Feature


Selasa, 23 November 2010 - 03:40:30 WIB
Jakarta Maghrib - Debut Film Salman Aristo
Diposting oleh : Titis Sapto Raharjo (@titisapto) - Dibaca: 5622 kali

Jakarta tak lebih dari sebuah kota besar. Hiruk-pikuk, pekak, kontemplatif, romantis sekaligus mencemaskan. Jakarta itu sebuah sketsa. Sketsa-sketsa kecil dengan garis-garis yang tak selesai tapi merangkai sebuah cerita yang lebih besar lagi: Indonesia. Artinya menceritakan Jakarta adalah sebuah usaha untuk nantinya membaca dan menemukan Indonesia.

Maghrib sendiri adalah ambang batas. Ketika kota menemukan garis tengahnya. Titik lesap yang mengantar terang menuju sisi gelap. Maka Jakarta Maghrib adalah sebuah usaha untuk menangkap metropolitan saat sedang menuju kontemplasinya. Saat warganya menjalani transisi. Jakarta Maghrib adalah sebuah proyek yang akan merekam semua itu dalam medium bernama film. Sebab film, menurut Arifin C. Noer, medium bercerita yang paling bisa menjabar sengkarut dunia modern.

Jakarta Maghrib adalah sebuah usaha untuk menangkap suasana metropolitan saat sedang menuju kontemplasinya. Semua hubungan manusia menemui ambang batasnya di waktu Maghrib, itulah benang merah dari 6 cerita yang ada.

Sepasang suami istri yang ingin bercinta (Indra Birowo & Widi Mulia) dalam IMAN CUMA INGIN NUR, seorang preman dan penjaga musholla (Asrul Dahlan & Sjafrial Arifin) dalam ADZAN, penghuni kompleks perumahan (Lukman Sardi, Ringgo Agus Rahman, Dedi Mahendra Desta, Fanny Fabriana, Lilis) yang menunggu tukang nasi goreng langganan mereka dalam MENUNGGU AKI, sepasang kekasih (Reza Rahadian & Adinia Wirasti) yang mencari jalan pintas dalam JALAN PINTAS, anak kecil yang ketakutan (Aldo Tansani) dalam CERITA SI IVAN, dan pertemuan dari semua tokoh tersebut dalam BA’DA.

Sinopsis:

1.        Iman Cuma Ingin Nur

Iman hanya punya satu keinginan: bercinta dengan Nur, istrinya. Iman orang Sidoarjo. Nur asli Betawi. Penat tiga hari lembur akibat bayi mereka sakit, rasanya akan terbayar dengan seks yang melegakan. Hanya saja, gabungan Maghrib dan mertua membawa Iman dan Nur ke sudut yang lain dalam hubungan mereka.

Kisah ini menangkap ruang personal dari warga Jakarta: rumah tangga.

2.     Adzan

Baung adalah pemuda kelahiran Jakarta, seorang preman. Pak Armen asal Solok, Sumatera Barat, adalah seorang marbot atau penjaga mushola dan pemilik warung. Keduanya ada di sebuah kampung yang musholanya bersih tapi sepi pengunjung. Suatu sore, setelah malam yang mabuk bagi Baung, mereka bercakap-cakap di warung Pak Armen. Mulai dari pekerjaan sampai kematian. Beberapa menit menjelang Maghrib, sesuatu terjadi pada Pak Armen. Sesuatu yang membuat Baung menangis. Sesuatu yang membuat warga kampung berbaris marah menuju mushola.

Ini kisah tentang ruang religiusitas dan kontemplasi warga Jakarta.

3.     Menunggu Aki

Di sebuah kompleks perumahan, Aki selalu ditunggu. Dia selalu datang sehabis Maghrib menjajakan nasi goreng yang diakui sebagai salah satu yang terenak. Karena tungkunya menggunakan arang. Nasi pun jadi gurih tiada tara. Membuat para penghuni selalu berkumpul. Namun hari itu Aki tidak datang. Para penghuni kompleks pun ‘terpaksa’ berkenalan satu sama lain. Mengenali diri masing-masing. Sampai Maghrib tiba mereka kembali menjadi warga Jakarta sejati: individualistis.

Ruang yang lebih lebar lagi direkam di sini. Interaksi antar warga.

4.     Jalan Pintas

Dua orang anak muda. Laki-laki dan perempuan. Mempertaruhkan hubungan pacaran selama tujuh tahun dalam mobil di tengah rumitnya tata kota Jakarta. Mereka berkejaran dengan adzan Maghrib. Sebab si Cewek menargetkan mereka harus sampai sebelum Maghrib di tempat pernikahan kerabat. Ada misi ‘jalan pintas’ yang mereka kejar agar mereka sendiri juga bisa dipercaya dan mendapat izin menikah.

Sebuah cuplikan kaum muda Jakarta yang terkurung dalam ruang hubungan antar personalnya

5.     Cerita Si Ivan

Ivan bolos dari Madrasahnya. Demi bermain game di sebuah rental langganan. Tapi ternyata itu tidak mudah karena rental hari itu penuh. Dia pun mengarang berbagai cerita horor tentang seramnya Maghrib, agak bisa ‘mengusir’ teman-temannya dari tempat rental. Tapi begitu Maghrib tiba, Ivan harus pulang dan harus berhadapan dengan cerita-ceritanya sendiri.

Ini salah satu potret anak-anak Jakarta dan apa yang telah merasuki pikiran mereka selama ini.

6.     Ba’da

Semua karakter di atas akhirnya nanti akan bertemu di kisah ini. Berinteraksi secara langsung dan tidak. Setelah tiap-tiap orang mengalami Maghrib-nya masing-masing di Jakarta.

Keenam cerita tersebutlah yang akan merekam hal-hal renik yang menjadikan Jakarta, sebagai Jakarta. Semoga proyek ini akan merangsang kota-kota lain di nusantara, menceritakan kisahnya. Hingga kita bisa lebih lancar mengeja Indonesia.

Film ini merupakan debut feature dari Salman Aristo, seorang penulis naskah yang sangat produktif dan terlibat dalam film-film box office di Indonesia antara lain: Ayat-Ayat Cinta,  Garuda di Dadaku dan Laskar Pelangi.

Jakarta Maghrib akan diputar pertama kali di Jakarta International Film Festival (JiFFest) pada hari Sabtu, 4 Desember 2010 di Blitz Pacific Place. Menurut akun twitter Salman Ariston, film yang berdurasi 75 menit ini untuk sementara hanya diputar di JiFFest dan sedang diusahakan agar bisa diputar di layar lebar.

Trailer Jakarta Maghrib:


Sumber: Programme book Jiffest & Note Facebook Salman Aristo



Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.