Review

Info
Studio : Starvision Plus
Genre : Comedy
Director : Monty Tiwa
Producer : Chand Parwez Servia
Starring : Nirina Zubir, Fedi Nuril, Amink, Ringgo Agus Rahman, Deddy Mahendra Desta, Meriam Bellina, Jaja Miha

Minggu, 28 Agustus 2011 - 14:06:00 WIB
Flick Review : Get Married 3
Review oleh : Rangga Adithia (@adithiarangga) - Dibaca: 1451 kali


Salah-satu alasan sebuah film dibuatkan sekuel kemudian menjadi franchise, apalagi jika bukan karena film tersebut “masih untung dan masih banyak yang nonton”, begitu juga film Indonesia. Film “Get Married” yang pertama kali rilis pada tahun 2007, menjadi yang terlaris sepanjang tahun dengan satu juta lebih penonton. Disusul oleh film kedua di tahun 2009, masih juga ditonton oleh sejuta lebih penonton, berada di posisi 5 daftar film terlaris pada tahun itu, setelah “Garuda di Dadaku” (menurut data filmindonesia.or.id). Dua film sebelumnya yang ditangani oleh Hanung Bramantyo bisa dibilang sukses, tentu wajarlah jika pada akhirnya para produser ngiler untuk melanjutkan franchise film “Get Married”, mungkin jika masih terus mendulang kesuksesan (uang), bukan tidak mungkin akan ada selusin lagi seri film ini di masa datang. Di “Get Married 3”, Hanung tidak lagi duduk di bangku sutradara, melainkan digantikan posisinya oleh Monty Tiwa (Keramat). Sedangkan Cassandra Massardi, yang juga menuliskan cerita di film kedua, melanjutkan posisinya di film ketiga ini. Jadi apa yang akan ditawarkan oleh “Get Married 3”?

Jika film pertama menceritakan awal pertemuan Mae (Nirina Zubir) dengan Rendy yang disetiap film berganti-ganti pemerannya, lalu kemudian berlanjut dengan kisah kehidupan perkawinan Mae dan Rendy yang bermasalah di film kedua. “Get Married 3” masih tetap dengan “pasukan” yang sama, kecuali Rendy yang kali ini diperankan oleh Fedi Nuril, akan mengajak kita masuk kembali ke kehidupan Mae, bedanya sekarang Mae dan Rendy sudah dikaruniai momongan, tiga anak sekaligus. Tentu saja Mae, apalagi Rendy yang kebanyakan berada di luar rumah untuk bekerja, agak kerepotan mengurus ketiga bayi mereka. Tapi Mae yang di awal memutuskan untuk menjadi keluarga yang mandiri, jadi gengsi untuk meminta pertolongan keluarga dan sahabat-sahabatnya. Rendy pun tanpa sepengetahuan istrinya akhirnya membujuk Guntoro (Desta), Beni (Ringgo), dan Eman (Amink) untuk datang membantu Mae. Kehadiran ketiga sahabat Mae secara tiba-tiba di rumahnya tentu membuat Mae bingung. Walau dengan bermacam-macam alasan ini-itu, Guntoro, Beni, dan Eman tidak bisa bohong dengan Mae dan akhirnya ketahuan kalau mereka sebetulnya ingin membantu mengasuh anak-anak.

