Review

Info
Studio : Film Fund FUZZ
Genre : Adventure, Fantasy
Director : Andre Ovredal
Producer : Sveinung Golimo, John M. Jacobsen
Starring : Otto Jespersen Hans, Morten Hansen, Tomas Alf Larsen, Johanna Morck

Selasa, 06 September 2011 - 21:43:15 WIB
Flick Review : Troll Hunter (Trolljegeren)
Review oleh : Rangga Adithia (@adithiarangga) - Dibaca: 1660 kali


Jika Hollywood punya “Cloverfield”, film monster arahan sutradara Matt Reeves (Let Me In) dan diproduseri J.J. Abrams (Star Trek), yang dikemas ala dokumenter-dokumenteran atau lebih dikenal dengan sebutan mokumenter atau found footage. Bangsa Skandinavia di eropa sana sepertinya tidak mau kalah, Norwegia punya kado istimewa! Sebuah film monster yang juga bergaya sama, mokumenter. “Troll Hunter”, jelas dari judulnya saja, kita sudah lebih dahulu diberi petunjuk, pastinya film ini akan bercerita tentang troll. Yup film arahan sutradara André Øvredal (Future Murder) ini akan mengajak kita menjelajah gunung-gunung dan belantara hutan Norwegia untuk bertemu dengan makhluk mitologi Nordik tersebut. Bersama dengan seorang pemburu troll, kita pun akan menelusuri lebih jauh mengenal tentang troll, bagaimana mereka hidup, dimana mereka tinggal, termasuk mengetahui kelemahan mereka. Jadi kalau kapan-kapan kita sedang asyik berkemah di pegunungan atau hutan Norwegia, lalu kemudian berpapasan dengan makhluk berwajah jelek dan bertubuh raksasa (bayangkan Shrek tapi penuh dengan bulu), tidak perlu takut dan bingung, karena film ini punya tips dan trik bagaimana menghadapi troll.

Tapi semoga kita tak pernah bertemu dengan makhluk yang diceritakan mampu hidup di dunia sampai 1000 tahun ini, biarkan saja Kalle dan teman-teman satu kampusnya yang bertemu mereka. Awalnya Kalle dan dua orang temannya sedang membuat dokumenter dan menyelidiki tentang keberadaan pemburu beruang bernama Hans (Otto Jespersen). Kenyataannya memang sulit untuk mewancarai Hans, tapi Kalle tetap bersikeras untuk bisa membuat Hans berbicara di depan kameranya. Untuk itu dia dan krunya pun dengan sudah payah mengikuti kemana pun Hans pergi. Sampai akhirnya Kalle tiba di sebuah hutan yang pintu masuknya dipagari dan diberi peringatan keras untuk tidak memasuki daerah tersebut. Disana mereka bertemu dengan Hans yang tiba-tiba saja berlari ke arah mereka, sambil berteriak “Troll!!”. Sebelumnya Kalle dan yang lain memang mendengar suara raungan disertai kilat di dalam hutan, tapi mereka tidak percaya jika Hans sedang menghadapi troll. Karena penasaran, Kalle pun meminta Hans untuk mengajak timnya pada perburuan selanjutnya, dengan beberapa syarat, Hans akhirnya setuju.

Maka dimulailah petualangan Kalle berserta kru film dokumenter, bersama dengan Hans, yang ternyata belakangan diketahui adalah seorang pemburu troll resmi, yang ditunjuk oleh organisasi bernama Troll Security Service (TSS), memang terdengar konyol namun begitulah namanya. Begitu juga tugas yang diberikan kepada Hans, membunuh para troll yang kedapatan keluar dari daerah mereka. TSS ini lebih mirip organisasi “Men in Black” bedanya mereka tidak mengurusi alien, tapi troll. Tidak saja Kalle dan teman-temannya yang terkejut ketika pertama kali dipertemukan dengan troll raksasa berkepala tiga, yang akhirnya berubah menjadi batu ketika Hans beraksi dengan senjata rahasianya, tapi saya pun terkejut bukan main, bukan saja karena kepala mereka tiga, jelek, dan tubuh mereka tinggi melebihi pepohonan, tapi karena bagaimana tim dibalik visual efek dan CGI bisa membuat troll yang sangat-sangat meyakinkan. Kreasi digital makhluk bernama troll ini bisa dibilang termasuk halus, walau filmnya sendiri punya bujet yang tidak banyak, tapi sanggup menghasilkan troll yang kelihatan hidup, menyatu dengan lanskap dimana troll ini tinggal, hutan dan pegunungan Norwegia. “Troll Hunter” masuk ke dalam jajaran film yang kreatifitasnya tidak terkurung oleh batasan uang, menyusul film-film berbujet kecil seperti “Monsters” (Gareth Edwards, 2010), “Attack the Block” (Joe Cornish, 2011) dan “Alive in Joburg”, film pendek sci-fi buatan Neill Blomkamp, yang kemudian dilirik oleh Peter Jackson dan dipercaya untuk membuat film panjang pertamanya “District 9”.

