
Kamu boleh saja pro atau kontra terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tapi rasa-rasanya sulit untuk menyangkal bahwa perjalanan hidup Ahok terbilang menarik untuk dibahas panjang lebar. Dari seorang putra daerah keturunan Tionghoa di Sumatra menjadi pemimpin di ibukota negara yang sebelumnya dijabat kalangan mayoritas. Dengan kata lain, materinya amat seksi untuk diejawantahkan ke dalam format film layar lebar.
Mengingat tidak banyak masyarakat yang mengetahui sepak terjang Ahok sebelum menjabat sebagai Gubernur Jakarta yang kemudian tersandung skandal penistaan agama, maka sudah barang tentu materi cerita yang masih perawan ini menggoda para pembuat film di tanah air. Disamping Anak Hoki garapan Ginanti Rona yang menguliti masa remaja Ahok, ada satu lagi film mengenai tokoh sensasional ini bertajuk A Man Called Ahok.
Apabila kamu rajin berselancar di dunia maya, kisah yang mendasari tercetusnya A Man Called Ahok tentu tidak asing lagi. Pasca Ahok terjerat kasus penistaan agama yang disebabkan oleh sebuah video kampanyenya di Kepulauan Seribu, para pendukungnya berbondong-bondong menyuarakan dukungan serta mengulurkan bantuan. Salah satunya, menelusuri jejak rekam Ahok semasa bermukim di Belitung demi membuktikan bahwa kasus ini hanyalah sebatas politisasi agama.
Pendukung Ahok yang melakukan investigasi ini adalah Rudi Valinka. Dia mewawancarai pihak keluarga, teman, guru, sampai rekan-rekan politikus di Kabupaten Belitung Timur. Hasil wawancaranya tersebut lantas diunggah dalam serangkaian kicauan di akun media sosial miliknya, lalu dikompilasi menjadi buku bertajuk A Man Called Ahok yang lantas diterjemahkan ke bahasa gambar dibawah bendera The United Team of Art (TUTA).
Yang ditunjuk untuk mengomandoi proyek ini adalah Putrama Tuta yang sebelumnya menghasilkan Catatan (Harian) Si Boy (2011) dan NOAH: Awal Semula(2013). Emir Hakim, Reza Hidayat, serta Ilya Sigma menempati kursi produser, sementara tim Tujuh Ratus Kata dipilih untuk mengekranisasi tulisan Rudi Valinka ke dalam bentuk naskah. Konfirmasi mengenai keterlibatan Putrama Tuta diumumkan sendiri oleh sang sutradara melalui akun Twitter.
Putrama Tuta mengonfirmasinya dengan mengunggah sebuah foto yang menampilkan skenario draf ke-9 dari A Man Called Ahok. Yang menarik dari foto tersebut adalah kita bisa melihat adanya tulisan beserta tanda tangan asli Ahok dalam sampul skenario yang sedikit banyak mengisyaratkan bahwa film ini mendapat persetujuan secara langsung dari Ahok yang kini masih mendekam di balik jeruji besi.
Tahun ini gue kembali menyutradarai film layar lebar adaptasi dari buku @AManCalledAhok karya @kurawa yang menceritakan kisah hidup @basuki_btp. Minta doa yaa 😊 pic.twitter.com/QQ5Rb7lzSP
— Tuts Like The Piano (@PutramaTuta) 31 Mei 2018
A Man Called Ahok sendiri telah menjalani tahapan pengambilan gambar pada bulan April silam di Jakarta dan Kepulauan Bangka Belitung. Jajaran pemainnya meliputi Daniel Mananta, Jill Gladys, Albert Halim, serta Sita Nursanti. Apabila tidak ada aral melintang, A Man Called Ahok diharapkan sudah bisa disaksikan para penikmat film di tanah air pada tahun 2018 ini.