Review

Info
Studio : 20th Century Fox
Genre : Action
Director : Matthew Vaughn
Producer : Gregory Goodman, Simon Kinberg, Lauren Shuler Donner, Bryan Singer
Starring : James McAvoy, Michael Fassbender, Kevin Bacon, Jennifer Lawrence, Rose Byrne

Sabtu, 24 September 2011 - 21:33:46 WIB
Flick Review : X-Men: First Class
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3749 kali


Setelah seri ketiga dari franchise X-Men, X-Men: The Last Stand (2006), yang diarahkan oleh Brett Ratner mendapatkan banyak kritikan tajam dari para kritikus film dunia – hal yang kemudian dialami juga oleh spin-off prekuel dari franchise tersebut, X-Men Origins: Wolverine (2009) arahan Gavin Hood – Marvel Studios dan 20th Century Fox sebagai pihak produser kemudian memutuskan untuk memberikan sebuah prekuel penuh bagi franchise X-Men yang kini telah berusia sebelas tahun itu. Dalam X-Men: First Class, penonton dibawa jauh kembali menuju masa – masa ketika Professor X masih belum mengalami kebotakan dan lebih dikenal dengan nama Dr Charles Xavier, Magneto – juga masih lebih dikenal dengan nama Erik Lensherr – belum menemukan dan menggunakan topi baja anehnya serta keduanya masih menjalami masa-masa indah persahabatan mereka.

Memulai kisahnya pada tahun 1944, X-Men: First Class akan mengisahkan masa lalu kelam dari Erik Lensherr (Bill Milner) dan ibunya yang menjadi korban tawanan pihak tentara Jerman di Auschwitz semasa Perang Dunia II. Dalam satu kesempatan, ibunya bahkan tewas di hadapan Erik akibat perbuatan Sebastian Shaw (Kevin Bacon), salah seorang ilmuwan Nazi yang juga merupakan pimpinan kelompok Hellfire Club, sebuah kelompok yang memiliki rencana untuk mengambil alih dunia. Kematian ibunya itulah yang secara perlahan menumbuhkan sifat kelam di dalam diri Erik sekaligus dendam yang begitu kuat.

Hampir dua dekade kemudian, Erik dewasa (Michael Fassbender), yang merupakan seorang mutan dengan kekuatan dapat mengendalikan setiap benda yang terbuat dari bahan metal, memulai perburuannya terhadap Shaw dan orang-orang yang yang telah memperlakukan dirinya serta ibunya dengan begitu buruk. Erik kemudian bertemu dengan Charles Xavier (James McAvoy), seorang mutan dengan kemampuan dapat membaca jalan pemikiran orang lain, serta Raven (Jennifer Lawrence), mutan yang dapat mengubah bentuk tubuhnya menjadi apapun yang ia inginkan. Atas persamaan yang mereka miliki, Erik dan Charles kemudian membentuk sebuah persahabatan yang sangat erat.

Jalan Erik untuk dapat membunuh Shaw datang ketika agen rahasia CIA, Moira McTaggert (Rose Byrne), datang kepada mereka dan meminta bantuan untuk menangkap Shaw. Agen McTaggert sendiri mencurigai bahwa Shaw sedang menyusun rencana untuk mengadu domba hubungan Amerika Serikat dan Rusia dengan harapan agar terjadi Perang Dunia III. Erik dan Charles, bersama dengan Raven, kemudian merekrut para mutan lainnya yang dapat mereka temukan untuk membentuk sebuah kekuatan yang lebih kuat dalam melawan Shaw – yang juga merupakan seorang mutan dan telah memiliki pasukan mutan sendiri untuk mendukung pergerakannya.

Menceritakan kembali kisah masa lalu dari Professor X dan Magneto yang nantinya akan memimpin dua kubu yang saling berseteru, X-Men: The First Class juga memperkenalkan beberapa mutan yang sebelumnya belum pernah ditampilkan dalam seri-seri X-Men sebelumnya. Beberapa diantara mereka, seperti Azazel (Jason Flemyng) dan Alex Summers/Havok (Lucas Till) mampu tampil cukup istimewa dengan kekuatan yang mereka miliki. Dari seluruh jajaran pemeran pendukung yang ada, Jennifer Lawrence mampu tampil meyakinkan dengan chemistry yang ia ciptakan dengan James McAvoy dan khususnya dengan Nicholas Hoult yang memerankan Henry McCoy/Beast.