Hamparan lanskap berbatu, pegunungan bersalju, dan indahnya belantara hutan Norwegia  betul-betul dimanfaatkan dengan baik oleh “Troll Hunter”, sebagai penghias memanjakan mata selama film bergulir. Menonton film ini mengingatkan saya dengan program acara “National Geographic” atau “Discovery Channel”, bedanya kali ini keindahan alam yang dimiliki Norwegia tersebut diceritakan menyembunyikan sebuah rahasia besar yang tidak diketahui orang banyak selama ini. Siang hari, ketika matahari bersinar, pegunungan dan hutan-hutan tersebut akan tampak biasa saja, coba tengoklah pada saat matahari terbenam dan hari berganti malam, para troll pun akan menampakkan dirinya. Dari penjelasan Hans nantinya kita tahu bahwa troll punya banyak jenis, atau bisa dibilang memiliki klan yang namanya sulit untuk diingat, ada troll yang tinggal di hutan, di pegunungan, atau para troll yang disebut “raja gunung” yang bersarang di gua-gua. Bentuk dan ukuran mereka pun berbeda-beda, dari yang berkepala tiga dengan ukuran setinggi pohon, sampai yang super-raksasa menyamai tinggi gunung. André Øvredal yang juga merangkap menuliskan cerita dalam film benar-benar tahu betul bagaimana membuat “dongeng”-nya menarik dengan detil-detil yang membuat kita bersemangat, seperti anak kecil yang mendengar dongeng sebelum tidur. Øvredal pun dengan baik sanggup menggambarkan semua hasil imajinasi liarnya yang kebanyakan memang terinspirasi dari mitologi Nordik dan budaya Norwegia, di dalam layar lebar, imajinasinya berhasil membuat penonton untuk terbuai masuk dalam “perangkap” dongeng pemburu troll.

“Troll Hunter” bukanlah film tanpa cela, di beberapa bagian ceritanya tampak konyol dan juga datar, komedi yang disisipkan pun seringkali meleset, tapi biarlah kekurangan yang tidak banyak itu, akhirnya tertutupi oleh performa Otto Jespersen sebagai pemburu troll yang disini bermain cukup mengesankan, Otto kadang tidak saja pintar beraksi melawan para troll tapi juga sesekali menghibur kita dengan lelucon-lelucon. Aksi kamera dalam mengikuti perjalanan Otto pun tidak kalah seru, karena ini dokumenter (palsu), maka tak lagi aneh jika kita menemukan layar yang selalu bergoyang, kesalahan bukan terletak di proyektor bioskop, tapi kamera yang menangkap setiap pergerakan Hans memburu troll memang dibuat sengaja bergoyang-goyang. Tapi tenang jangan terburu-buru takut pusing karena Øvredal tahu benar bagaimana mengontrol filmnya, dimana dia harus mengerti nasib penontonnya, oleh karena itu tidak semua gambar akan goyang-goyang. Pada saat kita berjumpa dengan troll, kamera pun akan fokus menangkap setiap pergerakannya, yah cukup stabil namun penonton akan tetap merasakan efek kamera bergoyang itu, tentu saja untuk melibatkan pikiran kita agar percaya adegan yang ditonton itu nyata. Pada akhirnya “Troll Hunter” merupakan sajian yang ajaib, mengajak kita menjelajah jauh ke Norwegia untuk mendengarkan dongeng tentang troll, dikemas dengan gaya mokumenter yang apik dan meyakinkan. André Øvredal menjejalkan kita dengan petualangan yang menghibur, main kucing-kucingan dengan troll yang seru dan menegangkan dari awal sampai selesai. Setelah menonton film ini kita akan percaya bahwa troll itu memang ada, You’ll believe it when you see it!

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.