Akrab dengan nama Tya Subiakto Satrio? Mereka yang gemar menyaksikan film Indonesia tentu saja akrab dengan nama komposer wanita yang banyak mengisi tata musik film-film Indonesia ini. Kehormatan di Balik Kerudung sendiri tidak hanya menempatkan nama Tya Subiakto Satrio sebagai seorang penata musik. Tya bahkan melangkah sangat jauh dan duduk sebagai seorang sutradara film! Entahlah. Mungkin bagi Tya, sudah saatnya segudang pengalaman yang ia dapatkan dari banyak sutradara selama menjadi penata musik puluhan film Indonesia diaplikasikan secara langsung dengan ia menjadi seorang pemimpin produksi sebuah film. Entahlah. Namun, melihat hasil yang ia capai melalui Kehormatan di Balik Kerudung sendiri, Tya seharusnya sadar untuk tidak terlalu terlena dengan posisi barunya dan lebih baik memilih kembali untuk berkonsentrasi di profesi lamanya.
Naskah cerita Di Balik Kehormatan Kerudung yang diadaptasi oleh Amalia Putri dari novel berjudul sama karya Ma’mun Affany sendiri berkisah mengenai kisah percintaan yang mendayu-dayu antara Syahdu (Donita) dan Ifand (Andhika Pratama). Pertama kali bertemu dalam sebuah pertemuan yang tidak disengaja di sebuah terminal kereta api, Syahdu yang sebelumnya pernah begitu sakit hati akibat hubungan cinta yang tidak berjalan dengan lancar antara dirinya dengan salah seorang mantan kekasihnya, segera menemukan dirinya kembali terperangkap dalam jeratan cinta setelah dirinya kembali bertemu dengan Ifand di kampung kakeknya di Pekalongan, Jawa Tengah. Syahdu sendiri bukanlah satu-satunya wanita di Pekalongan yang merasa tertarik dengan Ifand. Ada juga Sofia (Ussy Sulistiawaty) yang semenjak lama memendam perasaan suka yang mendalam pada Ifand namun tidak penah menemukan keberanian untuk mengungkapkan dan menunjukkan secara langsung.
Syahdu dan Ifand sendiri sempat saling menyukai satu sama lain, walaupun kemudian harus berakhir setelah Syahdu terpaksa menikahi seorang pria lain akibat himpitan ekonomi. Menderita batin ditinggal Syahdu, Ifand kemudian meminta kepada ibunya agar ia dicarikan seorang calon istri, yang akhirnya justru membuka jalan bagi cinta Sofia kepada Irfand akhirnya berbalas. Pernikahan Irfand dan Sofia tersebut kemudian memberikan luka yang begitu mendalam bagi jiwa Syahdu yang kini telah dicerai sang suami akibat pengakuannya bahwa ia masih mencintai Irfand. Begitu terlukanya jiwa Syahdu, kondisi kesehatan Syahdu menjadi sangat terganggu yang membuat Sofia akhirnya menyuruh Irfand untuk segera menjenguk Syahdu.
Kehormatan di Balik Kerudung jelas adalah sebuah film drama yang begitu berniat untuk menghadirkan suasana kesedihan yang begitu mengharu biru kepada penontonnya. Sayangnya, hal itu sama sekali gagal untuk terjadi setelah pada setengah jam durasi awal film ini, deretan karakter di Kehormatan di Balik Kerudung ditampilkan sebagai karakter-karakter yang paling menderita yang pernah ada di perfilman Indonesia, dengan sifat yang plin-plan, sulit untuk menentukan pilihan hidup mereka serta memiliki banyak tendensi untuk memilih jalan hidup yang penuh dengan kedukaan yang mendalam daripada kebahagiaan yang mungkin lebih mudah untuk diraih. Intinya, tiga karakter utama yang mengisi Kehormatan di Balik Kerudung digambarkan dengan begitu mengesalkan sehingga lama-kelamaan penonton akan merasakan kejenuhan luar biasa terhadap seluruh penderitaan hidup yang dialami ketiga karakter ini.
