Selamat ulang tahun Guillermo del Toro! Yep, sutradara kelahiran Guadalajara, Jalisco, Meksiko ini baru saja merayakan ulang tahunnya ke-50 pada tanggal 9 Oktober kemarin. Dalam rentang karir selama hampir 30 tahun, del Toro sudah berhasil mengukuhkan namanya sebagai salah satu sutradara papan atas dengan karya-karya yang menarik dan sekaligus ditunggu. Dalam rangka memperingati ulang tahun del Toro, tidak ada salahnya kita mengulik perjalanan karirnya. Singkat saja, sekaligus membahas kembali karya-karya beliau.
Guillermo del Toro baru berusia 8 tahun saat pertama kali bereksperimen dengan kamera Super 8 milik ayahnya dan membuat sebuah film pendek dengan mainan Planet of the Apes miliknya sebagai karakter. Dan sebelum mengerjakan film pertamanya, Cronos, di tahun 1993, del Toro sudah mengerjakan sebanyak 10 buah film pendek. Dia juga menulis empat dan menyutradarai lima buah episode serial cult, La Hora Marcada, bersama dengan sineas Meksiko lain, seperti Emmanuel Lubezki dan Alfonso Cuarón.
Del Toro belajar tentang efek khusus dan make-up bersama dengan pakar-nya, Dick Smith. Selama 10 tahun ia bekerja sebagai penata efek khusus dan make-up dan mendirikan perusahaanya sendiri, Necropia. Sepanjang berjalannya waktu, del Toro kemudian mendirikan rumah produksinya, Tequila Gang.
Pada usia 29 tahun, ia akhirnya mengerjakan film debutnya, sebuah horor-fantasi bertajuk Cronos. Film ini disambut dengan sangat baik oleh kritikus. Berkat Cronos, namanya dilirik oleh Hollywood dan kemudian mengerjakan film Amerika pertamanya, Mimic di tahun 1997. Di saat tengah melakukan produksi Mimic, sang ayah diculik dan meski kemudian berhasil dibebaskan, del Toro harus membayar dua kali lipat dari tebusan yang diminta penculik. Karena situasi Meksiko yang kurang kondusif, akhirnya del Toro memboyong keluarganya untuk pindah ke Amerika.
Meski mendapat sambutan yang cukup baik, tapi sayangnya Mimic yang bergaya monster feature ini tidak begitu sukses di pasaran. Setelah jeda empat tahun, di tahun 2001 del Toro kembali mengarahkan film berbahasa Spanyol, hanya saja kali ini ia mengerjakannya di Spanyol dan diproduseri oleh Pedro Almodóvar. The Devil's Backbone (El espinazo del diablo), demikian judulnya, ternyata cukup sukses, baik dari segi penghasilan maupun tanggapan kritikus.
Tahun berikutnya, 2002, ia mengerjakan sekuel film horor-laga yang diangkat dari komik Marvel, Blade II. Film yang dibintangi oleh Wesley Snipes ini ternyata sukses di pasaran, hingga tidak heran jika del Toro bisa mengerjakan film adaptasi komik lainnya, Hellboy, di tahun 2004, yang berbuntut sebuah sekuel, Hellboy II: The Golden Army di tahun 2008. Namun, di antara dua film ini, del Toro kembali ke ranah drama-fantasi-horor dengan Pan's Labyrinth (El laberinto del fauno) yang berbahasa Spanyol yang menyabet berbagai nominasi di berbagai festival film, termasuk Oscar.
Setelah kembali hiatus, kali ini lima tahun, di tahun 2013 del Toro kembali dengan sebuah epik laga-fantasi yang merupakan homage kepada kultur anime-manga bertema mecha-kaiju, Pacific Rim. Di film ini del Toro menunjukkan kemampuannya dalam merangkai adegan aksi fantastis yang biasanya hanya bisa dilihat di anime atau manga.
