News


Kamis, 18 September 2014 - 11:28:02 WIB
The Purge Anarchy
Diposting oleh : Rangga Adithia (@adithiarangga) - Dibaca: 2120 kali

Secara konsep, apa yang ditawarkan “The Purge” sungguh menggiurkan, idenya sejak awal memang sudah menggelitik rasa penasaran, potensinya menjanjikan untuk menjadi sebuah sajian film horor yang berbeda. Berpondasi pada gelaran “penyucian” yang dilakukan pada satu malam tiap tahunnya, dimana pemerintah Amerika—dibawah komando The New Founding Fathers—memberikan sebuah hak istimewa pada setiap warganya, yakni kebebasan untuk menjalankan segala bentuk kejahatan, termasuk melakukan pembunuhan. Tidak akan ada bantuan polisi, pemadam kebakaran, paramedis, atau Batman sekalipun, pada malam itu nasib masing-masing orang ada ditangan mereka sendiri. “The Purge” sekali lagi punya premis yang membuat air liur saya menetes tak berhenti, Tapi entah apa yang telah merasuki James DeMonaco, yang berperan ganda sebagai sutradara sekaligus si penulis naskah, potensi untuk menjadi film yang menyenangkan jadi kandas begitu James merusak konsepnya sendiri. Kekacauan itu kembali diulang, “The Purge: Anarchy” hanya menawarkan babak lanjutan dari rasa kecewa yang saya rasakan dari film pertama.

Walaupun secara komersil, sekuel ini bisa dibilang sukses mengeruk ratusan juta dolar dari bujetnya yang hanya 9 juta dolar saja, tapi “The Purge: Anarchy” telah gagal mengembalikan senyum orang-orang yang berharap film ini akan berbeda. Pertanyaannya sekarang adalah butuh berapa film lagi sampai akhirnya James DeMonaco tersadar jika filmnya kacau. Berbeda dengan film pertama yang fokus dengan tema home invasion-nya, sekuelnya jelas butuh skala yang lebih besar tak hanya main petak-umpet di antara perabotan rumahan. Melalui “Anarchy”, kita diajak berpindah dari kompleks perumahan ke jalanan kota, well tentu saja saya akan beranggapan akan lebih banyak kekacauan dari para penggiat Purge yang saling tebas, actiondisana-sini. Area bermain James DeMonaco kali ini memiliki potensi untuk menghadirkan kekacauan yang lebih menggila, jika di “The Purge” kita “disekap” di rumah Ethan Hawke dan tak bisa kemana-mana, seharusnya ini saatnya James DeMonaco membuktikan “The Purge: Anarchy” tak hanya menang gertakan topeng seram bertuliskan “GOD”, tapi tampaknya “The Purge: Anarchy” tak belajar dari kesalahannya.

Jika “The Purge” sudah terlihat berantakan semenjak paruh pertama, sekuelnya sedikit lebih baik dan memang punya beberapa kemajuan jika dibandingkan film pertama. “The Purge: Anarchy” memang disiapkan untuk lebih garang, tak hanya menyiapkan karakter-karakter yang akan dijadikan bahan buruan, tapi juga siap dengan para purger dengan berbagai macam senjata. Yup! “The Purge: Anarchy” memang membuat saya berharap akan ada tawuran berdarah atau semacam adu bacok-bacokan tak henti sepanjang durasi. Sayangnya, apa yang saya harapkan tak pernah terjadi, “The Purge: Anarchy” hanya pintar membual dengan gertakan film ini seakan-akan bakal menghadirkan kekacauan yang berskala gila-gilaan. Separuh perjalanan memang menyenangkan, karena saya masih percaya film ini akan menggila, para purgermulai melakukan aksi-aksinya, termasuk orang yang pakai topeng “GOD” dan teman-temannya. Di paruh pertama saya masih percaya, punya faith kalau “The Purge: Anarchy” akan mengasikkan. Jalanan mulai kacau, James DeMonaco sedang menyiapkan perang, saya tentu saja menunggu-nunggu kapan semua akan jadi anarkis, tapi semua tidak pernah terjadi.

“The Purge: Anarchy” sangat menyia-nyiakan potensinya, konsep The Purge yang sudah dibangun lebih baik ketimbang film pertama, lagi-lagi harus berakhir berantakan begitu film melompat ke paruh kedua, semakin buruk di 30 menit akhir film. Apa yang ada di kepala James DeMonaco? Entahlah, yang pasti dia tampaknya nyasar dengan konsepnya sendiri dan tidak bisa melakukan apa-apa, karena tidak tahu harus dia apakanThe Purge ini. Ketika jalanan malam tidak menawarkan bacok-bacokan yang saya inginkan, James DeMonaco pun semakin terlihat ambisius membawa film ini semakin terperosok, plotnya kian mengada-ngada dan ceritanya pun konyol, jika tidak mau dikatakan bodoh. Saya tidak suka dengan film pertama dan saya semakin tidak menyukai apa yang dilakukan oleh James DeMonaco di sekuelnya. Saya sebetulnya tak terlalu peduli dengan cerita, untuk film sejenis apalagi dengan judul keren seperti “The Purge: Anarchy”, tapi film ini memang sudah terlampau bodoh. Belum lagi formula karakter-karakter bodoh yang masih dipakai James, sepanjang durasi jajaran pemainnya, termasuk Frank Grillo yang punya peran sebagai sang pahlawan, menampilkan performa akting yang buruk. “The Purge: Anarchy” punya potensinya, tapi James DeMonaco kemudian memperlakukannya dengan sangat buruk. Mungkin seseorang harus melakukan purgedan membunuh James karena dia membuat film buruk berjudul “The Purge: Anarchy”.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.