Mengira bahwa keluarga yang Anda miliki merupakan susunan keluarga yang paling memalukan yang pernah ada di dunia? Tunggu sampai Anda melihat para anggota keluarga yang ditampilkan dalam Mother Keder: Emakku Ajaib Bener, sebuah film yang diangkat dari novel berjudul Mother Keder karya Viyanthi Silvana dan disutradarai oleh sutradara debutan bernama Eko Nobel. Mother Keder: Emakku Ajaib Bener memfokuskan kisahnya pada Vivi (Qory Sandioriva), seorang gadis berparas cantik yang setelah berhenti dari pekerjaannya dan mendapati kalau tunangannya telah berselingkuh darinya harus mencoba mengulang kembali kehidupannya sedari awal. Mengulang kehidupannya sedari awal tersebut berarti bahwa ia harus meninggalkan apartemennya dan kembali tinggal bersama keluarganya… dengan tingkah laku mereka yang kadang seperti orang-orang yang sama sekali tidak memiliki akal sehat.
Pun begitu, demi sebuah awal baru dalam kehidupannya, Vivi akhirnya pindah kembali ke rumahnya. Mother Keder: Emakku Ajaib Bener kemudian mengisahkan bagaimana Vivi berusaha untuk beradaptasi kembali dengan tingkah laku ayah (Pong Hardjatmo), ibu (Ira Maya Sopha) dan ketiga adiknya, Dinda (Jill Gladys), Valdy (Yoga Prasetya) dan Inka (Zahra Nuraini Farisza). Rencana awal Vivi untuk kembali ke rumahnya dan menata kembali kehidupannya kemudian berjalan runyam setelah berbagai tingkah laku keluarganya, terutama sang ibu, yang seringkali membuat dirinya merasa tertekan. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan kabar yang datang dari Dinda bahwa dia akan segera menikah dengan Bayu (Athoy Herlambang) yang semakin membuat Vivi merasa depresi.
Sekilas, kisah keluarga Mother Keder: Emakku Ajaib Bener akan mengingatkan penontonnya pada susunan keluarga Bennet di novel Pride and Prejudice (1813) milik Jane Austen. Dua keluarga ini sama-sama memiliki seorang ibu yang sama-sama sering bertingkah laku eksentrik, seorang ayah yang bijaksana namun seringkali memilih untuk tidak berhubungan dengan para anggota keluarganya serta deretan karakter anak-anak yang memiliki begitu banyak perbedaan satu sama lain. Jelas, Pride and Prejudice merupakan sebuah kisah yang lebih mengutamakan unsur romansa dalam jalan ceritanya jika dibandingkan dengan Mother Keder: Emakku Ajaib Bener yang lebih menekankan akan unsur komedi kepada para penontonnya.
Dengan susunan naskah yang diadaptasi oleh Reka Wijaya (Planet Mars, 2008), Mother Keder: Emakku Ajaib Bener sebenarnya memiliki begitu banyak potensi untuk menjadi sebuah komedi yang akan benar-benar mampu menghibur para penontonnya. Potensi itu sebenarnya ada, dan beberapa sempat menyeruak diantara jalinan kisah yang dihadirkan di film ini. Namun, pada kebanyakan bagian, jalan cerita Mother Keder: Emakku Ajaib Bener yang dihadirkan dari sudut pandang karakter Vivi seringkali terasa hambar, khususnya ketika kisah film ini tidak menghadirkan karakter bintang utama film ini, sang emak, Ibu Kosasih. Kisah personal Vivi maupun kisah persiapan pernikahan dan segala problema yang dialami oleh karakter Dinda kurang begitu mampu untuk tampil istimewa dan menarik.
Pun begitu, jika Anda ingin mengenyampingkan seluruh unsur drama yang ada di film ini, maka Mother Keder: Emakku Ajaib Bener sebenarnya telah mampu cukup berhasil untuk menjadi sebuah komedi yang benar-benar menghibur. Memang, tidak ada yang begitu istimewa dari racikan komedi yang disajikan dalam film ini. Namun, dengan eksekusi yang cukup berhasil dari Eko Nobel serta kemampuan setiap pengisi departemen akting film ini untuk tampil alami – tanpa harus terlihat berusaha untuk melawak ataupun melucu – Mother Keder: Emakku Ajaib Bener cukup mampu untuk menghadirkan momen-momen menyenangkan bagi para penontonnya. Selain unsur komedi, tema kekeluargaan yang coba dibawakan juga seringkali berhasil tampil menyentuh. Perjalanan para karakter dalam Mother Keder: Emakku Ajaib Bener untuk menyadari arti cinta terhadap kelebihan dan kekurangan para anggota keluarga mereka mampu ditangkap dan digarap dengan baik oleh Eko Nobel sehingga mampu tampil sederhana namun begitu mampu bekerja secara efektif bagi tiap penonton film ini.
Tidak dapat disangkal bahwa kekuatan Mother Keder: Emakku Ajaib Bener, yang membuat 91 menit film ini terasa begitu jenaka, adalah penampilan Ira Maya Sopha yang berperan begitu lepas sebagai Ibu Kosasih. Dengan peran-peran yang sebelumnya pernah ia tampilkan dalam Berbagi Suami (2006), Quickie Express (2007) dan Simfoni Luar Biasa (2011), sebenarnya tidak begitu mengherankan untuk melihat Ira mampu menangani peran ini dengan sangat baik. Peran sebagai Ibu Kosasih adalahg sebuah peran yang mencampurkan karakter-karakter yang dulu pernah ia hadirkan di ketiga film tersebut, sebuah karakter yang eksentrik, gila, narsis dengan celotehan yang terkadang absurd namun tetap memiliki hati dan jiwa seorang ibu yang mulia dan bijaksana. Cukup mudah untuk melihat bahwa Ira Maya Sopha adalah Ibu Kosasih di dunia nyata.
Para pengisi departemen akting lainnya juga bermain tidak mengecewakan. Dalam film keduanya setelah Purple Love (2011), Qory Sandioriva berhasil mengatasi tantangan dirinya untuk menghadirkan sebuah kemampuan akting yang lebih mendalam, dan khususnya, menjauhi imej anggun dirinya yang selama ini dikenal sebagai seorang pemenang Puteri Indonesia. Qory masih belum sempurna sebenarnya. Masih ada beberapa bagian dimana aktris cantik ini terlihat kaku dan tanpa ekspresi yang mendalam. Namun secara keseluruhan, Qory mampu menunjukkan bahwa ia adalah aktris baru yang potensial untuk berkembang. Jill Gladys dan Pong Hardjatmo juga semakin memperkuat kekuatan akting film ini untuk mampu tampil meyakinkan.
Tidak perlu mengharapkan sebuah sajian berkelas penghargaan pada Mother Keder: Emakku Ajaib Bener. Film ini sepertinya memang dibuat sebagai sebuah sajian yang mampu untuk menghadirkan hiburan komedi popcorn pada para penontonnya. Memang, pada beberapa bagian usaha tersbeut terkesan hambar dan datar. Namun, pada kebanyakan bagian, Mother Keder: Emakku Ajaib Bener benar-benar mampu untuk menghadirkan nuansa keajaiban komedi yang dihadirkan melalui deretan karakternya yang memang eksentrik. Ira Maya Sopha jelas menjadi sajian utama yang membuat film ini begitu memikat. Tidak istimewa, namun sebagai sebuah karya perdana, jelas Eko Nobel telah mampu menampilkan sebuah presentasi yang tidak mengecewakan.
Rating :