Film terbaru del Toro adalah Crimson Peak, yang rencananya akan dirilis di tahun 2015. Di film yang dibintangi oleh Charlie Hunnam, Tom Hiddleston, Jessica Chastain, dan Mia Wasikowska ini tampaknya del Toro kembali ke genre drama-horor yang membesarkan namanya.
Selain bertugas sebagai sutradara, del Toro juga disibukkan dengan banyak aktifitas lain, seperti menjadi produser, penulis naskah dan bahkan penulis novel. Ia saat ini sedang terlibat sebagai salah satu penulis naskah dan produser trilogi The Hobbit, karya Peter Jackon, sebuah proyek yang awalnya akan dikerjakan sendiri oleh del Toro. Ia juga menyutradarai pilot serial The Strain (2014) yang diangkat dari novel karyanya yang berjudul sama.
Dengan segala aktifitasnya ini, tidak heran jika nama Guilermo del Toro mencorong sebagai sosok sineas terdepan masa kini dengan karya-karya yang selalu ditunggu.
Cronos adalah sebuah film horor dengan vampirisme menjadi sentranya. Film berkisah tentang sebuah alat misterius yang didesain untuk membuat pemiliknya memiliki kehidupan abadi. Alat tersebut telah menghilang selama beberapa ratus tahun dan muncul kembali dengan konsekusin yang mematikan. Alat kemudian diperebutkan oleh beberapa pihak. Film mendapat banyak pujian karena tidak hanya mampu menciptakan efek seram, tapi film dikerjakan dengan penuh gaya. Yang lebih penting Cronos dianggap mampu menghadirkan kisahnya secara cerdas dan menawan. Cronos juga menandakan kerjasama pertama del Toro dengan Ron Perlman yang kemudian kerap hadir di film-film berikutnya.
Dalam Mimic, film Amerika pertamanya, del Toro hadir dalam sebuah kisah fiksi-ilmiah, atau monster feature lebih tepatnya. Dalam film yang diangkat dari cerita pendek tulisan Donald A. Wollheim ini seorang ilmuan (diperankan oleh Mira Sorvino) menyelidiki sebuah fenomena aneh yang terjadi di Manhattan, New York. Ternyata fenomena tersebut datang dari kreasinya sendiri, sejenis serangga yang diciptakan untuk melawan kecoa penyebar penyakit. Beberapa tahun kemudian serangga tersebut berevolusi menyerupai manusia dan membunuhi banyak orang. Meski disukai kritukus, tapi del Toro tidak begitu menyukai film ini, karena hasil akhirnya tidak sesuai dengan visi yang ingin disampaikannya (yang kemungkinan besar terjadi karena campur tangan produser yang besar). Di tahun 2011, ia berhasil merilis versi Director's Cut yang sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Del Toro bekerjasama dengan sutradara kenamaan Spanyol, Pedro Almodóvar, dalam film horor berjudul The Devil's Backbone atau El espinazo del diablo. Berseting di tahun 1939, atau tahun terakhir Perang Saudara Spanyol, film ini memperkenalkan elemen gotik yang kemudian kental mewarnai film-film del Toro. Dengan tokoh utama seorang kanak-kanak, The Devil's Backbone berhasil menciptakan nuansa drama yang tak kalah gemilang, tak kalah dari unsur horornya. Film ini mendapat sambutan yang sangat positif dari berbagai kalangan, dan dianggap sebagai salah satu karya terbaik del Toro. Ia bahkan menganggap jika The Devil's Backbone sebagai film paling personal bagi dirinya. Draft pertama naskah sudah dikerjakan del Toro bahkan sebelum ia menyutradarai Cronos.
