JAFF 15 ‘Kinetic’ kembali menghadirkan Program Masterclass yang meskipun tidak dapat dilaksanakan secara langsung, justru dapat diakses oleh seluruh masyarakat di mana pun berada. Terwujud dalam webinar yang dipandu oleh maestro yang telah memiliki kiprah di dunia perfilman. Program ini merupakan fokus dari JAFF mengenai bagaimana mengelola bakat-bakat yang ada, sehingga melahirkan sineas muda berbakat.
Program Masterclass kali ini menghadirkan Mira Lesmana, seorang produser dan founder dari Miles Film. Bersamaan dengan JAFF yang mengulang usia ke-15, di tahun ini pula Miles Film telah mengarungi perjalanan selama 25 tahun. Seluk beluk perjalanan Mira Lesmana dan Miles Film turut disampaikan pada diskusi yang berdurasi 60 menit.
Bagi Mira, menjadi produser harus menggabungkan antara insting untuk berproduksi dan belajar mencari tahu, sebab tidak ada sekolah khusus di bidang produser. Sekarang ini hal yang dilakukan oleh produser bukan hanya mencari investor untuk biaya pembuatan film, tetapi sejak awal sudah harus memikirkan dari hulu ke hilir. “Kalo kita mau produce harus mulai dari conceiving, mulai dari ide, mau ngapain, mau bikin apa, dan harus langsung berfikir, film yang dibuat ini untuk siapa, penonton siapa, dan harus kemudian dipastikan ada distribusinya”, ujar produser film Petualangan Sherina (1999) itu.
Lebih detail, Ia menjelaskan bahwa seorang produser harus memiliki keterampilan dalam industri film. Kemampuan ini untuk meminimalisir ketidaktepatan, dari kemungkinan kemungkinan dalam mencapai sasaran yang telah diharapkan dan direncanakan.
“Akhirnya seorang produser itu memang harus memahami banyak hal, Fa dan teman teman. Dia harus memahami critical concept, memahami skenario, memahami bagaimana membangun sebuah cerita gitu. Dia harus paham itu, what is character, what is acting, what is lighting, what is editing apa itu semua yang sifatnya technical dan yang sifatnya critical concept, dan dia harus tau apa itu editing, apa itu mixing, music, sound effect dia harus selalu updated gitu dan dia harus tau apa itu marketing promotion dan distribution”, jelasnya dalam webinar yang dipandu oleh Ifa Isfansyah.
Selain membawa jati diri sebagai seorang produser yang harus mempunyai visi dan turut terjun ke ranah kreatif, sikap keterbukaan Mira Lesmana terhadap para calon investor patut untuk menjadi catatan penting. Realitas seorang produser dalam melihat skema sebuah filmnya menjadi substansial berharga bagi kedua belah pihak. Tidak semua film akan selalu untung dan melampaui penonton yang besar, tetapi menampilkan film-film kecil menjadi esensial bagi Mira Lesmana. “Ini bukan Petualangan Sherina (1999), ini bukan AADC (2001), ini sesuatu yang baru. Film ini akan punya makna besar yang akan punya tujuan yang lain,” tutur Mira.
Ia juga menceritakan bagaimana proses funding film Gie (2005) yang mencapai tiga tahun lamanya. “Untuk Gie (2005), waktu itu yang kita perkenalkan sebuah film besar untuk pertama kali nya bagi sinema Indonesia gitu. Kedua, idealisme Gie (2005), dan kemudian mengangkat cerita mengenai etnis chinese yang sangat nasionalis,” tambahnya.
Mira Lesmana merasa apresiasi yang datang pada dirinya ketika dapat menghasilkan sebuah cerita yang dari awal dibangun dengan semangat dan harapan bersama. Ketika datang ke lokasi syuting, melihat kegiatan berjalan sesuai rencana. Selain itu, penghargaan dari penonton menjadi kepuasan tersendiri dikala sasaran film tepat dan berhasil singgah pada tempatnya.
Sempat istirahat di tahun 2009 selama tiga tahun dalam industri film, dirinya mengerjakan proyek teater Laskar Pelangi. Akan tetapi, Mira Lesmana kembali dan bertahan hingga kini karena Ia sangat menyukai apa yang dikerjakan serta passion kuat sesuai bidangnya. Dukungan teman-teman Mira Lesmana juga menjadi pengingat untuknya agar selalu berkarya. “We are creating buat aku is amazing”, sorai Mira Lesmana.
Selain program Masterclass bersama Mira Lesmana, beberapa sineas lain juga turut berbagi pengalaman mengenai industri kreatif film. Terdapat tiga Program Public Lecture berbentuk webinar dengan masing-masing topik serta para pakar yang berkompeten. Public Lecture Kinetic dibawakan bersama Tonny Trimarsanto dan Chand Parwez, When We Listen to your Story! dengan Shanty Harmayn Holman dan Yulia Evina Bhara, serta Robin Moran dan Andhy Pulung akan mengisi webinar yang bertajuk Production Check List. Seluruh rangkaian Public Lecture dapat diakses secara gratis melalui aplikasi dan laman KlikFilm.
Mari merayakan pergerakan sinema Asia bersama 15th Jogja-NETPAC Asian Film Festival! (2020)