Tidak saja rencana mereka terbongkar oleh Mae, Orangtua Mae juga melihat gelagat tak wajar dari Guntoro, Beni, dan Eman. Setelah ketahuan mereka sedang mengasuh cucu-cucu mereka, Babe (Jaja Mihardja) dan Bu Mardi (Meriam Bellina) memaksa Mae untuk ikut mengasuh. Mamanya Rendy (Ira Wibowo) pun tidak mau kalah, maka berkumpulan satu keluarga besar dalam satu rumah. Beban Mae jadi sedikit lebih ringan ketika “bala bantuan” ini hadir di rumahnya, namun bagi Rendy ini adalah bencana. Peran dia sebagai ayah lama-lama bisa tersingkir oleh Guntoro, Beni, dan Eman, belum lagi para orang tua yang selalu mengintimidasinya, Rendy pun tidak bisa membuktikan kepada Mae jika dia mampu menjadi suami dan ayah yang baik. Maka sebelum semua terlambat, Rendy pun terpaksa memanggil Nyai (Ratna Riantiarno), tanpa sepengetahuan semua orang di rumah dan Mae. Nyai sendiri adalah neneknya Mae, terkenal “sadis” dan musuh bebuyutannya Babe, maka misi Nyai sudah jelas, yaitu “mengusir” sahabat-sahabat Mae dan Babe yang menurut Rendy sudah menghalanginya menjadi ayah di rumahnya sendiri.

Datangnya Nyai tentu saja membuat semuanya berantakan, tidak saja keharmonisan dari keluarga, tapi juga jalan cerita film ini. Awalnya “Get Married 3” terlihat begitu percaya diri dalam melontarkan komedi-komedinya, masih dengan penceritaan yang dilengkapi dengan narasi seperti dua film pendahulunya, kelucuan yang dihadirkan masih bisa buat saya tertawa (tidak terbahak-bahak). Apalagi ketika komedinya ditempatkan pada kasus-kasus atau pemberitaan yang belakangan ini mondar-mandir di televisi, seperti contohnya kasus Gayus Tambunan, sebagai sebuah pembuka, kehadiran komedi-komedi yang manis tersebut mampu membuat saya tertahan di bangku penonton dan tidak keluar. Setelah penggalan-penggalan kisah lucu yang sebagian besar dinarasikan, barulah penonton akan diajak masuk ke dalam cerita yang berfokus pada masalah keluarga baru Mae dan Rendy. Formula yang dipakai film ini sebenarnya tidaklah baru, mengadopsi dua film terdahulu dan mengandalkan masing-masing individu untuk bisa bermain selucu mungkin. Porsinya bisa dibilang dibagikan dengan benar, tidak saling berebut untuk bisa tampil lucu sendiri, namun sekali lagi itu hanya terjadi di paruh awal cerita, ketika Nyai belum datang.

“Get Married 3” itu terlalu serakah, padahal sebenarnya, karakter yang ada sudah cukup membuat film ini lucu, tapi justru menambahkan satu karakter lagi dalam wujud si Nyai, yang akhirnya meruntuhkan pembagian porsi yang sudah setara tersebut. Datangnya Nyai membuat komedi pun menjadi pincang, beberapa orang menghilang dan satu orang jadi pasang badan untuk melucu sendirian. Penyakit kambuhan di film Indonesia pun terjadi, ketika terlalu banyak karakter yang saling berebut untuk tampil, fokus cerita pun menjadi kemana-mana, ada yang diceritakan dan tidak lagi diceritakan. Komedi pun lama-lama jadi basi dan “maksa”, begitu juga bagaimana film ini dengan begitu gampangnya ingin mengakhiri semua konflik dengan sekali jentikan jari, seperti sulap semua beres tanpa kesan apapun. Dari segi akting, saya akui semua mampu menampilkan yang terbaik, sisi komedi bisa terangkat oleh masing-masing pemain seperti trio Amink-Desta-Ringo dan juga Jaja Mihardja. Nirina Zubir juga bermain baik, lebih pas memerankan Mae karena di dunia nyata pun dia sekarang seorang Ibu muda, ketimbang “Purple Love”, aktingnya di film ini lebih juara, itupun karena karakter Nirina memang nyablak seperti Mae. Well, film pertama masih bisa dibilang terbaik, “Get Married 3” pun hanya ingin mengikuti tapi terlalu ambisius untuk menghadirkan tawa yang fresh, akhirnya malah keteteran, dengan banyaknya karakter justru meruntuhkan komposisi komedi yang diawal sudah dibangun dengan lucu… di akhir cerita dan komedi, semua menjadi serba terpaksa.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.