Kesuksesan yang diraih film action thriller Snabba Cash (2010) – yang versi remake-nya kini sedang dipersiapkan oleh Hollywood dengan Zac Efron sebagai bintang utamanya – memberikan kesempatan bagi sutradara asal Swedia, Daniel Espinosa, untuk melebarkan sayapnya ke industri film Amerika Serikat. Nama Espinosa kemudian menjadi komoditas hangat bagi banyak produser Hollywood untuk dipertimbangkan sebagai sutradara bagi beberapa film blockbuster yang akan mereka produksi. Sempat menjadi kandidat kuat untuk menyutradarai X-Men: First Class (2011), Espinosa akhirnya membuat debut penyutradaraan film Hollywood-nya melalui Safe House, sebuah film action thriller yang dibintangi oleh Denzel Washington dan Ryan Reynolds. Sayang, Safe House sepertinya tidak akan menambah besar kredibilitas kemampuan pengarahan yang akan diperoleh Espinosa. Terlepas dari ritme cerita yang cepat dan tawaran ketegangan yang mampu dihadirkan di sepanjang jalan cerita, Safe House terlihat seperti sebuah film medioker dengan jalinan kisah yang klise dan sangat mudah untuk ditebak.
Safe House sendiri menceritakan mengenai kehidupan dua karakter utama yang akhirnya saling berhubungan, Tobin Frost (Washington) dan Matt Weston (Reynolds). Frost adalah seorang mantan agen CIA paling handal yang kini menjadi seorang buronan dunia intelijen internasional karena dugaan telah melakukan berbagai manipulasi yang akhirnya membunuh beberapa agen rahasia lainnya. Sementara itu, Weston adalah seorang penjaga rumah pengamanan yang sedang berusaha untuk mendapatkan sebuah posisi baru kepada pimpinannya, David Barlow (Brendan Gleeson), agar dapat menyesuaikan diri dengan sang kekasih, Nora Arnezeder (Ana Moreau), yang baru saja mendapatkan pekerjaan di Paris, Perancis. Frost dan Weston segera akan menemukan diri mereka terlibat dalam sebuah konspirasi yang akan membahayakan nyawa mereka.
Menjadi buruan banyak pihak intelijen dunia, termasuk pihak intelijen Amerika Serikat, tentu saja merupakan langkah yang sangat mengejutkan ketika Frost akhirnya memilih untuk memasuki kantor Konsulat Amerika Serikat yang berada di Cape Town, Afrika Selatan. Ia akhirnya kemudian diamankan oleh pihak CIA dan dibawa ke sebuah rumah pengamanan yang dijaga oleh Weston. Ketika sedang melalui proses interogasi, sekelompok orang tidak dikenal kemudian menyerang masuk rumah pengamanan tersebut dan berusaha untuk menculik Frost. Frost akhirnya berhasil dibawa lari oleh Weston – yang kemudian justru menempatkan Weston sebagai sasaran bagi bagi beberapa orang yang semenjak lama mengincar nyawa Frost. Apakah kejahatan Frost yang membuat ia diburu begitu banyak orang? Apakah Frost memang bersalah? Apakah Weston sedang dijebak? Deretan pertanyaan itulah yang kemudian mengisi lini masa penceritaan Safe House.
Sayangnya, terlepas dari usaha Daniel Espinosa untuk menghadirkan deretan adegan aksi yang memukau – yang melibatkan cukup banyak adegan ledakan, kejar-kejaran di jalanan raya hingga pertarungan senjata antara para karakternya – naskah cerita Safe House yang ditulis oleh David Guggenheim tetap saja terasa ‘terlalu familiar’ dengan plot cerita yang dihadirkan. Safe House seringkali terasa sebagai sebuah film yang menggabungkan banyak plot cerita film-film bertema sama ke dalam satu jalinan cerita yang akhirnya membuat beberapa twist dan kejutan yang berusaha dihadirkan di film ini menjadi begitu mudah untuk diprediksi oleh penonton.
Pendalaman karakter yang diberikan Guggenheim terhadap karakter-karakter yang dihadirkan di dalam jalan cerita Safe House juga terasa dangkal. Karakter Tobin Frost, yang digambarkan sebagai sesosok mantan agen CIA paling handal dan begitu manipulatif, tidak pernah diberikan kesempatan untuk meyakinkan penonton mengenai kemampuan apa yang sebenarnya ia miliki sehingga mendapatkan julukan tersebut. Beberapa karakter pendukung juga jelas-jelas terasa hadir hanya sebagai pelengkap penderita, pelengkap susunan skenario tanpa pernah benar-benar memberikan pengaruh yang berrati kepada jalan cerita. Dangkalnya karakterisasi beberapa karakter pendukung juga membuat kejutan yang dihadirkan di akhir kisah menjadi tidak berarti sama sekali. Gagal untuk memicu kejutan besar yang sebenarnya diharapkan akan datang dari penonton.
Sementara itu, baik Denzel Washington dan Ryan Reynolds mampu memberikan permainan akting terbaik mereka untuk menghidupkan peran yang mereka jalani. Bahkan, akting yang dihadirkan Reynolds dalam film ini mungkin adalah penampilan akting terbaik yang pernah ia hadirkan selama beberapa jangka waktu terakhir. Talenta-talenta akting lainnya, seperti Vera Farmiga, Brendan Gleeson serta Joel Kinnaman dan Fares Fares yang dibawa Espinosa dari Snabba Cash, sayangnya seringkali terasa seperti membuang-buang talenta yang sebenarnya dapat memberikan nilai tambahan tersendiri bila dihadirkan dengan pendalaman yang lebih tajam. Pun begitu, departemen akting Safe House harus diakui mampu hadir solid dan tanpa keluhan berarti.
Mereka yang menyaksikan Safe House demi untuk merasakan berbagai intensitas adegan aksi yang melibatkan karakter-karakter yang diperankan oleh Denzel Washington dan Ryan Reynolds sepertinya tidak akan merasa begitu kecewa. Daniel Espinosa mampu menyajikan deretan adegan aksi berkualitas tinggi yang mampu hadir dengan intensitas ketegangan yang begitu terjaga dengan baik. Sayangnya, naskah cerita yang terasa kurang begitu orisinal seringkali membuat Safe House terlalu mudah ditebak dan menjadi begitu klise. Tata produksi dan departemen akting yang solid membuat Safe House masih layak untuk dilirik. Namun, selain kelebihan-kelebihan tersebut, Safe House hanya akan menjadi satu rilisan lain yang akan begitu mudah terlupakan seiring dengan berjalannya waktu.
Rating :