Inilah salah-satu film terbaik yang dimiliki negeri ini, film yang sanggup menggabungkan cerita dengan daya khayal yang cerdas dan pengesekusian yang luar biasa, berkat tangan dingin seorang Mouly Surya. “Fiksi.” (tidak lupa dengan tanda titik diakhir huruf) telah menjadi tersangka utama yang bertanggung jawab mempermainkan imajinasi penonton untuk menjadi liar, tentu saja dibatasi oleh tembok-tembok tak terlihat yang memisahkan kita dengan realitas, ketika berada di dunia kecil bernama “fiksi”. Dunia kecil berupa rumah susun yang diisi oleh sirkus kehidupan di setiap lantainya. Mulai dari kelompok pebisnis di lantai terbawah, keluarga kecil bahagia di lantai dua, komunitas transeksual di lantai tiga, pelacur-pelacur “mahal” di lantai empat, bandar candu di lantai lima, pekerja dan mahasiswa di lantai enam, kaum gay ”berdansa” di lantai tujuh, lalu ada lantai delapan yang dihuni oleh istri-istri simpanan. Terakhir rumah susun ini juga memberikan tempat bagi mereka yang sudah meninggal, kamar-kamar kosong di lantai sembilan itu dihuni arwah gentayangan. Tokoh Alisha (Ladya Cheryl) yang menggiring kita kesini, seperti dia yang juga digiring oleh patung kelinci dan pria idaman ke negeri mirip kisah dongeng, sebuah wonderland “kumuh”, lalu Alisha meninggalkan dunia nyata, dunia yang sebetulnya akan dianggap orang sebagai dunia dongeng, Alisha tidak peduli dengan rumahnya yang bagai istana dan kehidupan mewah, dia akhirnya mengajak kita menetap di rumah susun, bersebelahan dengan pria yang jadi korban obsesinya akan cinta.
“Fiksi.” Itu menarik, tentu saja salah, film ini sangat-sangat menarik itu baru benar (tersenyum). Film yang juga memenangkan penghargaan FFI 2008 untuk ketegori Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Skenario Asli Terbaik dan Musik Pengiring Terbaik ini akan terlihat layaknya drama cinta biasa pada awalnya, namun ketika kita diajak menginjak ke lantai berikutnya, kejutan menanti. Alisha yang mulai memainkan perannya dan masuk ke dalam kehidupan pria idamannya, Bari (Donny Alamsyah), telah merubah film ini menjadi apa yang tadinya biasa menjadi “alangkah luar biasanya film ini”, Alisha juga masuk ke kehidupan beberapa penghuni rumah susun, menyentuh realitas mereka yang berputar dan terus berjalan, lalu dengan wajah malaikatnya Alisha atau Mia di rumah susun ini membubuhkan “titik” pada kehidupan mereka. Semua diceritakan Mouly Surya dengan apik, dia adalah pendongeng yang handal, membuat kita masuk ke dalam dunia ciptaannya, bermain dengan imajinasi, berinteraksi dengan karakter-karakter luar biasa, dan terakhir inginnya kita tidak ingin kembali ke dunia real, namun fiksi harus punya akhir dan film ini “mengusir” kita dengan kelembutannya lewat sebuah titik.
“Fiksi.” adalah dunia yang berbeda, film unik yang juga menawarkan sebuah perspektif tentang perempuan yang jarang sekali diekspos oleh film lokal, dimana Alisha sebagai perempuan juga misalnya digambarkan memiliki kebutuhan akan seksual, tidak hanya melulu lelaki, justru Alisha jugalah yang “aktif” dan mendominasi dalam urusan tersebut. Alisha yang begitu mencuri perhatian dan sekaligus menghanyutkan diperankan dengan begitu liar, gila, cantik, menggoda, oleh seorang Ladya Cheryl. Sebuah permainan akting yang juga jarang saya lihat di film-film lokal dengan tokoh utama perempuan. Karakter-karakter dalam film ini memang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan luar biasanya setiap pemain sanggup memaksimalkan porsi yang diberikan kepada mereka, tidak hanya Ladya Cheryl namun semuanya, mau itu banyak ataupun sedikit peran mereka. “Fiksi.” adalah film yang indah dengan keliarannya dalam membangun imajinasi, memancing kita untuk terjun dalam dunia penuh daya khayal cerdas, dan memperkenalkan kita dengan dunia sirkus kehidupan yang dipenuhi karakter-karakter unik dan menarik.