News


Senin, 10 September 2012 - 22:27:09 WIB
Feature - Sepuluh Trivia Film Red Lights
Diposting oleh : Shinta Setiawan (@ssetiawan) - Dibaca: 3719 kali

Bagi Rodrigo Cortés, otak manusia bukan sebuah alat yang sepenuhnya dapat dipercaya. “Kita melihat apa yang ingin kita lihat. Kepercayaan kita ditentukan oleh harapan, kebutuhan, mimpi, dan hasrat kita. Dalam kata lain, kita hanya percaya pada apa yang ingin kita percayai,” katanya. Itulah yang menjadi pegangan dasarnya dalam membuat kisah film Red Lights (2012). Red Lights sendiri adalah kisah thriller supernatural yang dibintangi oleh Sigourney Weaver dan Cillian Murphy sebagai dua peneliti yang berupaya untuk mengungkap trik dan kebohongan di balik fenomena-fenomena paranormal. Pemikiran dasar dari Cortés kemudian diuji dalam film ini dengan kehadiran Simon Silver (Robert De Niro), seorang cenayang tuna netra yang kemampuannya membuat kedua peneliti ini mulai meragukan apa yang benar dan salah.

Tapi, Red Lights bukan sekadar film tentang ilmu pengetahuan versus keyakinan buta. Ada beberapa hal menarik yang dapat kita lihat di balik pembuatan film ini. Ingin tahu apa saja hal itu? Inilah sepuluh trivia tentang film Red Lights.

 

1. 10 1/2 Minggu

Produksi film ini memakan waktu 10 1/2 minggu. Selama 8 minggu, Rodrigo Cortés beserta krunya memfilkan Red Lights di Barcelona. Sementara itu sisa waktunya dihabiskan untuk shooting di Toronto.

 

2. 15 Juta Dolar Amerika Serikat

Dengan deretan nama-nama pemeran yang terkenal dan produksi yang rapi, banyak yang menyangka Red Lights adalah sebuah film dengan dana pembuatan lumayan. Ternyata, Cortés hanya membuat film ini dengan budget 15 juta dolar Amerika Serikat. “Ini hanyalah film seharga 15 juta dolar Amerika Serikat, tapi orang-orang berpikir bahwa ini adalah film seharga 40 atau 50 juta dolar,” kata Cortés.

Kunci untuk membuat film dengan dana yang begitu efisien menurutnya bergantung pada kontrol total terhadap proses pembuatan filmnya, terutama kontrol terhadap aspek kreatifnya. Karena itulah, meski dengan dana relatif kecil, Cortés tetap dapat menjalankan shooting di Barcelona dan Toronto.

 

3. Film Amerika

Meski dirinya adalah sutradara asal Spanyol dan sebagian pendanaan film ini juga berasal dari Spanyol, Cortés tidak pernah merancang Red Lights sebagai sebuah film asing. “Saya hanya pernah membayangkan pembuatan film ini sebagai film Amerika. Saya pikir cerita ini tidak akan masuk akal kalau terjadi di Inggris misalnya, atau Perancis, atau Italia,” katanya. “Di Eropa kami cenderung lebih skeptis.”

 

4. Hoax Paranormal

Bagi Cortés, dua kata yang menjadi pemicu pembuatan film Red Lights adalah ‘hoax paranormal’. Dua kata ini menjadi sangat menarik baginya karena sifatnya yang oksimoron. “Keduanya adalah dua konsep berseberangan yang bertabrakan dan saling berbenturan. Anda memiliki sisi paranormal, yaitu sesuatu yang magis, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan, yang merupakan latar belakang yang sempurna dan sangat menarik dalam sebuah cerita, sesuatu yang memungkinkan Anda untuk menggunakan elemen-elemen dari genre ini [supernatural]; dan Anda juga punya sisi hoax, yaitu kebohongan manusia, sesuatu yang mahir dilakukan oleh orang-orang.”

Benturan dari dua hal ini menjadi dasar dari kisah Red Lights tentang dua orang penyelidik kejadian paranormal yang berupaya untuk menampilkan kebohongan yang terjadi di belakangnya, untuk mencari fenomena ‘red lights’ – sesuatu yang mengindikasikan ada sesuatu yang salah atau adanya rekayasa.

