (Asa Butterfield) yang setelah meninggalnya sang ayah (Jude Law), kini dirawat oleh pamannya, Claude Cabret (Ray Winstone), seorang mekanik jam di sebuah stasiun kereta api di Gare Montparnasse, Paris, Perancis. Oleh sang paman, Hugo kemudian dididik untuk merawat dan memperbaiki seluruh jam yang ada di stasiun kereta api tersebut – yang kemudian menjadi pekerjaan rahasia Hugo setelah sang paman kemudian menghilang dan tidak pernah kembali lagi untuk merawatnya.
Namun, hasrat terbesar Hugo adalah untuk memperbaiki sebuah robot manusia yang dahulu sempat dikerjakan oleh sang ayah namun tidak pernah ia selesaikan hingga masa kematiannya. Usaha Hugo untuk memperbaiki robot manusia tersebut kemudian membawanya untuk berkenalan dengan Isabelle (Chloë Grace Moretz), anak angkat dari Georges Méliès (Ben Kingsley), seorang pemilik toko mainan di stasiun kereta api tersebut yang semenjak lama ingin menangkap Hugo karena sering mencuri bagian-bagian mekanis mainan di tokonya untuk kemudian diserahkan kepada Inspector Gustave (Sacha Baron Cohen), sang petugas penjaga stasiun kereta api. Perkenalan Hugo dengan Isabelle kemudian memulai serangkaian petualangan yang membuka rangkaian rahasia masa lalu yang menghubungkan Georges Méliès dengan kehidupan dan memori Hugo di masa lampau.
Untuk mereka yang belum mengenal nama Georges Méliès sebelumnya, Méliès merupakan seorang pembuat film asal Perancis nyata yang kehidupannya menjadi sumber inspirasi bagi jalan cerita film ini – Méliès memang seorang penampil trik-trik sulap diatas panggung, sempat memiliki teater sendiri setelah kesuksesannya, kemudian jatuh cinta kepada film (baca: gambar bergerak) setelah melihat presentasi gambar bergerak milik Lumière Bersaudara yang akhirnya mendorong dirinya untuk menghasilkan rangkaian film-film bisu yang akhirnya dianggap sebagai karya-karya klasik dan bersejarah. Salah satu film paling populer yang pernah dihasilkan Méliès, A Trip to the Moon (1902), juga menjadi salah satu bagian besar dalam penceritaan dan tampilan visual Hugo.
Diperankan dengan sangat sempurna oleh aktor Ben Kingsley, hasrat dan kecintaan Georges Méliès kepada dunia film inilah yang kemudian berhasil dideskripsikan Martin Scorsese dan menjadi sumber emosional bagi jalan cerita Hugo sekaligus seringkali menjadi bahan pembelajaran mengenai dunia film bagi para penontonnya. Merupakan film pertama Scorsese yang digarap dalam format 3D, Scorsese sepertinya tidak menemukan banyak masalah untuk memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut untuk meningkatkan intensitas cerita yang ingin ia sampaikan. Scorsese bahkan berhasil menghadirkan rangkaian warna-warna lembut dalam Hugo yang membuat efek 3D dalam film ini terasa begitu hidup dan sama sekali tidak membebani penglihatan para penontonnya.
Dengan durasi cerita yang mencapai 128 meit, sayangnya, Hugo tidak selalu mampu tampil prima dalam setiap penceritaannya. Dengan durasi yang begitu panjang, beberapa karakter dan cerita yang dihadirkan gagal untuk ditampilkan dan dieksplorasi dengan sempurna. Kisah percintaan antara Inspector Gustave dan sang gadis penjual bunga, Lisette (Emily Mortimer) serta beberapa karakter seperti Monsieur Labisse (Christopher Lee), Monsieur Frick (Richard Griffiths) dan Madame Emile (Frances de La Tour) terkesan begitu percuma untuk dihadirkan karena tidak mengandung kedalaman cerita yang menarik. Memang, karakter-karakter tersebut beberapa kali sempat menghadirkan ritme komedi maupun romansa yang cukup mewarnai jalan cerita Hugo. Namun selebihnya, karakter-karakter dan potongan cerita yang mereka bawakan tidak mampu dikembangkan dengan baik.
Sama seperti cemerlangnya tampilan visual Hugo, jajaran pengisi departemen akting film ini juga berhasil menampilkan penampilan akting terbaik mereka. Dipimpin oleh Asa Butterfield dan Chloë Grace Moretz yang mampu menampilkan chemistry yang sangat meyakinkan antara keduanya, Hugo juga menghadirkan penampilan apik dari Sacha Baron Cohen (yang selalu tampil komikal dan meyakinkan, tentu saja), Michael Stuhlbarg, Helen McCrory, Emily Mortimer dan, tentu saja, Ben Kingsley yang menjadi penampil akting terbaik dalam Hugo. Tata produksi yang apik didukung oleh tampilan sinematografi karya Robert Richardson yang begitu indah dan menghipnotis, suntingan gambar karya pasangan kerja sejati Scorsese, Thelma Schoonmaker, serta iringan tata musik karya Howard Shore yang semakin menambah intensitas aliran emosi dalam jalan cerita Hugo.
Adalah sangat menyenangkan untuk melihat Martin Scorsese masih mau bereksplorasi lewat tema-tema penceritaan baru dalam karirnya sebagai seorang sutradara yang telah berjalan hampir sepanjang lima dekade itu. Dalam Hugo – yang menjaduh dari tema penceritaan yang kelam dan keras khas Scorsese dan menyajikan kisah yang lebih dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas – Scorsese menunjukkan pada dunia rasa cinta dan kekagumannya pada dunia perfilman. Naskah karya John Logan memang tidak selalu berhasil untuk menampilkan penceritaan yang kuat dan mendalam. Pun begitu, tata visual dan penampilan akting yang kuat berhasil membuat Hugo mampu tampil begitu menarik, emosional sekaligus berdiri tegak sebagai salah satu karya terbaik yang pernah dihasilkan Scorsese.
Rating :