Dengan durasi sepanjang 105 menit, Kehormatan di Balik Kerudung juga tampil terlalu dangkal untuk menghadirkan suasana haru dari para penontonnya dengan menghadirkan sederet adegan tangis yang berlebihan. Bahkan, adegan-adegan menangis di film ini tampil begitu dominan sehingga nyaris membuat jalan cerita utama film ini terlupakan begitu saja. Suasana relijius yang ditawarkan lewat judul film dan penampilan para karakternya dalam kehidupan mereka sehari-hari juga tidak begitu terasa di dalam jalan cerita Kehormatan di Balik Kerudung. Tampilan relijius seperti hanyalah sebuah imej tempelan belaka yang diberikan untuk membuat jalan cerita drama cinta mendayu-dayu yang sebenarnya menjadi fokus utama film ini tidak terlalu terlihat menonjol – dan, tentu saja, film relijius akan mempunyai daya tarik tersendiri bagi beberapa kelompok penonton agar mau menonton film ini.
Memiliki kelemahan yang begitu besar pada bagian cerita membuat Tya sepertinya memutuskan untuk menyembunyikan kesalahan-kesalahan tersebut lewat indahnya panorama alam yang dihadirkan lewat tatanan sinematografi film ini. Banyak diambil dengan sudut pengambilan gambar yang luas, harus diakui Kehormatan di Balik Kerudung memiliki tampilan gambar yang cukup indah. Hal yang mungkin terasa ironis di film ini adalah betapa, selain mengganggunya cara pengarahan Tya, tata musik yang ia isikan di seluruh adegan film ini juga sangat, sangat menggangu. Sama seperti jalan ceritanya yang berusaha terlalu keras untuk menghadirkan nuansa keharuan, tata musik olahan Tya yang diisi dengan banyak permainan violin, juga memaksa terlalu keras untuk menyajikan tambahan suasana haru.
Dengan nama-nama seperti Donita, Andhika Pratama dan Ussy Sulistiawaty berada di garda depan departemen akting film ini, sepertinya penonton dapat dengan jelas mengharapkan kualitas akting macam apa yang akan ditampilkan di Kehormatan di Balik Kerudung. Sebenarnya, kualitas akting ketiganya tidak begitu mengecewakan. Penggalian dari karakter-karakter yang mereka perankan yang membuat akting ketiganya begitu dangkal dan terbatas. Hasilnya, tidak ada satu orangpun yang mampu membuat penampilan mereka tampil mengesankan atau mampu menghasilkan jalinan chemistry yang kuat antara satu karakter dengan karakter lainnya.
Ada sebuah rumor yang beredar bahwa Kehormatan di Balik Kerudung sebenarnya adalah film karya sutradara Nayato Fio Nuala yang sengaja menggunakan nama Tya Subiakto Satrio agar film ini mampu mendapatkan kesempatan lebih luas ditonton oleh beberapa kelompok orang yang memang telah alergi dengan produk-produk buatan Nayato. Well… rumor tersebut dapat dipatahkan dengan mudah oleh produser film ini, namun dari cara penggarapan jalan cerita Kehormatan di Balik Kerudung yang menampilkan ekposisi yang terlalu berlebihan pada sisi sentimentalitas setiap karakternya, tanpa mampu menyusunnya menjadi sebuah jalan cerita yang wajar, Kehormatan di Balik Kerudung memang begitu kental dengan nuansa pengarahan Nayato yang di film ini memegang jabatan sebagai salah satu penata kamera. Benar atau tidak, yang jelas Kehormatan di Balik Kerudung adalah sebuah film kecut yang berlindung di balik imej sebagai film relijius untuk kemudian menghadirkan berbagai usaha keras agar membuat penontonnya mampu merasakan haru dan menangis… Berhasil, beberapa penonton kemungkinan besar menangis karena begitu mengesalkannya karakter dan jalan cerita film ini. Tya Subiakto Satrio… bidang penataan musik adalah bakat sejati Anda. Jauhi kursi penyutradaraan atau apapun niat hati Anda yang menyatakan bahwa Anda dapat mencoba untuk mengarahkan sebuah film.
Rating :