 

5. Thriller Politik Tahun ’70-an

Bila Anda tak yakin kalau Red Lights menggunakan latar waktu di masa kini, itu wajar. Cortés sendiri memang mengambil akar filmnya dari film-film thriller politik berlatar tahun ’70-an. Jadi, tak heran bahwa meski kita dapat melihat banyak perangkat canggih dalam film ini serta telepon seluler maupun laptop, Red Lights lebih terasa seperti sebuah film dari tahun ’70 atau ’80-an. Selain itu, Cortés memang tidak membuat latar waktu spesifik di film ini karena bila terjadi di masa sekarang, ceritanya mungkin akan berbeda dan terasa lebih sinis.

Pengaruh hubungan antara Red Lights dengan topik politik disebabkan karena Cortés melihat bahwa ada korelasi antara fenomena di bidang paranormal dan politik. “Satu hal yang saya temukan ketika saya mempelajari diskusi paranormal adalah, dua sisi ini [paranormal dan politik] bekerja dengan cara yang sama. Keduanya menerimanya begitu saja – hanya menerima apa yang dapat menguatkan posisi mereka sebelumnya, dan mereka menolak semua hal yang dapat membahayakan posisinya, yang berarti bahwa semua orang hanya percaya sesuatu bila itu berguna bagi mereka,” ujarnya.

 

6. Sigourney Weaver

Rodrigo Cortés tidak pernah menulis peran khusus untuk seorang aktor ataupun aktris. Namun, untuk film Red Lights, Cortés menyimpang dari kebiasaan itu dan menulis peran Dr. Margaret Matheson dengan Sigourney Weaver sebagai inspirasinya.

“Dalam hal ini, entah karena alasan apa, ketika saya sedang menulis tentang Matheson, saya menemukan bahwa saya menulis peran ini untuk Sigourney Weaver. Saya membayangkan karakter ini dengan wajahnya, dan reaksinya, dan ekspresinya. Ini beresiko, karena ia belum tentu mau mengambil peran ini. Akan jadi sebuah masalah kalau ia menolaknya. Tapi untungnya ia menerimanya,” kata Cortés.

 

7. Richard Matheson

Karakter Margaret Matheson dinamai menurut Richard Matheson, seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat. Richard Matheson terkenal sebagai penulis The Incredible Shrinking Man, What Dreams May Come, dan I Am Legend yang juga sudah dibuat versi film layar lebarnya.

Pengaruh dari Matheson ini terasa dari cara Cortés menggunakan sisi ilmiah dalam Red Lights. “Saya menyukai caranya [Richard Matheson] mendekati genre ini dengan cara yang sangat ilmiah. Dan karena saya ingin membuat film ini memiliki akar yang sangat kuat dalam bidang terminologi ilmiah,” ujarnya.

 

8. Simon Silver

Meski merupakan kisah fiksi, tetapi beberapa karakter dalam film Red Lights didasarkan pada tokoh-tokoh dalam kehidupan nyata. Simon Silver, sang cenayang tuna netra yang menghantui Matheson dan Buckley dibuat berdasarkan perpaduan dari beberapa tokoh. 

“Karakter Silver, contohnya, tidak dibuat berdasarkan tokoh paranormal tertentu. Saya menggunaan hal-hal yang saya pelajari tentang tokoh paranormal ternama, termasuk Uri Geller, tapi saya juga mempelajari politisi, penyembuh, dan penceramah,” kata Cortés.

 

9. David Copperfield

Selain membaca banyak buku, untuk risetnya mengenai dunia yang dihadirkan dalam Red Lights serta tokoh Simon Silver yang menjadi lawannya, Cillian Murphy pergi ke Las Vegas untuk lebih memahami sisi showbiz dari hal ini. Ia pergi untuk menonton David Copperfield dan Criss Angel. Ia juga bertemu secara singkat dengan Copperfield untuk memahami bagaimana kepribadian dan karisma seseorang dapat mempengaruhi orang yang bertemu dengannya.

“Anda dapat melihat bagaimana mereka mempergunakan aura, atau kepribadian mereka dan menampilkannya dengan lebih intens di panggung,” kata Murphy. “Saya bertemu David Copperfield sebentar di bagian belakang panggung di Vegas, dan ia memang benar-benar memiliki aura itu. Anda menghadirkan hal itu di panggung dan menguatkannya, dan itulah yang dimanfaatkan oleh karakter Simon Silver.”

 

10. I Want to Understand

Di lab video dimana Tom Buckley bekerja, tertempel poster serial The X-Files dengan kalimat terkenalnya, ‘I Want to Believe’ (Aku Ingin Mempercayai) Tapi, dalam poster ini, kalimat tersebut diganti menjadi, ‘I Want to Understand’ (Aku Ingin Memahami).


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.