Beberapa premis cerita sepertinya hanya akan dapat terdengar sempurna ketika berada di atas kertas… atau hanya ketika seorang sutradara handal yang kemudian mengeksekusinya. Faces in the Crowd mungkin adalah satu dari sedikit film crime thriller yang memiliki premis yang unik, masih sedikit dieksploitasi oleh Hollywood dan berpotensi kuat untuk menghasilkan sebuah jalan cerita yang begitu intriguing bagi para penontonnya. Namun, sayangnya, Faces in the Crowd dieksekusi oleh seorang sutradara bernama Julien Magnat, seorang sutradara yang sebelumnya baru mengarahkan satu film, Bloody Mallory (2002), dan menilai berdasarkan caranya dalam mengeksekusi Faces in the Crowd, merupakan seorang sutradara yang masih belum mampu untuk menangani intensitas cerita yang ia arahkan dengan baik.
Dalam Faces in the Crowd, Milla Jovovich berperan sebagai Anna Merchant, seorang wanita dengan kehidupan yang sepertinya cukup bahagia dengan kekasih, Bryce (Michael Shanks), dua sahabat, Francine (Sarah Wayne Callies) dan Nina (Valentina Vargas), serta pekerjaan sebagai seorang pengajar di sebuah taman kanak-kanak yang sepertinya selalu mampu membuat kesehariannya dipenuhi dengan senyuman. Suatu malam, sepulangnya dari bercengkerama dengan Francine dan Nina, Anna menjadi saksi pembunuhan seorang gadis oleh serial killer yang banyak disebut media sebagai Tearjerk Jack. Mengetahui kalau aksinya diketahui orang lain, Tearjerk Jack lalu memburu Anna. Anna berhasil meloloskan diri, namun sebuah benturan di kepala membuatnya menderita sebuah penyakit yang disebut Prosopagnosia – penyakit yang membuatnya tidak bisa mengenali wajah-wajah yang berada di sekitarnya.
Walau pada awalnya yakin kalau penyakit tersebut dapat segera disembuhkan, oleh dokter yang merawat Anna, Anna akhirnya menyadari kalau ia harus hidup dengan penyakit tersebut seumur hidupnya. Atas saran Dr Langenkamp (Marianne Faithfull), Anna kemudian mencoba untuk mempelajari cara lain untuk mengidentifikasi orang-orang yang berada di sekitarnya selain menggunakan wajah mereka. Di saat yang sama, Anna juga berusaha untuk membantu Detective Kerrast (Julian McMahon) untuk menyelesaikan misteri siapa Tearjerk Jack sebenarnya. Namun, untuk hal tersebut, Anna harus berpacu dengan waktu karena saat ini, tearjerk Jack juga sedang mengintai dan mencoba untuk menghabisi hidupnya.
Walau menggunakan premis mengenai penyakit Prosopagnosia yang unik, menarik dan masih belum banyak dieksplorasi oleh Hollywood, nyatanya Magnat gagal untuk mengembangkan jalan cerita Faces in the Crowd secara keseluruhan. Daripada mencoba untuk mengembangkan film ini menjadi sebuah daya penceritaan yang seunik premisnya, Magnat justru terjebak dengan berbagai formula standar sebuah crime thriller yang telah banyak ditampilkan oleh Hollywood – termasuk dengan memasukkan plot cerita dimana sang karakter utama mengalami sebuah cinta segitiga dengan detektif yang mengusut kasusnya. Klise.
Tidak ada yang salah sebenarnya dengan menjadi sebuah sosok yang familiar. Namun Magnat hampir tidak memberikan sebuah sentuhan baru dalam film ini. Bahkan, selepas 30 menit film ini dimulai, Faces in the Crowd terlihat bagaikan sesosok manusia yang terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan hidupnya. Dipenuhi dengan banyak adegan yang tidak terlalu penting untuk disertakan, intensitas yang semakin usang akibat masuknya banyak adegan drama yang tidak menarik serta penampilan para jajaran pengisi departemen aktingnya yang tampil sangat tidak meyakinkan. Seperti tidak sadar kalau pengarahannya terlalu lemah, Magnat justru menghadirkan durasi film ini sepanjang 110 menit! Sebuah tayangan yang datar, membosankan dan disajikan dalam durasi yang panjang!
Berbicara mengenai departemen akting Faces in the Crowd, karakter utama film ini diperankan oleh Milla Jovovich, seorang aktris yang memang tidak dikenal dengan kemampuan aktingnya yang mendalam. Berkat pengarahan Magnat yang begitu lemah, Jovovich bahkan tampil sangat mengecewakan. Ia hampir tampil dengan ekspresi wajah yang sama pada setiap adegan. Tidak hanya Jovovich, sebenarnya. Hampir seluruh jajaran pemeran Faces in the Crowd menampilkan kemampuan akting yang seadanya, jika tidak ingin disebut mengecewakan. Yang terburuk mungkin adalah penampilan Sarah Wayne Callies dan Valentina Vargas yang berperan sebagai sahabat karakter Anna Merchant dan menampilkan penampilan yang… mungkin tidak dapat diklasifikasikan sebagai sebuah kemampuan akting.
Sama sekali tidak ada yang istimewa dalam Faces in the Crowd. Anda boleh saja merasa tertarik untuk menyaksikan film ini karena premisnya yang menawarkan sebuah kisah mengenai bagaimana seorang wanita yang kemudian menderita penyakit tidak dapat mengenali wajah di sekitarnya berusaha untuk melarikan diri dari sesosok pembunuh berdarah dingin. Namun, pengarahan lemah dari sutradara Julien Magnat hampir membuat film ini tidak layak untuk disaksikan. Memang, masih terdapat beberapa momen yang mampu menyajikan kadar ketegangan seadanya. Walau begitu, secara keseluruhan, Faces in the Crowd mungkin lebih baik dilupakan begitu saja dan dibiarkan berlalu ditengah-tengah ramainya rilisan film di layar lebar saat ini.
Rating :