Tahun berikutnya del Toro mendapat kesempatan untuk mengerjakan sekuel dari Blade (1998) yang diangkat dari komik Marvel. Di sini del Toro menunjukkan kemampuannya dalam mengerjakan adegan laga yang seru. Namun, mengingat aspek vampirisme yang terkandung di dalamnya, tentunya del Toro tidak melewatkan kesempatan untuk mewarnai filmnya dengan sentuhan horornya yang khas. Di film ini del Toro juga mulai mengembangkan sisi fantasi yang kemudian menjadi salah satu ciri khas di film-filmnya, selain unsur gotik. Blade II kemudian dianggap sebagai film terbaik di franchise ini. Karena sukses besar, maka nama del Toro pun mulai mendapat perhatian yang besar dari para pemerhati film.
Berkat kesuksesan Blade II, del Toro diajak untuk mengerjakan adaptasi komik berbau fantasi-horor lainnya, yaitu Hellboy terbitan Dark Horse Comics. Tidak tanggung-tanggung, aktor langganannya, Ron Perlman, didapuk untuk berperan sebagai sang Hellboy, sang siluman yang bekerja untuk pemerintah dalam mengungkap kasus-kasus supernatural. Dengan penggarapan del Toro yang unik, tidak heran jika Hellboy meraih sukses. Tapi yang patut dicermati adalah unsur humor yang cukup tebal meliputi filmnya.
Del Toro kembali ke Spanyol untuk mengerjakan film berikutnya, Pan's Labyrinth atau El laberinto del fauno. Bisa dibilang film ini merupakan kelanjutan dari The Devil's Backbone, karena memiliki kemiripan dari aspek tematis serta gaya penceritaan. Film yang berseting di tahun 1944, atau lima tahun setelah Perang Saudara Spanyol, berkisah tentang seorang anak perempuan bernama Ofelia (Ivana Baquero), yang mengikuti ibunya, Carmen (Ariadna Gil), untuk tinggal bersama suami barunya, seorang kapten otoriter bernama Vidal (Sergi López). Ofelia kemudian bertemu dengan sosok mistikal bernama Faun (Doug Jones) yang kemudian mengajaknya memasuki dunia fantasi. Pan's Labyrinth sangat dipuji karena kesuksesannya dalam memadukan antara horor, fantasi dan drama dengan takaran yang pas. Pada akhirnya film ini lebih tentang kemanusiaan, ketimbang "dunia lain".
Hellboy II: The Golden Army merupakan kelanjutan dari film superhero supernatural adaptasi komik karya Mike Mignola, Hellboy. Ron Perlman masih kembali berperan sebagai Hellboy, begitu juga dengan barisan pemain utama lainnya, Selma Blair dan Doug Jones. Jika di film sebelumnya aksi laga mendominasi, maka dalam Hellboy II dapat dirasakan pengaruh horor gotik dan fantasi suram ala Pan's Labyrinth di dalamnya. Atmosfir gelap dengan karakter-karakter mistikal penuh warna begitu kuat memenuhi film, meski del Toro tetap menghadirkan Hellboy II dengan tone yang lebih ringan dan asupan komedi yang cukup kental. Adegan pertarungan ala Kung Fu juga menjadi bumbu filmnya. Hellboy II disebut-sebut memiliki kualitas yang lebih baik daripada prekuelnya.
Guillermo del Toro menghadirkan fantasi lain dalam Pacific Rim, sebuah film orisinil yang menangkap semangat Mecha versus Kaiju yang biasa diproduksi oleh film-film animasi Jepang. Perlawanan melawan sosok monster raksasa kiriman makhluk asing dengan barisan robot yang tak kalah raksasa direkam dengan sangat luar biasa dan mendebarkan. Di tangan del Toro, pertarungan yang biasanya hanya bisa disaksikan di manga atau anime tampil dengan begitu hidup. Meski ciri khas del Toro tidak begitu kuat hadir dalam Pacific Rim, akan tetapi tetap nuansa fantasi menjadi garda terdepan dari film. Sebuah sekuel kabarnya tengah disiapkan.
Untuk filmografi lengkap Guillermo del Toro bisa dilihat di sini.