
Indonesia berjaya di Festival Film Cannes 2016 berkat Prenjak (In the Year of Monkey). Film pendek arahan Wregas Bhanuteja tersebut berhasil memberi kabar membahagiakan sekaligus membanggakan ke tanah air usai menggenggam Le Prix Découverte Leica Cine untuk film pendek terbaik dalam program Semaine de la Critique (Critic's Week).
Critic's Week atau Pekan Kritikus yang didirikan pada tahun 1962 oleh sekumpulan kritikus beserta jurnalis film sendiri bertujuan mencari sutradara baru yang memiliki karya inovatif. Beberapa sutradara jebolan program ini antara lain Bernardo Bertolucci, Leos Carax, Jacques Audiard dan Wong Kar-wai
Prenjak terpilih sebagai pemenang usai menumbangkan sembilan finalis film pendek lain dari berbagai negara, seperti Arnie (Taiwan/Filipina), Ascensão (Portugal), Campo de viboras (Portugal), Delusion is Redemption to Those in Distress (Brasil), L’Enfance d’un chef (Prancis), Limbo (Yunani), Oh What a Wonderful Feeling (Kanada), Le Soldat Vierge (Prancis), dan Superbia (Hungaria).
Kemenangan film berdurasi 12 menit 40 detik ini di Cannes merupakan pertama kalinya bagi Indonesia. Sebelumnya, Tjoet Nja' Dhien, Daun di Atas Bantal, Kara Anak Sebatang Pohon, serta The Fox Exploits the Tiger's Might juga mewakili Indonesia dalam Festival Film Cannes namun pada akhirnya harus mengakui kedigdayaan film lain.
Terinspirasi oleh sebuah fenomena yang terjadi di Jogja pada tahun 1980-an, Prenjak yang merupakan salah satu jenis burung bercerita mengenai seorang karyawati bernama Diah yang tengah membutuhkan uang dalam waktu cepat. Guna mendapatkannya, Diah menjual korek api seharga Rp 10 ribu per batang kepada temannya, Jarwo, yang dapat dipergunakan untuk mengintip vaginanya.
Sang sutradara, Wregas Bhanuteja, sendiri bukanlah pemain baru dalam kancah festival film tingkat internasional. Sebelumnya, Wregas telah mengirimkan Lembusura dan Floating Chopin untuk masing-masing berlaga di Festival Film Berlin 2015 serta Hong Kong Film Festival 2016.