Dari para pemeran karakter utama, rasanya penonton tidak akan dapat menemukan talenta yang lebih baik untuk memerankan karakter Charles Xavier dan Erik Lensherr daripada James McAvoy dan Michael Fassbender. Keduanya mampu dengan baik menghidupkan karakter yang mereka perankan sekaligus memberikan sebuah sentuhan baru (dan lebih segar, tentunya) dari apa yang selama ini telah diberikan oleh aktor Patrick Stewart dan Ian McKellen dalam seri-seri X-Men sebelumnya. Sebagai pemeran antagonis, Kevin Bacon juga tampil luar biasa dingin. Ini yang membuat karakter yang ia perankan terlihat begitu menakutkan terlepas dari kelakuan dan perkataannya yang ditampilkan dengan sangat tenang.

Jajaran departemen X-Men: First Class bukannya sama sekali tidak tanpa masalah. January Jones yang berperan sebagai Emma Frost dapat dikatakan sama sekali tidak memberikan penampilan yang berarti. Begitu pula dengan Zoe Kravitz yang memerankan Angel Salvadore yang terlihat kaku pada kebanyakan penampilannya. Kebanyakan akting yang terasa kurang memuaskan ini sendiri bukannya hadir karena kekurangmampuan para pemeran untuk menghidupkan karakter mereka. Poin-poin lemah tersebut seringkali muncul karena karakter yang mereka dapatkan kurang mendapatkan penggalian yang begitu dalam akibat jalan cerita yang lebih berfokus pada karakter Charles Xavier dan Erik Lensherr.

Sutradara X-Men: First Class, Matthew Vaughn, harus diakui memiliki sentuhan yang cukup ampuh dalam menangani setiap film-film bertema superhero. Setelah dipuji banyak kritikus film dunia lewat Kick-Ass (2010), Vaughn berhasil kembali membawa penyegaran pada jalan cerita franchise X-Men. Vaughn menghadirkan X-Men: First Class sebagai sebuah penceritaan yang berjalan cepat, penuh dengan adegan aksi yang cukup memukau namun tidak melupakan kehadiran sisi emosional dari kisah drama yang ditawarkan. Beberapa masalah mungkin datang dari ritme penceritaan yang beberapa kali terasa kurang begitu stabil, namun secara keseluruhan, Vaughn berhasil menciptakan X-Men: First Class sebagai sebuah film yang cukup menyenangkan.

Sama seperti film superhero lainnya yang dirilis tahun ini, Captain America: The First Avenger, jalan cerita X-Men: First Class juga memiliki latar belakang waktu di masa lalu. Vaugn dengan begitu baik mampu menggarap sebuah susunan tim produksi yang benar-benar berhasil dalam menciptakan setiap detil yang mampu mendukung atmosfer cerita yang terjadi di masa tersebut. Pewarnaan gambar X-Men: First Class sepertinya juga dijaga dengan tonal warna yang klasik untuk semakin menambah kesan yang mendukung bahwa jalan cerita film ini berada di masa beberapa dekade sebelumnya. Tata musik arahan Henry Jackman juga berhasil mendukung peningkatan emosi dalam setiap adegan cerita.

Dengan kegagalan X-Men: The Last Stand dan X-Men Origins: Wolverine, rasanya wajar saja jika penonton tidak berharap begitu banyak pada kualitas penceritaan X-Men: First Class. Pun begitu, Matthew Vaughn berhasil menciptakan sebuah suasana penceritaan baru yang akan cukup mampu mengembalikan citra baik franchise X-Men. Kekuatan utama film ini jelas berada di departemen akting yang dipimpin oleh James McAvoy dan Michael Fassbender yang mampu memberikan penampilan mereka yang luar biasa. Beberapa kerikil terdapat di bagian ritme penceritaan, namun tidak begitu berpengaruh banyak pada kualitas dari naskah cerita film ini. Hadir dengan penceritaan yang cepat, akting yang kuat dan tampilan visual yang memikat, X-Men: First Class berhasil berdiri tegak dan menjadi awal baru yang meyakinkan bagi eksistensi franchise X-Men.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.